Sukses

Mahfud MD: Dalam Hukum Nasional dan Internasional Papua Tidak Bisa Minta Merdeka

Mahfud MD menegaskan secara hukum mana pun Papua tidak bisa meminta referendum.

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Hukum Tata Negara Mahfud MD menjelaskan bahwa kerusuhan di Papua diawali kasus kriminalitas biasa dan rasialis yang justru kini membesar dan dimanfaatkan kelompok separatis untuk menuntut Papua merdeka.

Mahfud MD menegaskan secara hukum mana pun Papua tidak bisa meminta referendum. "Secara hukum papua itu tidak mungkin minta referendum, nggak mungkin, menurut hukum nasional kita nggak ada referendum untuk keperluan apapun di negeri ini," kata Mahfud di Gedung BPIP, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

"Apalagi untuk mengubah nasib satu daerah, wilayah, nggak ada referendum, nggak kenal negara hukum kita namanya referendum," tambahnya.

Selain tidak ada aturan dalam hukum nasional, permintaan referendum dalam suatu negara yang sah juga tidak ada dalam hukum internasional.

"Yang kedua, menurut hukum internasional juga tidak boleh Papua itu minta merdeka, karena Papua itu sudah menjadi bagian yang sah dari kesatuan negara yang berdaulat," ujarnya.

"Dalam pasal satu disebutkan disitu, setiap bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, termasuk untuk merdeka, tapi itu adalah situasi untuk menjelaskan negara jajahan pada saat itu, pada saat itu kan masih ada negara jajahan sehingga boleh menentukan nasibnya sendiri," jelasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Indonesia Berhak Pertahankan Papua

Sementara dalam Hukum Internasional juga dijelaskan, pada suatu negara yang memiliki kekusaan yang sah, maka berhak mempertahankan wilayah dengan segala daya dan upaya.

"Tetapi di dalam konferensi internasional juga disebutkan bahwa setiap negara yang tidak mempunyai kekuasaan yang sah atas suatu wilayah maka dia boleh mempertahankan negara itu dengan segala daya yang bisa dilakukan," katanya.

Oleh karena itu anggota dewan pengarah BPIP ini meminta pemerintah untuk membedakan pendekatan pada kaum separatis dan rakyat biasa yang hanya melakukan kriminal biasa seperti demo dan ujian kebencian.

"Kita pisahkan yang separatis siapa dan kriminil biasa siapa, yang kriminal biasa itu ujaran kebencian, demo, merusak itu kriminil biasa. Tapi yang separatis itu orang yang punya ide dan bergerak untuk melakukan minta kemerdekaan, referendum" jelasnya.

Mahfud yakin pada umumnya warga Papua tidak ikut gerakan separatis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.