Sukses

Mengais Rezeki di Tengah Tragedi

Tak lama setelah bom meledak di dua hotel di kawasan Mega Kuningan, Jaksel, sejumlah pedagang berhamburan mendekati lokasi kejadian. Mulai dari penjaja makanan dan minuman, hingga pedagang topi tumplek di dekat lokasi ledakan.

Liputan6.com, Jakarta: Ada gula, ada semut. Ada orang menyemut, pedagang pun ikut masuk. Bisa jadi itulah prinsip yang selalu digenggam para pedagang. Seperti yang terlihat saat bom meledak di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/7) pagi. Tak lama setelah bom meledak, sejumlah pedagang berhamburan mendekati lokasi kejadian. Mulai dari penjaja makanan dan minuman, hingga pedagang topi. Khusus pedagang topi, matahari saat itu memang terik menyinari Jakarta.

Pedagang lain yang juga mengais rezeki di kerumunan Bom Marriott II adalah Yanto, pedagang es cincau. Pria asal Karawang, Jawa Barat, ini memang sehari-hari berjualan di kawasan Mega Kuningan. Namun, lokasi yang biasanya disambangi Yanto adalah di depan sebuah masjid, sekitar 700 meter dari lokasi ledakan. Begitu mendengar bom, Yanto langsung mendekat Hotel Ritz Carlton atau hanya lima meter dari garis polisi.

Hingga pukul 10.30 WIB, Yanto mengaku sudah menjual 50 gelas dari total kapasitas 100 gelas. Di hari-hari biasa, jumlah itu dicapai Yanto pada jam 17.00 WIB. Namun, permintaan yang membludak tidak serta merta membuat Yanto menaikkan harga es cincau yang dipatok Rp 2.000 per gelas. "Nggak berani mas, takut ketahuan pembeli di sini," ujar pria yang tinggal di Menteng Dalam, Jaksel, ini.

Berbeda dengan tukang ojek sepeda motor di kawasan Mega Kuningan bernama Irwansyah. Ia mengaku menaikkan tarif hingga 100 persen. Meski belum mendapatkan pelanggan dalam jumlah banyak, Irwansyah mengaku sudah mendapatkan "tangkapan" besar. "Saya tadi nganter bolak-balik wartawan bule," ucap Irwansyah.

Wartawan asing itu, menurut Irwansyah, membayar ongkos Rp 100 ribu. Padahal, wilayah yang dijelajahi pekerja media asing itu tak pernah keluar dari kawasan Mega Kuningan. "Lumayan buat beli oli," kata Irwansyah.

Rezeki nomplok juga didapatkan Irwansyah saat bom meledak di depan Kedutaan Besar Australia, Kuningan, Jakarta Selatan, tahun 2004. Ketika itu, Irwansyah mampu mendapat penghasilan lebih dari Rp 250 ribu. Bahkan, rekannya sesama tukang ojek kala itu mendapat penghasilan Rp 1 juta. Pada hari-hari biasa, Irwansyah mengaku hanya mendapatkan Rp 50 ribu. Kala itu, sambung pria berkulit gelap ini, kemacetan akibat ledakan bom memang lebih besar karena terjadi di Jalan H.R. Rasuna Said yang lebih besar.

Terlepas dari etis tidaknya langkah taktis para pedagang kecil meraup keuntungan di saat orang lain menderita, jasa mereka memang dibutuhkan setidaknya oleh ratusan wartawan yang meliput Bom Marriott II.(ANS)