Produktivitas Pekerja Thailand Lebih Tinggi Dibanding RI

Upah minimum tenaga kerja di Thailand, masih berada di bawah Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Feb 2015, 12:25 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengungkapkan, Thailand menjadi negara kompetitor utama bagi Indonesia dalam menarik minat para investor. Alasannya, produktifitas pekerja di Thailand lebih tinggi dibanding Indonesia meskipun upah minimun di negara Gajah Putih tersebut lebih rendah dibanding dengan Indonesia.

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Imam Haryono mengatakan, tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia berdasarkan PDB sebesar US$ 20 ribu per pekerja. Nilai tersebut lebih rendah jika dibanding dengan Thailand yang sudah mencapai US$ 22,9 ribu per pekerja.

Bahkan, jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, produktivitas pekerja Indonesia sangat jauh di bawah. Produktivitas tenaga kerja Singapura berdasarkan PDB mencapai US$ 114,4 ribu per pekerja, dan Malaysia sebesar US$ 46,6 ribu per pekerja.

"Kalau dari pemeringkatan ini, kita memang kalah jika dibanding dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand," ujarnya di Yogyakarta, Selasa (17/2/2015).

Imam melanjutkan, dengan tingkat produktifitas yang lebih tinggi, upah minimum tenaga kerja di Thailand, masih berada di bawah Indonesia. Upah tenaga di negeri gajah putih tersebut hanya sebesar US$ 197 per bulan, atau hanya sekitar Rp 2,3 juta dengan kurs rupiah Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).

Sedangkan upah minimum rata-rata tenaga kerja di Indonesia sudah mencapai US$ 226 per bulan atau sekitar Rp 2,7 juta dengan kurs rupiah Rp 12 ribu per dolar AS.

"Saat ini, upah minimum pekerja di Indonesia merupakan yang tertinggi ke-3 di ASEAN (setelah Singapura dan Malaysia). Melihat kondisi ini, Indonesia hanya berada di peringkat 7 di ASEAN dalam hal menarik dunia bisnis dari sisi upah minimun pekerja," tandasnya.

Dikeluhkan pengusaha

Upah pekerja di Indonesia yang tinggi tersebut juga dikeluhkan oleh kalangan pengusaha. Menurut mereka, kenaikan upah selama ini tidak berbanding lurus dengan produktivitas. "Sistem pengupahan Indonesia saat ini lebih berdasarkan dari kekuatan demo, padahal UMP itu sebenarnya tidak perlu didemo," jelas Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia (API), Harjanto

Harjanto mengungkapkan, selama ini banyak demo yang hanya ditunggangi oleh pihak tertentu dan bukan murni aspirasi dari para buruh. Selama ini, banyak aksi demontrasi yang hanya mewakili sebuah perusahaan tertentu. Para buruh diperusahaan tersebut kemudian mengatasnamakan seluruh  buruh.

Oleh sebab itu, sebenarnya negosiasi mengenai UMP tersebut bukan hanya dilakukan ke pemerintah, namun lebih tepat dilakukan langsung ke perusahaan. (Dny/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya