Pengembangan Pusat Belanja Diarahkan ke Luar Jakarta

Pertumbuhan pusat belanja tahun 2015 kurang baik, terlebih karena adanya isu moratorium di Jakarta.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Jan 2016, 17:45 WIB
Sejumlah pengunjung tetap berbelanja dan beraktivitas seperti biasa di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Jumat (15/1/2016). Pasca serangan teroris yang terjadi di Kawasan Thamrin tidak berdampak besar pada pusat perbelanjaan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Pusat Perbelanjaan akan mengarahkan pembangunan pusat belanja ke luar wilayah Jakarta dan Pulau Jawa pada tahun ini. Alasannya, pertumbuhan pusat belanja pada tahun lalu yang terpusat di Jakarta kurang baik.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Handaka Santosa mengatakan, langkah para pengusaha untuk mengembangkan pembangunan pusat perbelanjaan ke luar Jakarta merupakan jalan keluar dari kondisi perekonomian yang kurang baik.

"Tahun 2016 dibanding 2015 saat ini orang mulai planing karena tidak bisa berendam terus keadaan ekonomi kurang bagus. Pertumbuhan lebih banyak di luar Jakarta, Semarang, Solo Jawa Tengah akan pesat ‎termasuk di luar Jawa seperti Palembang, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Banjarmasin," katanya di Jakarta, Senin (18/1/2016).

Dia mengatakan, ‎pertumbuhan pusat belanja tahun 2015 kurang baik, terlebih karena adanya isu moratorium di Jakarta.

"Dibanding 2014 kenaikan jumlah pusat belanja nggak besar, terutama di Jakarta hanya menyelesaikan yang belum selesai karena isu moratorium saya sebut isu karena tidak ada Pergub, Perda yang mengatur kalau buka Jakarta Timur masih terbuka di Klender belum ada mal masih terbuka mal. Itu usaha mengurangi daerah yang padat di pusat," jelasnya.

Sementara, dia mengatakan jumlah kunjungan ke pusat belanja variatif. Namun, di wilayah pusat bisnis pertumbuhan pengunjung cenderung mendatar. ‎Namun, di luar pusat bisnis justru mengalami peningkatan pesat.

‎"Kemudian destinasi belanja, segmen bukan hanya atas, bukan hanya Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Senayan City, tapi juga kelas bawah. Tendensinya masing-masing ada. Misa‎l seperti Tanah Abang kan punya pelanggan sendiri, yang setiap hari datang," tutup dia.

Sebelumnya, menurut data Colliers, pada kuartal IV 2015 kemarin, pasokan sektor ritel di Jakarta terbilang sepi dengan hanya adanya satu mal yang resmi dibuka yaitu One Belpark di kawasan Fatmawati Jakarta Selatan. Mal dengan konsep mixed-use development ini menambah pasokan ruang ritel hingga 23.650 meter persegi.

Dua mal lainnya yaitu Mal at Pancoran dan Pantai Indah Kapuk Mal gagal untuk menyelesaikan proyeknya di penghujung tahun 2015. Mal ini akan selesai pada 2016. 

Terbatasnya pembangunan ritel di Jakarta membuat area Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) menjadi sasaran untuk mengembangkan pusat perbelanjaan baru.

Meskipun pada 2015 hanya ada satu pasokan mal baru, yaitu AEON Mal BSD City, namun di tahun 2016-2018, penambahan ruang ritel akan melonjak sampai 580.000 meter persegi. Dua proyek yang diprediksi selesai pada 2016 adalah Bekasi Trade Centre 2 dan Q Big BSD.

Jika dibagi menurut area, Bekasi dan Bogor merupakan penyumbang area terbanyak yang menambah jumlah pusat perbelanjaan di masa depan. Bekasi akan berkontribusi sebesar 319.000 meter persegi ruang ritel dengan tujuh pusat perbelanjaan.

Sedangkan untuk Bogor, 60 persen ruang ritelnya didominasi oleh Aeon Mal Sentul. Mal ini nantinya yang akan menambah pasokan ruang ritel hingga 168.000 meter persegi. Beberapa mal lainnya ialah Metropolitan Mal Cileungsi (2017), Vivo Sentul Lifestyle Cibinong (2018), dan Vivo Sentul Trademall Cibinong (2018). (Amd/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya