Kritik Fahri Hamzah soal MoU KPK, Kejagung, Polri

Fahri menilai baik KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung tidak paham dengan peran masing-masing dalam menjalani kewenangannya.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 30 Mar 2017, 07:05 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat menjadi pembicara diskusi publik "Menyikapi Tabir Aktor Politik Penunggang Demo 4 November di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (8/11). (Liputan6.com/JOhan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPK, Kejaksaan Agung dan Polri dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Fahri menilai baik KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung tidak paham dengan peran masing-masing dalam menjalani kewenangannya.

"Ya sebetulnya itu karena tidak paham peran masing-masing. Kalau kita baca Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 itu, KPK itu harus berani ambil inisiatif dalam seluruh upaya pemberantasan korupsi. Khususnya dalam membangun sistem yang baik," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Oleh karena itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini memandang, UU KPK saat ini sudah menguatkan lembaga antirasuah tersebut untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi.

"Kalau di UU, kekuatan KPK dalam pemberantasan korupsi itu bisa lebih kuat dari pada presiden, baca aja UU itu. Jadi istilah MOU itu apalagi untuk mengamankan aparat iya kan," tutur Fahri.

Seharusnya, lanjut dia, jika ingin menghargai kelembagaan, yang memiliki dasar hukum kekebalan dalam konstitusi itu adalah anggota DPR.

"Justru Anggota DPR itu yang harusnya enggak boleh sembarangan disentuh, karena DPR itu regulator dan itu ada dalam konstitusi negara. Kalau aparat hukum itu tidak ada itu namanya semacam proteksi itu. Ini karena tidak paham apa fungsi dari kelembagaan itu," tandas Fahri Hamzah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya