4 Hari Pencarian Dewi Rengganis di Puncak Argopuro

Kompleks Hyang-Argapura merupakan kompleks gunung berapi raksasa yang mendominasi bentang alam antara Gunung Raung dan Gunung Lemongan.

oleh Nefri IngeDian Kurniawan diperbarui 17 Apr 2016, 05:50 WIB
Kompleks Hyang-Argapura merupakan kompleks gunung berapi raksasa yang mendominasi bentang alam antara Gunung Raung dan Gunung Lemongan.

Liputan6.com, Jakarta Gunung Argapura (sering dieja Gunung Argopuro) adalah gunung berapi non-aktif setinggi 3.088 meter mdpl yang terdapat di Jawa Timur, Indonesia.

Gunung ini berada dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo, dengan puncak Rengganis ada di wilayah Kabupaten Jember.

Gunung ini termasuk bagian dari Pegunungan Hyang, sehingga kawasan ini sering disebut Hyang-Argapura. Kompleks Hyang-Argapura merupakan kompleks gunung berapi raksasa yang mendominasi bentang alam antara Gunung Raung dan Gunung Lemongan di Jawa Timur.

Di kawasan ini juga terdapat untaian lembah sedalam 1.000 meter. Di dalamnya ada kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous atau hutan gunung.


Gunung Argapura merupakan puncak tertinggi dari Pegunungan Hyang serta berada pada posisi di antara Gunung Semeru dan Gunung Raung. Ada beberapa puncak yang dimiliki oleh gunung ini. Puncak yang terkenal bernama Puncak Rengganis/Welirang (topografichen Dienst 1928).
 
Adapun puncak tertingginya berada pada jarak ± 200 m di arah selatan puncak Rengganis. Puncak tertinggi ini bernama Argapoera dan ditandai dengan sebuah tugu ketinggian (triangulasi).

Di kawasan Puncak Rengganis konon menurut cerita masyarakat sekitar bermukim Dewi Rengganis, seorang putri dari kerajaan Majapahit yang diasingkan atau dibuang di Pegunungan Hyang Argopuro.

Syamsul Arifin, Petugas Penjaga Pos Pendakian Gunung Argopuro jalur Bremi Probolinggo, kepada Tim Liputan6.com mengatakan sosok Dewi Rengganis adalah perempuan cantik berambut panjang, memakai baju warna merah serta memakai mahkota.

"Itu penuturan dari para tetuah atau eyang buyut," ujar pria yang akrab disapa Arif ini.
 
Dewi Rengganis dengan ciri-ciri seperti itu biasanya sering menyapa warga yang sedang melakukan pertapaan atau semedi di Pegunungan Hyang Argopuro dan beberapa pendaki juga mengaku sering dijumpai lewat mimpi-mimpinya.

Konon, dulu Lembah Cikasur tersebut merupakan tempat mandi Dewi Rengganis


Pembuktian

Untuk mencari kebenaran beberapa mitos di Pegunungan Hyang Argopuro, tim Liputan6.com bersama 10 pendaki dari Surabaya, Yogyakarta, Semarang dan Jakarta memutuskan untuk melakukan pendakian ke Puncak Gunung Argopuro dan Dewi Rengganis melalui jalur Baderan Situbondo.

Ketua Tim Pendakian tersebut dipimpin oleh Solihin, salah satu anggota dari Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) Prapanca Pencinta Alam (Prapala).

Pria yang akrab disapa Pbele ini memutuskan untuk melakukan start pendakian dari Pos Baderan sekitar pukul 11.00 WIB. "Pada hari pertama ini, target kita menuju Mata Air Satu dan akan mendirikan tenda serta bermalam di sana," kata Pbele.

Pendakian pun dimulai dengan diiringi panasnya terik matahari. Setapak demi setapak langkah kaki kita melangkah menghabiskan Jalan Makadam (jalan berbatu).

Sesekali rombongan pendaki berhenti untuk melepaskan lelah dan membuat mi instan untuk makan siang. Setelah dirasa cukup untuk istirahat dan tenaga kita sudah kembali lagi, maka perjalanan pun dilanjutkan kembali.

Kontur Pegunungan Hyang Argopuro yang cukup terjal pada hari pertama ini membuat kita harus cepat berjalan supaya bisa mencapai target Mata Air I pada pukul 18.00 WIB.

Setelah berjalan menghabiskan Jalan Makadam, saatnya kita memasuki kawasan hutan belantara. Sesuai dengan standar pendakian yang harus berjalan sehari enam jam dan sesuai dengan target akhirnya rombongan berhasil sampai ke Mata Air Satu sekitar pukul 18.00 WIB.

Mata Air Satu merupakan lahan datar yang cukup luas untuk mendirikan beberapa tenda. Di sana juga terdapat sumber air yang bisa digunakan untuk makan, minum, dan mencuci peralatan masak.

"Malam ini kita bermalam di sini dan besok pagi kita lanjutkan perjalanan menuju Cikasur," ujar Pbele.

Keesokan harinya, setelah sarapan pagi dan mengemasi tenda, sekitar pukul 09.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju Cikasur. Di tengah perjalanan kami banyak bertemu dengan petani selada air yang mengambil sayuran tersebut dari sungai di Cikasur.

Medan yang cukup rusak karena seringnya dilewati sepeda motor milik petani dan tukang ojok serta becek membuat rombongan kesulitan untuk berjalan. Beberapa di antara anggota pendakian seringkali jatuh bangun untuk menembus hutan.

Pendakian Gunung Argopuro


Mata Air Dewi Rengganis


Beberapa pegunungan Hyang Argopuro sudah dilewati dan sebagian tim sempat berhenti sejenak di Mata Air II sambil menunggu teman-teman yang masih di belakang.

Tak lama beristirahat di Mata Air II, akhirnya tim segera melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui kali ini lebih banyak yang kebanyakan menurun sehingga segera mempercepat langkah kami.

Beberapa menit berselang, para pendaki disuguhkan pemandangan sabana yang terhampar luas, yang sering disebut sebagai Alun-alun Kecil sebelum nantinya bergerak menuju Alun-alun besar.

Cikasur merupakan ladang sabana yang datar dan cukup besar untuk mendirikan beberapa tenda. Di sana juga terdapat shelter dan beberapa bangunan bekas tempat pemotongan rusa yang dibuat oleh orang Belanda saat menjajah Indonesia.

Di sana juga terdapat landasan pesawat terbang yang digunakan Belanda untuk mengangkut hasil daging kemasannya. Konon menurut cerita masyarakat sekitar, di Cikasur sering terdengar suara jejak langkah seorang prajurit dari kerajaan Dewi Rengganis.

Setelah mendirikan tenda di dalam shelter dan memasak makan malam, tiba waktunya tim kembali istirahat. Namun di tengah malam, ada sosok yang coba mengganggu tenda tim Liputan6.com. Ternyata sosok tersebut adalah seekor musang yang mencuri masakan kami.

Keesokan harinya, tim dijumpai oleh pendaki dari Yogya yang mengatakan bahwa kemarin dirinya mendengar suara jejak langkah yang dikira olehnya adalah suara jejak langkah dari tim Liputan6.com

"Kemarin malam aku dengar suara orang berjalan, tak kira sampean, Mas. Terus tak panggil, Mas. Tapi kok enggak balas ucapanku. Ya sudah akhirnya kami langsung tidur saja," kata Edo.

 Setelah selesai mengemasi tenda dan peralatan masak, tepat pukul 09.00 WIB tim melanjutkan perjalanan menuju ke Cisentor. Medan yang mulai bervariasi antara tanjakan dan turunan.

Tenaga pun sangat terkuras banyak. Target yang harusnya sampai ke Cisentor sekitar pukul 12.00 WIB akhirnya molor satu jam.

Setelah sampai ke Cisentor sekitar pukul 13.00 WIB, tim Liputan6.com akhirnya memutuskan untuk membagi menjadi dua tim. Tim pertama melanjutkan perjalanan menuju Puncak Dewi Rengganis dan Gunung Argopuro dan tim kedua mendirikan tenda serta memasak untuk makan malam.

Sekitar pukul 14.00 WIB, tim pertama Liputan6.com dan beberapa pendaki mulai melakukan perjalanan ke Puncak, sementara tim kedua memasak makan malam untuk menyambut kedatangan tim pertama.

Pendakian Gunung Argopuro

 
Perjumpaan Gaib


Menjelang datangnya waktu Magrib, masakan pun sudah selesai dibuat. Tim pertama memutar musik MP3 sembari tidur melepaskan rasa lelah. Namun saat itu, musik yang diputar tiba-tiba suaranya mengecil sendiri dan mati.

Mendapati ada sesuatu yang janggal, salah satu di antara para pendaki itu segera bangun dan melihat apakah baterai handphonenya habis. Tapi ternyata masih ada dan saat musik diputar kembali masih bisa. Karena merasa ada yang janggal, akhirnya tim memutuskan untuk tidak memainkan musik MP3.

Pernyataan tim pertama Liputan6.com itu dibenarkan oleh Syamsul Arifin, Petugas Penjaga Pos Pendakian Gunung Argopuro jalur Bremi-Probolinggo. Dia mengatakan bahwa di Cisentor memang tidak boleh memutar musik keras-keras.

"Dulu ada cerita dari para pendaki yang memutar musik dengan keras di Cisentor saat Magrib. Ceritanya hampir sama, musiknya tiba-tiba mati sendiri. Dan yang aneh malah, ketika musik mati diganti musik gamelan dari mahluk halus penjaga Gunung Argopuro," kata Arif.

Setelah menunggu hampir lima jam di Cisentro, akhirnya tim pertama kembali lagi ke Cisentor setelah berhasil mengabadikan foto berkaus Liputan6.com di Puncak Dewi Rengganis dan Gunung Argopuro.

Setelah menghabiskan makan malam, akhirnya tim Liputan6.com memutuskan untuk beristirahat.

Pada hari keempat, perjalanan tim menuju ke Taman Hidup. Jalan menyisir pengunungan sempat membuat rasa lelah yang sudah hilang datang kembali. Tumbuhan berduri yang membuat panas kuli ketika menyentuh tubuh sempat kami rasakan dalam perjalanan.

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya tibalah masuk dalam gerbang Hutan Lumut dengan vegetasi rapat dan cahaya matahari pun sangat jarang terlihat. Di sana tim melewati jembatan yang terbuat dari sebatang pohon.

Keesokan harinya, Andre Pendaki dari Semarang mengatakan kepada bahwa dirinya tadi pagi sempat dibangunin sama sosok perempuan. "Tadi pagi saya dibangunin sama sosok perempuan cantik berambut panjang, Mas," kata Andre.

Pernyataan Andre itu juga dibenarkan oleh Syamsul Arifin, Petugas Penjaga Pos Pendakian Gunung Argopuro jalur Bremi-Probolinggo. Dia mengatakan kemungkinan sosok perempuan cantik yang membangunkan Andre adalah sosok Dewi Rengganis.

 "Sosok Dewi Rengganis mirip seperti yang dicerikan Andre. Karena menurut cerita dari eyang buyut saya sosok Dewi Rengganis memiliki ciri-ciri seorang wanita cantik berambut panjang, memakai gaun warna merah serta memakai mahkota di kepalanya," ucap Arif.

Tak ada bukti gambar atau suara sekali pun. Namun pendakian ini diakui sangat memberikan banyak pengetahuan dan pengalaman di alam bebas. Meskipun misteri Dewi Rengganis akan terus abadi di gunung itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya