Kesenian Ludruk Terancam Punah

Kesenian ludruk hampir tinggal kenangan. Tinggal puluhan grup ludruk yang bertahan di Jawa Timur, saat ini. Banyak yang berharap agar kesenian khas Jatim ini dikembangkan kembali.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Sep 2001, 04:19 WIB
Liputan6.com, Jember: Kesenian ludruk terancam punah. Semula, kesenian jenis ini di Jatim mencapai ratusan grup. Tapi kini, tinggal puluhan grup Ludruk saja yang mampu bertahan. Di antaranya, grup ludruk asal Jember, Jatim yang pemainnya terdiri dari anak-anak. Dalam pergelarannya, di Jember, baru-baru ini, ludruk anak-anak ini disambut gembira para penonton. Karena itu, banyak berharap kemunculan grup ini menjadi tonggak kebangkitan kesenian ludruk.

Kisah pangeran Zubazari dari Negeri Bagdad, Irak, yang dipentaskan anak-anak ini bercerita tentang proses suksesi kepemimpinan yang berjalan damai, tanpa pertikaian, dan pertumpahan darah. Anak-anak itu juga memanfaatkan sejumlah barang bekas, seperti kardus pembungkus, batang tanaman sebagai pendukung pementasan mereka. Barang-barang itu dijadikan pedang-pedangan. Tapi, untuk urusan musik, semuanya ditangani mahasiswa dari Unit Kesenian Mahasiswa Universitas Jember.

Sejauh ini, seni ludruk dianggap sebagai kesenian yang paling kuat mencerminkan karakter rakyat Jatim, sehingga keberadaannya perlu dilestarikan. Buktinya, pada tahun 70-an terdapat lebih dari 1.000 grup ludruk di Jatim. Tapi, pada 1984 jumlah grup ludruk menyusut menjadi 800 grup dengan jumlah pemain sebanyak 25 ribu orang. Angka itu melorot hingga tinggal mencapai puluhan grup pada 2000.

Menurut sejarah, seni ludruk mulai berkembang pada abad ke-9, di daerah Jombang, Jatim. Karena sifatnya yang populis dan egaliter, kesenian ludruk sempat dipergunakan sejumlah partai politik untuk memikat hati rakyat pada era 60-an.(AWD/Christanto Rahardjo)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya