Hasil Pemilu Prancis Tak Banyak Pengaruhi Gerak Harga Emas

Harga emas di pasar spot naik 0,01 persen ke level US$ 1.227, 77 per ounce setelah sebelumnya sempat tertekan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Mei 2017, 06:45 WIB
Harga emas di pasar spot naik 0,01 persen ke level US$ 1.227, 77 per ounce setelah sebelumnya sempat tertekan.

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik tipis pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta), setelah sebelumnya sempat menyentuh level terendah dalam tujuh pekan. Kemenangan kandidat Pro Uni Eropa Emmanuel Macron di pemilu Presiden Prancis tak memberikan dampak signifikan kepada harga emas.

Mengutip Reuters, Selasa (9/5/2017), harga emas di pasar spot naik 0,01 persen ke level US$ 1.227, 77 per ounce setelah sebelumnya sempat menyentuh level US$ 1.224,86 per ounce yang merupakan level terendah sejak 17 Maret. Sedangkan harga emas berjangka AS berakhir naik 0,02 persen ke level US$ 1.227,10 per ounce.

Harga emas kembali ke posisi aman setelah sebelumnya sempat tertekan hingga turun 3,2 persen pada pekan lalu. Presentase penurunan tersebut terbesar sejak November karena beberapa jajak pendapat menunjukkan dukungan terhadap Macron longsor.

Untuk diketahui, Kandidat independen Emmanuel Macron memenangkan putaran kedua pemilihan presiden Prancis dengan telak. Macron jauh mengalahkan capres dari partai sayap kanan, Marine Le Pen, dengan perolehan suara 65,6 persen melawan 34,5 persen.

Macron akan menjadi presiden termuda pertama di Prancis di usianya yang baru 39 tahun. Ia juga juga menjadi orang pertama Negeri Mode dari "luar" dua partai tradisional semenjak 1958.

Dalam pidatonya, Macron mengatakan bahwa akan memastikan bahwa di masa depan tak akan ada alasan bagi warga Prancis untuk memilih ekstremisme. Macron adalah sosok liberal sentris, pro bisnis, dan pendukung kuat Uni Eropa.

"Hasil pemilu Prancis ini sudah cukup bisa diramalkan. Saya tidak terkejut harga emas menuju ke level yang lebih tinggi," jelas analis ICBC Standard Bank, Tom Kendall.

Selesainya pemilu Prancis tersebut membuat pelaku pasar kembali memperhatikan jalu normalisasi kebijakan moneter di Eropa dan Amerika Serikat.

Bank Sentral Eropa diperkirakan akan memiliki banyak ruang untuk memperketat kebijakan moneter setelah adanya pemulihan ekonomi di zona Eropa.

Di AS Sendiri, pada Jumat lalu data tenaga kerja menunjukkan jumlah pengangguran mengalami penurunan dan mendekati level terendah dalam 10 tahun. Hal ini mendorong rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS. (Gdn/Ndw)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya