Pemerintah Telusuri Isu Penyadapan Jokowi

BRTI menyebutkan kasus penyadapan yang belakangan terjadi memakai metode berbeda dengan sebelumnya.

oleh Denny Mahardy diperbarui 12 Mar 2015, 14:05 WIB
Hasil investigasi Gemalto tidak menunjukkan bahwa penyadapan yang dilakukan NSA dan GCHQ tersebut benar terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Isu penyadapan di layanan telekomunikasi Indonesia kembali kencang berhembus setelah Wikileaks dikabarkan akan mengungkap penyadapan Australia terhadap Jokowi. Beberapa operator telekomunikasi dikabarkan menjadi media penyadapan yang dilakukan pihak asing kepada masyarakat Indonesia.

Namun, menurut Nonot Harsono selaku Komisioner Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kasus penyadapan yang belakangan terjadi memakai metode berbeda dengan sebelumnya.

"Kasusnya yang sekarang ini lain dari yang kemarin. Kalau kemarin pakai susupi jaringan sedangkan sekarang pakai celah di kartu SIM. Kita sudah kirimkan surat edaran untuk tiap operator supaya melaporkan jenis dan spesifikasi kartu SIM yang mereka pakai," kata Nonot saat dihubungi lewat saluran telepon.

Ia menjelaskan bahwa dugaan yang mencuat celah pada kartu SIM hanya tersedia pada kartu buatan perusahaan internasional benama Gemalto. Akan tetapi, kata Nonot, operator telekomunikasi Indonesia diketahui juga menggunakan perusahaan lain untuk membuat kartu SIM.

"Kan ramai dibicarakan kartu SIM yang ada celahnya buatan Gemalto, nah ada kemungkinan operator pakai kartu buatan lokal yang aman dari penyadapan itu, yang jelas akan kita telusuri dulu," tambahnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku telah meminta kepada tiap penyedia layanan komunikasi agar ikut menelusuri dan melakukan investigasi terkait kemungkinan adanya penyadapan yang dilakukan pihak lain.

"Kita sudah kabarin mereka (operator seluler). Kita bilangin ke mereka untuk pastikan keamanan data pelanggan, tapi harus tahu juga dulu sebenarnya kalaupun ada penyadapan itu dilakukan lewat mana frekuensi, BTS atau negara lain yang jadi tujuan komunikasi," tambah Rudiantara waktu itu.

(den/isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya