Sukses

Dubes Rusia di Australia: Diplomat yang Diusir Bukan Mata-Mata, tapi...

Menurut keterangan Duta Besar Rusia untuk Australia Grigory Logvinov, diplomat yang diusir dari Australia bukan mata-mata. Lalu?

Liputan6.com, Canberra - Duta Besar Rusia untuk Australia, Grigory Logvinov, meragukan tuduhan mantan agen ganda yang disebutkan diserang oleh zat kimia. Logninov juga mengatakan dua diplomat mereka di Australia yang diusir bukanlah mata-mata.

Dua diplomat Rusia, yang sekarang diidentifikasi sebagai intelijen, sudah diperintahkan untuk meninggalkan Australia.

Rabu (28/03), Dutabes Logvinov kembali mengulangi penyangkalan sebelumnya bahwa dua diplomat tersebut bukanlah mata-mata, demikian seperti dikutip dari Australia Plus, Jumat (30/3/2018).

Ia menolak untuk mengidentifikasi dua pejabat yang telah diminta untuk meninggalkan negara itu, tetapi mengatakan mereka adalah "diplomat yang berkarier secara legal".

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, sudah bertemu Dubes Logvinov Rabu sore.

Menlu Bishop mengatakan, ia memiliki keyakinan besar terhadap badan-badan intelijen keamanan Australia yang telah memberikan saran tersebut.

Sementara itu, NATO memangkas jumlah diplomat Rusia di markas besarnya hingga sepertiganya, sebagai bagian dari respon global terhadap serangan terhadap dua mantan agen ganda di Salisbury, Inggris.

Tujuh diplomat telah diperintahkan untuk meninggalkan markas NATO di Brussels, sementara tiga lainnya ditolak akreditasinya.

Sekjen NATO, Jens Stoltenberg mengatakan pengusiran itu harus dilihat sebagai sebuah pesan yang jelas kepada Rusia bahwa ada konsekuensi untuk pola perilaku yang tidak dapat diterima.

NATO melakukan langkah serupa pada 2015 sebagai tanggapan atas pencaplokan kawasan Krimea oleh Rusia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Meragukan Tuduhan Mantan Agen Ganda Diserang Zat Kimia

Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, ditemukan tak sadarkan diri di bangku taman di Kota Salisbury, Inggris, pada awal Maret. Pemerintah Inggris mengatakan mereka diserang dengan Novichok, senjata kimia yang dikembangkan oleh Uni Soviet pada 1980-an.

Pemerintah Australia mengatakan insiden meracuni ini menjadi serangan memalukan bagi kedaulatan Inggris dan aturan hukum. Selasa (27/03), Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengumumkan, negaranya akan mengusir dua diplomat dari kedutaan Rusia di Canberra, sebagai sinyal tegas ke Rusia.

Akan tetapi, pada Rabu pagi, 28 Maret, Duta Besar Rusia untuk Rusia, Grigory Logvinov, mempertanyakan soal apa yang terjadi pada Sergei dan Yulia.

"Astaga, siapa yang dua anggota keluarga Skripal, setelah mereka diduga diracun?" tanyanya pada wartawan.

"Siapa yang telah melihat laporan medis sesungguhnya, disamping pernyataan politik bahwa mereka diracuni dengan tuduhan menggunakan kandungan kimia?"

Sergei dan Yulia dikatakan dalam kondisi stabil. tetapi kritis di sebuah rumah sakit di Salisbury. Mereka dilaporkan bisa alami kerusakan otak yang lama.

Dubes Grigory mempertanyakan apakah sebenarnya insiden ini hanyalah dibuat-buat.

"Jika kita mulai menganalisis apa saja, kita bisa sampai pada kesimpulan seperti itu," katanya.

"Setidaknya ini dibuat-buat."Komentar duta besar itu menyebabkan beberapa pertanyaan dari wartawan soal apakah menurutnya tuduhan tersebut sebagai bagian dari konspirasi melawan Rusia.

"Ini adalah kampanye yang diatur dengan baik ... Sekarang terserah negara-negara barat untuk pada akhirnya berhenti dan memahami bahwa kampanye anti-Rusia tidak memiliki masa depan," katanya.

Jurnalis menggunakan arahan Rusia telah menekan duta besarnya untuk membenarkan sejumlah klaim, termasuk pernyataan tidak ada mata-mata yang beroperasi di kedutaan Rusia di Canberra.

"Apakah Anda menyadari betapa bodohnya Anda saat mengatakan tidak ada mata-mata Rusia di Australia?" ujar salah satu pertanyaan kepadanya.

"Saya tidak merasa bodoh, karena saya tahu apa yang saya katakan," kata Dubes Logvinov.

Dubes Logvinov juga membantah kesalahan Rusia dalam pencaplokan wilayah Krimea serta jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 di timur Ukraina.

Saat ditanya soal apakah dunia berada di ambang Perang Dingin, Dubes Logvinov mengatakan, "Jika negara-negara barat menginginkannya."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.