Hari Gizi 2017: Paksa Anak Habiskan Makan Bisa Berujung Obesitas

Memaksa anak menghabiskan makanannya bisa membuat anak menjadi obesitas nantinya.

oleh Mufti Sholih diperbarui 25 Jan 2017, 14:40 WIB

Liputan6.com, Jakarta Dalam Riskesdas terakhir yang dirilis pada 2013, angka anak usia lima sampai 12 tahun yang mengalami obesitas tercatat sebesar 8 persen di seluruh Indonesia. Sementara anak di bawah usia lima tahun, tercatat sebesar 11,8 persen di seluruh Indonesia.

Direktur Gizi Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy menerangkan, tak ada perbedaan jumlah yang signifikan antara anak dari kelas ekonomi terbawah dan teratas yang mengalami obesitas.

Doddy menerangkan, masalah ini dilatari hal yang sama. Yakni, kurangnya kesadaran mengonsumsi makanan bergizi saat hamil. Akibatnya, kata Doddy, bayi yang lahir mengalami kurangan gizi.

Tirta Prawita Sari, dokter gizi di Rumah Sakit Pondok Indah, sependapat dengan Doddy. Wita, sapaannya, menegaskan seorang ibu harus ada dalam kondisi gizi yang baik saat akan hamil. Ini berfungsi untuk menghindarkan anak mengalami kekurangan gizi.

Jika hal itu bisa dilakukan, Wita mengatakan, masalah yang harus dihindari adalah saat anak lahir dan tumbuh. Dalam hal ini, orangtua perlu memperhatikan pola makan. Masalah pola makan tak hanya soal komposisi, juga soal jadwal dan jumlah.

Orangtua jangan suka memaksa anak untuk menghabiskan makanannya.

Soal jadwal dan jumlah makan, Wita menyebut, banyak orangtua yang memaksa anaknya untuk menghabiskan makan. Ini, kata dia, bisa mengakibatkan anak tak lagi bisa memahami pola biologis dalam tubuhnya. “Jadi tidak bisa membedakan lapar yang psikologis atau dia lapar secara biologis yang benar-benar tubuhnya butuh (makan),” ucap Wita.

Terkait masalah komposisi makanan ini, Badan Pusat Statistik merilis, hasil studi terkait rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok makanan pada Maret 2016.

Hasilnya, sebesar 34,15 persen masyarakat yang berada di kota besar membelanjakan uang mereka untuk makanan dan minuman jadi. Angka ini lebih besar dibanding pengeluaran untuk membeli padi, ikan dan sayuran. Masing-masing sebesar 11,16 persen, 6,88 persen, dan 6,76 persen.

Dalam hal ini, obesitas menjadi krusial. Doddy mengatakan, Kementerian Kesehatan sedang berfokus menekan angka penderita obesitas dari 8 persen menjadi di bawah 5 persen, sesuai ambang batas dari World Health Organization (WHO).

Bagi Doddy, ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Sebab, Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030. Saat itu, anak yang mengidap obesitas saat ini akan jauh berpotensi mengidap penyakit tidak menular (PTM) di usia dewasa. Sementara, mereka akan menjadi dewasa dan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

“Itu tantangan kita sekarang untuk mengatasi tidak ada kenaikan berat badan,” kata Doddy menegaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya