Kisah Bung Hatta Mengakalbulusi Pejabat Belanda Soal Warna Perahu

mengapa Bung mengecat perahu dengan warna merah-putih semata?

oleh Azwar Anas diperbarui 14 Agu 2016, 17:00 WIB
Kisah Bung Hatta Mengakalbulusi Pejabat Belanda Soal Warna Perahu

Liputan6.com, Jakarta Di mata teman-temannya, sosok Bapak Proklamator Bangsa, Drs. Moh. Hatta, dikenal sebagai pribadi yang serius, kaku, kutu buku, dan sederhana. Namun siapa sangka, Bung Hatta ternyata pernah berhasil mengakalbulusi Petinggi Belanda hingga membuat rekan-rekannya terpingkal.

Dalam buku serial Bapak Bangsa berjudul, Hatta; Jejak yang Melampaui Zaman, kisah itu terjadi ketika Bung Hatta dibuang dan diasingkan ke Banda Neira oleh Pemerintah Belanda. Bung Hatta dianggap terlalu semangat menyebarkan jiwa perjuangan kepada rakyat Indonesia.

Bersama Sjahrir, Hatta lalu diasingkan ke Banda Neira. Namun di pulau terpencil itu, Hatta tetap getol menularkan semangat perjuangan kepada anak-anak Banda. Misalnya, mengisi aktivitas bermain yang disisipi nilai-nilai perjuangan. Anak-anak bahkan sengaja dibiarkan menguping ketika Hatta-Sjahrir berdiskusi soal perjuangan.

Lalu pada suatu hari, Bung Hatta mendapat hukuman dari Pemerintah Belanda untuk mengecat perahu sesuai warna bendera Belanda. Tak disangka, Hatta hanya mengecat perahu tersebut dengan dua warna, yakni merah dan putih. Tak ada setitik pun warna biru di perahu.

Mengetahui hal itu, Petinggi Belanda pun marah-marah. Mereka menuduh Bung Hatta telah melakukan kegiatan berbau patriotik dan karenanya harus dihentikan. Mereka kemudian menyuruh pejabat setempat yang juga orang Belanda untuk menginterogasi Bung Hatta, mengapa Bung mengecat perahu dengan warna merah-putih semata?

Tetapi dengan tenang Bung Hatta menjawab, "Anda kan tahu sendiri, laut sudah berwarna biru." Pejabat itu pun hanya manggut-manggut lalu ngeloyor pergi seolah pendapat Bung Hatta ada benarnya.

2 dari 2 halaman

Mengajar Lagu Indonesia Raya


Tidak selesai di situ, suatu kali Sjahrir-Hatta mengajak anak-anak berpiknik ke Pulau Pisang atau Pulau Banda Besar. Di sana, di pantai yang sepi sebagaimana ditulis Rudolf Mrazek dalam buku berjudul Sjahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia dituliskan, mereka mengajarkan lagu Indonesia Raya kepada anak-anak.

"Lagu itu kami nyanyikan dengan penuh semangat, sebab kami merasa bebas dan oleh karena tidak ada orang yang dapat mendengar kami," ujarnya.

Kelak karena hadirnya dua 'Orang Buangan' itulah, anak-anak Banda jadi mengerti tentang perjuangan, tentang kemerdekaan yang harus direbut dari para penjajah. 

(War)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya