RI Minta Malaysia Hentikan Razia Pekerja Migran

Indonesia menghormati kebijakan Malaysia yang memberlakukan program rehiring sebagai salah satu cara menangani pekerja migran ilegal.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Jul 2017, 20:36 WIB
Usaha pemberangkatan TKI Ilegal ke Malaysia terkuak setelah para buruh tidak bisa menunjukkan identitas. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia meminta Malaysia untuk menghentikan razia terhadap pekerja migran ilegal, termasuk para tenaga kerja Indonesia (TKI). Selain itu, Indonesia juga berharap Malaysia memperpanjang program mempekerjakan kembali (rehiring) bagi para TKI.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, pemerintah Indonesia menghormati kebijakan Malaysia yang memberlakukan program rehiring sebagai salah satu cara menangani pekerja migran ilegal. Rehiring diawali dengan pendaftaran untuk mendapatkan E-Kad (enforcement card) atau Kartu Pekerja Legal.

Hanya saja, program yang dijalankan pada 15 Februari-30 Juni 2017 itu dianggap terlalu pendek masa berlakunya. Sehingga partisipasi pekerja migran ilegal dalam program tersebut tidak maksimal.

"Indonesia akan meminta Malaysia agar Program Rehiring diperpanjang dan razia sebaiknya dihentikan. Ini mengingat besarnya jumlah pekerja migran ilegal di Malaysia, termasuk dari Indonesia. Kalau program diperpanjang dan dimudah-murahkan, diiringi dengan program pemulangan sukarela yang juga mudah dan murah, maka akan makin banyak yang ikut," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (6/7/2017).

‎‎Menurut dia, dalam waktu dekat, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mengirim tim ke Kuala Lumpur untuk membicarakan secara informal permintaan Indonesia kepada pemerintah Malaysia.

Pertemuan informal dengan pihak Malaysia menjadi langkah awal, sebelum pertemuan dan lobi secara resmi dilakukan. Hal ini juga termasuk membahas MoU baru mengenai kerjasama penempatan dan perlindungan TKI ke Malaysia yang dapat mencegah TKI ilegal.

Hanif menyatakan, pemerintah berupaya hadir dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sekitar 1,3 juta TKI ilegal di Malaysia. Keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini dilakukan dalam bentuk lobi maupun upaya-upaya konkret untuk membantu dan melindungi hak-hak TKI yang bermasalah. Koordinasi lintas kementerian, pemerintah daerah dan perwakilan RI di Kuala Lumpur juga diintensifkan.

Jika permintaan perpanjangan program rehiring disetujui, pemerintah Indonesia berharap Malaysia melakukan sosialisasi lebih intensif, memperluas akses pengurusannya, mengenakan biaya kepengurusan semurah mungkin. Selain itu juga menghapuskan denda bagi TKI Ilegal yang memilih pulang secara sukarela.

"Dengan demikian, makin banyak majikan dan TKI ilegal yang mendaftar program tersebut. Pemerintah Indonesia juga akan menyerukan kepada TKI ilegal untuk memanfaatkan program tersebut," kata dia.

Hanif menilai Program Rehiring yang hanya dibuka selama 4,5 bulan dinilai terlalu singkat jika dibanding dengan jutaan pekerja migran di Malaysia yang berasal dari 15 negara.

Indonesia meminta program tersebut diperpanjang dan dikoordinasikan dengan negara asal pekerja migran. Singkatnya waktu, tingginya biaya, serta keterbatasan akses, menyebabkan program tersebut tidak berjalan maksimal.

"Terbukti dari target 600 ribu pekerja yang berasal dari 15 negara, hanya terealisasi 161.065 pekerja migran di mana 13 ribu di antaranya TKI Indonesia, serta diikuti sekitar 21 ribuan majikan," jelas dia.

Sebagai informasi, untuk mendapatkan E-Kad, pekerja harus membayar medical check-up RM 180 (pria) atau RM 190 (wanita), denda rehiring RM 300, administrasi kepada vendor pelaksana E-Kad RM 400 serta membayar Special Pass RM 100. Jadi, untuk mengikuti program E-Kad, TKI ilegal harus membayar antara RM 980-RM 990 atau setara Rp 3,1 juta (kurs RM1 = Rp 3.100). Jumlah tersebut belum termasuk biaya retribusi antara RM 200-RM 1.850, yang bervariasi sesuai sektor pekerjaan.

Sejak berakhirnya program, otoritas Malaysia terus melakukan razia kepada pekerja migran ilegal. Hingga 3 Juli, telah dilakukan 181 razia dan menangkap 1.509 orang terdiri 752 warga Bangladesh, 197 warga Indonesia, 117 warga Myanmar, 50 warga Filipina, 45 warga Thailand dan sisanya dari negara lain. Jumlah tersebut akan terus bertambah.

Tonton video menarik berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya