KY: Hakim Harus Memiliki Standar Etika Lebih dari Rata-Rata

Farid menyampaikan hal ini menanggapi putusan MKH atas Ketua Pengadilan Agama Padang Panjang Elvia Darwati yang terbukti berselingkuh.

oleh Liputan6 diperbarui 14 Des 2016, 09:40 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menyebutkan, hakim merupakan salah satu officium nobile (profesi mulia). Karena itu, seorang hakim harus memiliki standar etika yang tinggi.

"Hakim jelas harus memiliki standar etika yang lebih dari rata-rata orang pada umumnya," ujar Farid di Jakarta seperti dikutip Antara, Rabu (14/12/2016).

Oleh karena itu, ujar dia, sedikit saja pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, maka penegakannya harus tetap dilakukan.

Farid menyampaikan hal ini menanggapi putusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) atas Ketua Pengadilan Agama Padang Panjang, Sumatera Barat, Elvia Darwati, yang terbukti berselingkuh di sebuah hotel saat dipergoki Satuan Polisi Pamong Praja yang sedang razia.

"Dalam proses penegakan tersebut, sebagai bentuk tanggung jawab, maka Komisi Yudisial memastikan bahwa tidak akan ada pelanggaran, kecuali dia akan diproses," ujar Farid.

Dia juga mengatakan, sanksi diberikan sesuai dengan perbuatan sekaligus untuk menimbulkan efek jera.

"Kapan pun kurun waktunya sekalipun lampau tidak akan jadi dasar pemaaf selama belum tersentuh tangan pengawasan," kata Farid.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial melalui MKH menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat kepada hakim Elvia pada Selasa 13 Desember kemarin.

Hakim Elvia dinyatakan telah melanggar Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim juncto Pasal 9 ayat 4.

Selain itu, Elvia juga dinyatakan melanggar Pasal 11 ayat 3 huruf a Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 tentang tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dari total 45 MKH yang direkomendasikan oleh KY, kasus perselingkuhan atau kasus asusila menempati urutan kedua dalam pelanggaran kode etik perilaku hakim, setelah kasus suap.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya