Pengamat: Masalah Mungkin Muncul dari Panglima Tertinggi

Para purnawirawan tersebut diharapkan tidak melakukan mobilisasi massa dan melakukan praktik politik uang.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 13 Jun 2014, 06:40 WIB
Para prajurit mempersiapkan kendaraan tempur tank dalam Latihan Gabungan TNI 2014, Senin (19/5/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat militer dari Imparsial Al Araf menilai munculnya isu ketidaknetralan jajaran TNI dan Polri pada setiap gelaran Pemilu salah satunya dipengaruhi peran presiden yang merupakan panglima tertinggi TNI dan Polri.

"Yang paling mungkin bisa mengganggu TNI adalah presiden. Karena presiden adalah seorang purnawirawan dan dia bisa memerintahkan TNI karena dia panglima tertinggi," terang Al Araf saat menghadiri diskusi bertajuk 'Netralitas TNI di Pilpres 2014' di Jakarta, Kamis 12 Juni 2014.

Terkait pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta Partai Demokrat untuk bersikap netral, Al Araf menilai hal tersebut tidak bisa menjadi jaminan jajaran di bawah partai berlambang bintang mercy itu akan mengikuti perintah sang ketua umum.

"Ini kan pernyataan presiden di depan publik saja. Kalau di belakangnya, kita kan tidak tahu. Toh beberapa peserta konvensi capres saja sudah terang-terangan masuk tim sukses pasangan tertentu," ucap Al Araf.

Ia pun menilai sangat kecil pengaruh keterlibatan purnawirawan TNI yang tergabung dalam tim sukses capres dan cawapres. Sebab, purnawirawan tersebut sudah tidak aktif di militer.

"Purnawirawan kan sama seperti kita, mereka sekarang mempunyai hak politik. Sangat kecil pengaruhnya saat mereka bergabung ke dalam timses," ucapnya.

Namun ada catatan yang perlu diperhatikan. Para purnawirawan tersebut diharapkan tidak melakukan mobilisasi massa dan melakukan praktik politik uang. Sebagai mantan prajurit, para purnawirawan itu harus memberikan contoh yang baik bagi para politisi sipil.

"Yang paling bahaya adalah mereka memobilisasi saat pemilihan dan melakukan politik uang. Ini yang tidak boleh," tegasnya.

Beberapa hari lalu merebak kabar seorang Bintara Pembina Desa atau Babinsa TNI AD disebut-sebut mendatangi rumah warga di Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Mereka mengarahkan warga untuk memilih pasangan capres tertentu pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang.

Belakangan, TNI AD mengakui, anggota Babinsa Koptu Rusfandi tidak bermaksud mengarahkan warga memilih capres tertentu di Cideng. Kedatangan Koptu Rusfandi bertujuan untuk mendata preferensi atau keinginan warga soal capres mana yang bakal dipilih pada Pilpres 9 Juli mendatang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya