Kabareskrim: Penyidikan Pidana Pilkada Tak Berpatokan KUHP

Menurut Anang, pelanggaran dalam Pilkada tergolong sebagai tindak pidana khusus.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 07 Okt 2015, 02:54 WIB
Anang Iskandar (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta - Kabareskrim Polri Komjen Pol Anang Iskandar menegaskan, penyidikan terkait laporan adanya tindak pidana dalam Pilkada tidak berpatokan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penyidikan kasus tersebut harus menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

"Kita harus merubah pola pikir bahwa yang dipakai adalah UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Inilah dasar utama dalam rangka penyidikan tindak pidana Pilkada serentak tahun 2015," ujar Anang dalam seminar bertajuk 'Pilkada Serentak Permasalahan dan Pemecahannya' di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Selasa 6 Oktober 2015.

Menurut Anang, pelanggaran dalam Pilkada tergolong sebagai tindak pidana khusus. Sehingga penyidik tidak menggunakan KUHP yang biasa digunakan sebagai pedoman pidana umum. Dalam menindaklanjuti pemeriksaan panitia pengawas pemilu, penyidik akan menentukan syarat formil dan materil dalam laporan pelanggaran yang diterima.

Meski menggunakan UU Pilkada sebagai pedoman, Anang menyebutkan, tidak menutup kemungkinan penyidikan dapat berkembang ke arah pidana umum. Pada pelanggaran tertentu, seperti politik uang, penyidik dapat tetap menggunakan KUHP sebagai pedoman.

"Syarat formil dan materil untuk membuktikan apakah temuan Bawaslu benar-benar tindak pidana pemilu. Kalau tindak pidana memenuhi syarat pidana umum, baru diserahkan ke penyidik Polri," jelas jenderal bintang 3 itu. (Ron/Mar)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya