Â
Liputan6.com, Jakarta = Madani International Film Festival 2024 digelar selama empat hari, yakni pada 3--6 Oktober 2024. Bertema Marwah, festival film yang memasuki tahun ke-7 itu memberi panggung untuk situasi yang dialami rakyat di Palestina dan Sudan, dua negara yang dilanda konflik dan perang berkepanjangan.
Direktur Festival Film Internasional Madani Putut Widjanarko menjelaskan bahwa tema yang diusung merupakan bentuk keprihatinan atas penindasan dan penjajahan terhadap Palestina dan Sudan. Konflik yang terjadi menyebabkan eksodus pengungsi, krisis ekonomi, hingga lumpuhnya sistem kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Advertisement
"Marwah menjadi simbol untuk membangkitkan kembali negara-negara tersebut," kata Putut dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, 30 September 2024.
Total ada 57 film dari 20 negara yang akan diputarkan selama festival film berlangsung. Puluhan film itu lolos kurasi sesuai dengan tema yang diusung.Â
Goodbye Julia dari Sudan menjadi film pembuka di festival tersebut tahun ini. Film tersebut berkisah tentang seorang wanita dari Sudan yang bertahan hidup di tengah konflik. Karakter Mona dari Sudan Utara dilanda perasaan bersalah karena menyembunyinya sebuah kasus pembunuhan.Â
Ia berusaha menebus kesalahan dengan menerima janda dari almarhum, Julia, dan putranya, Daniel, untuk tinggal bersamanya. Di sisi lain, ketidakstabilan negara tersebut membuatnya harus menghadapi dosa-dosa yang telah dilakukannya. Secara keseluruhan, film ini menggambarkan tema penebusan, kesedihan, serta konflik yang dihadapi di tengah tantangan sosial dan politik. Satu lagi film dengan fokus Sudan berjudul This Jungo Life, kisah para pengungsi Sudan yang berupaya beremigrasi ke Eropa.
Â
Â
Menyoroti Kondisi Rakyat Palestina di Gaza
Putut juga menyampaikan bahwa mereka telah memilih dua film asing sebagai penutup. Pertama berjudul Walled Off karya sutradara Vin Arfuso yang dirilis tahun ini. Film tersebut diproduseri bersama oleh Alana dan Anwar Hadid, saudara kandung dua supermodel dunia, Gigi dan Bella Hadid; vokalis band Pink Floyd Roger Waters, dan cucu mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandel, Kweku Mandela.
Film itu akan diputarkan bersama-sama dengan film The Teacher karya sutradara Inggris kelahiran Palestina, Farah Nabulsi. Melalui pesan video, Farah Nabulsi mengisahkan syuting filmnya dua tahun lalu di tqnah Palestuna, dalam bayang-bayang militer Israel.Â
Palestina kembali terpilih menjadi host country lantaran situasi genosida yang dihadapi mereka sampai saat ini. Menurut Putut, hal itu dilakukan karena pihak Madani IFF belum mungkin meninggalkan Palestina dengan fenomena genosida yang sampai saat ini masih harus mereka hadapi.Â
"(Film itu) menggambarkan daya tahan hidup mereka dalam menjalani penjara besar di Gaza sehari-hari. Selain itu, tema keberagaman kehidupan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara juga menjadi fokus utama, mengingat kebudayaan Islam dikenal di berbagai kalangan," kata Putut.
Advertisement
Program Lain di Madani International Film Festival
Dalam festival tahun ini, panitia juga kembali menggelar Madani Short Film Competition. Pada 2024, tim kurator Madani menerima 1.504 film dari sineas berbagai negara. Sebanyak 16 finalis terpilih dan karyanya diputarkan di sela festival. Mereka tak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari Bahrain, Belgia, Denmark, Iran, Yordania, Maroko, dan Turkiye.
Madani IFF 2024 juga menerima 76 pendaftar yang mengirimkan film panjang (feature) non-kompetisi dan 163 pendaftar kategori film anak. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Madani IFF juga menganggap penting program untuk anak Madani Kids, demi menumbuhkan komunitas film Madani masa depan.Â
Panitia juga menggelar program Retrospeksi Madani IFF yang tahun ini menampilkan Hanung Bramantyo dan Film Islam, yang disambut baik sang sutradara sebagai sebuah kehormatan daan kebanggaan. Hanung juga menyampaikan, tema Marwah sangat dekat dengan ajaran Alquran, bahwa manusia harus menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hanung juga mengungkapkan film-filmnya merupakan ajakan untuk mewujudkan suatu transformasi sosial dan interpretasi-interpretasi baru terhadap Islam.Â
Puluhan film itu diputarkan bergiliran di berbagai tempat di Jakarta, seperti Taman Ismail Marzuki, Cinepolis Senayan Park, Metropole XXI, Universitas Paramadina, hingga Masjid Istiqlal.
"Film dekat dengan kehidupan masyarakat. Film bukan hal yang asing, dari dulu sejarah bioskop itu hingga ke pelosok-pelosok. Sebelum pandemi kami pernah bekerjasama dengan bioskop yang ada diatas pasar, sayangnya, sejak pandemi, bioskop tersebut sudah tidak ada, kami pun berupaya mencari teman baru untuk melanjutkan inisiatif ini," ungkap Krisnadi Yuliawan, Penulis Board Madani.
Â
Ruang Dialog dan Isu-isu Kontemporer
Festival Film Madani, yang didukung oleh DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) , telah menjadi ruang dialog inklusif bagi semua kalangan. Acara ini mencakup berbagai isu yang relevan, termasuk isu perempuan dan anak.
"Isu-isu tersebut mungkin tidak selalu diangkat dalam festival lain. Dalam situasi saat ini, kami merasa penting untuk menciptakan ruang di mana masyarakat dapat berdiskusi dan berbagi pandangan mengenai isu-isu yang ada. Kami melihat Madani sebagai ruang dialog untuk semua orang," ungkap Shuri Gietty Tambunan selaku anggota Komite Film Dewan Kesenian Jakarta.
Hikmat Darmawan selaku Produser Imaginarium Pictures, Board Madani menekankan bahwa setiap tahun, keunikan festival ini selalu dipengaruhi oleh konteks kontemporer. Sebelum pembuatan film, selalu ada penelusuran isu-isu kehidupan Muslim yang melekat dalam kehidupan sehari-hari.
"Kami memperhatikan isu-isu kontemporer yang terjadi. Oleh karena itu, tahun ini pembukaan festival diadakan di Cinepolis Senayan Park dengan harapan dapat menghadirkan suasana yang lebih baik," kata Hikmat.
Advertisement