Geliat Prostitusi Laki-laki di Semarang

Sebagian pria penghibur berkedok jadi tukang pijat.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 08 Mei 2016, 18:27 WIB
Marak prostitusi laki-laki di Semarang

Liputan6.com, Semarang - Tiga orang perempuan tampak menghabiskan waktu di Baby Face Club, sebuah kelab malam yang cukup ternama di Semarang. Ketiganya tampak asyik dan hanyut dalam alunan musik bergenre tekno. Lampu remang-remang semakin menghangatkan suasana. Di hadapan mereka tersaji Chivas Regal.

Ira (nama samaran) adalah salah seorang di antaranya. Tingginya 167 sentimeter dan posturnya cukup proposional. Ia berbusana gaun warna biru dengan kalung bling-bling yang barangkali saja berlian. Rambut panjangnya yang digelung seadanya memperlihatkan leher jenjangnya. Ia stereotipe perempuan muda dan sukses. Apa yang kamu cari, Ira?

Barangkali sebuah “kesenangan kecil”. Sebab, seperti pernah diucapkannya jauh hari sebelum mengajak Liputan6.com ke kelab ini. “Kalau kebutuhan dunia, boleh saja saya dianggap sukses. Tapi hidup saya kering," katanya.

Musik berganti menjadi lebih menghentak. Seorang temannya, Susi, asyik memainkan gawainya, sementara yang lain menikmati musik atau minum-minum. Tak lama kemudian tiga laki-laki muda datang. Mereka langsung akrab, seperti teman lama.

"Aku jalan duluan ya. Sampai ketemu besok," kata Ira berpamitan.

Dengan segera rombongan itu bubar. Tiga taksi berwarna biru segera merapat. Tiga perempuan lantas masuk ke dalam taksi bersama tiga lelaki muda itu. Tujuannya tentu saja ke Kota Semarang atas. Mereka singgah ke sebuah penginapan di puncak bukit.

Geliat prostitusi laki-laki di Semarang (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Begitulah sepotong kisah tentang dunia prostitusi laki-laki di Semarang. Tidak sulit mencari pria penghibur di Kota Lumpia ini.
 
"Biasanya yang kelas pasaran akan memasang iklan jasa pijat di media cetak. Kapan-kapan saya kenalkan dengan mereka," kata Ira.

Perempuan cantik berusia 37 tahun ini menjelaskan, cara paling gampang adalah dengan menelepon jasa pijat tenaga pria. Untuk kelas ini, banyak yang menyebutkan "tarif seikhlasnya" dalam iklan mereka.

Yang dimaksud "seikhlasnya" adalah tarif untuk jasa pijatnya. Namun ketika ritual memijat itu dilakukan, biasanya rayu-merayu dan memijat titik rangsang libido dilakukan. Nah, di situlah tarif yang sesungguhnya disampaikan.

"Ada juga yang menggunakan jaringan salon. Beberapa salon yang saya kenal, pemilik atau pengelolanya menyediakan tenaga ini," kata Ira.

Salon-salon itu adalah salon yang juga dikelola oleh laki-laki. Biasanya jika bukan transgender (waria), tentu kaum pria “melambai”. Mereka memiliki daftar para pria yang bisa dipakai.

Hanya saja, jika bekerja sama dengan salon-salon itu, rata-rata yang "berkualitas" tinggi disembunyikan. Bukan rahasia lagi kalau para pelayan seks laki-laki ini tak hanya melayani kaum perempuan. Para gay dan waria juga masuk dalam daftar pelanggan.

Janji Ira memperkenalkan dengan salah satu pelaku prostitusi laki-laki akhirnya terwujud. Sebut saja namanya Ryan. Usianya 24 tahun dan berasal dari Pekalongan. Sejak enam tahun lalu ia sudah menjadi urban di Semarang untuk kuliah.

"Saya kenal dunia esek-esek dikenalkan Mas Andi. Beliau buka salon di daerah Kedungmundu," kata Ryan memulai ceritanya.

Menurut Ryan, awalnya ia diminta menemani seorang pedagang pakaian bekas di Pasar Peterongan. Memang hanya sekadar menemani, karena usia si pedagang memang setara dengan ibunya. Tugasnya menemani belanja hingga menghabiskan waktu.

Ryan akhirnya pindah tempat tinggal. Semula ia kos di dekat kampus. Namun belakangan ia mengambil rumah secara KPR di kawasan Tembalang. Semua dibayari oleh salah seorang pelanggannya.
 
"Tapi ngeri juga, Mas. Setelah sekali dilayani dia sering memaksa untuk menemani teman-temannya. Dua tahun terakhir saya sudah putus hubungan," kata Ryan.

Jam terbang Ryan di dunia prostitusi laki-laki semakin tinggi, hingga akhirnya ia mengenal dunia esek-esek berbayar. Kini ia sudah masuk ke level elite, sehingga tak perlu mencari pelanggan.

Lajang yang mengandalkan media sosial untuk menjaring pelanggan ini memiliki postur yang ideal dan atletis. Tinggi badannya 173 sentimeter dengan berat badan 63 kilogram. Ditunjang pakaian model terbaru, Ryan tak kesulitan mencari pelanggan. Ia memiliki pasar tersendiri.

"Saya juga diajari bagaimana melayani gay atau waria. Beberapa perancang top Semarang sering meminta saya menemani sekedar clubbing. Namun jika boleh memilih, saya memilih jenis kelamin berbeda. Hahaha," kata Ryan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya