Sukses

Penelitian di Eropa dan Amerika Ungkap 20 Persen Istri Usia 45--55 Tahun Ingin Ganti Suami

Pernikahan adalah suatu hal yang sakral untuk dijalani sepasang suami istri. Karena itu, dianjurkan untuk setiap pasangan agar setia satu sama lain.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah pernikahan mengajarkan kita akan kesetiaan, kesabaran, penguasaan diri serta kebaikan lainnya. Namun, terdapat temuan menarik di Eropa dan Amerika. Sebuah penelitian menemukan bahwa 20 persen istri di dua benua itu punya keinginan untuk berganti suami.

Dilansir dari video yang akun Instagram @bunsteutic, seorang dokter, ustazah sekaligus motivator bernama dr. Aisah Dahlan memaparkan bahwa istri berusia 45 tahun hingga 55 tahun menginginkan berganti pasangan.

"Bund, sejak usia berapa kalian pengen ganti suami?..😂,” tulis keterangan dalam unggahan pada 13 Mei 2024 itu.

"Ada penelitian di Eropa dan Amerika, wanita usia 45 tahun ke atas sampai 55 tahun, ada sekitar 20 persen perempuan itu kepengen ganti suaminya,” ucap dr Aisah Dahlan saat jadi pembicara dalam sebuah acara.

Perkataannya itu megundang tawa hadirin di acara tersebut yang sepertinya terdiri dari para ibu. Menurutnya, angka tersebut termasuk tinggi. 

"Itu 20 persen itu banyak loh, tinggi angka itu. Makanya dikatakan, pernikahan mengajarkan kita kesetiaan. Adakah kira-kira saking mungkin nggak paham, kesel, rasanya bener deh kalo ganti (suami) gimana ya?" ujarnya.

Untuk itu, ia menekankan bahwa sebuah pernikahan harus menerapkan kesetiaan agar setiap pasangan tetap hidup berdampingan menjalankan rumah tangga. Ia menambahkan, kesetiaan adalah salah satu langkah pasti yang membuat hidup terasa bahagia. Apalagi, menurutnya, istri perlu memiliki kesabaran yang berlebih dan selalu berusaha untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

"Sabar itu bukan diam saja, tetapi selalu usaha, ikhtiar karena sabar itu adalah gerak," katanya. Pasangan suami istri perlu saling memahami dan bertoleransi untuk menjaga keharmonisan hubungan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ganti Kelakuan Suami

dr. Aisah Dahlan juga memberikan tips untuk mengatasi rasa jengkel dan marah dalam pernikahan. Kuncinya adalah dengan menguasai diri dan selalu mengingat Allah.

"Pernah jengkel dan pengen marah bu kita, wajar aja. Tapi kita diajarkan untuk kuasai diri dan selalu mengingat Allah," tuturnya.

Unggahan itu mendapat beragam komentar dari warganet. Ada yang setuju dengan hasil penelitian tersebut, tapi ada juga yang mengaku ingin mengganti kelakuan suaminya .

"Jangnkan kan umur 45 .. skrng aja umur saya 33 rasanya pengen ganti suami 😂😂😂😂😂😂," komentar seorang warganet.

"Yang diganti orangnya gt? gmn kalo ganti kelakuan ajalah 😂😂 bukan fisik sebetulnya kebanyakan yg pgn diganti kan, tp sifat, kelakuan, kebiasaan. tp ya emang syulit sii 😂😂,” sahut warganet lain.

"Aq gak pengen ganti suami, nambah aja gimana? 😂😂😂wkakakaka,” celetuk yang lain.

"Udah gak kepikiran laki buu mikirin nya mau banyak duit duit duit dan duiitttttt 🤣🤣💃🏼💃🏼,” kata warganet lain.

"Wadduhhh, jangan deh yang skrg aja 1 aja sampai nanti dihari kebangkitan,” timpal warganet lainnya.

3 dari 4 halaman

93 Persen Gugatan Cerai Diajukan oleh Perempuan

Tahun lalu, Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag RI) H. Agus Suryo Suripto mengatakan bahwa Indonesia sedang menghadapi masalah keluarga yang serius. Salah satunya masalah perceraian.

"Perceraian di Indonesia itu 24,8 persen, ngeri sekali. Satu dari empat keluarga di Indonesia berakhir di Pengadilan Agama," ujar Agus dalam temu media di Jakarta Pusat, Jumat, 6 Oktober 2023, melansir kanal Health Liputan6.com.

Agus juga menyampaikan bahwa mayoritas penggugat adalah dari pihak perempuan. Dan perempuan yang menggugat perceraian kebanyakan adalah yang mapan secara ekonomi. "Yang lebih miris lagi, 93 persen (gugatan cerai) itu diajukan oleh perempuan. Dari 93 persen perempuan yang mengajukan gugat cerai itu, 73 persen adalah perempuan-perempuan yang mapan secara ekonomi," jelas Agus.

Sementara itu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, sebanyak 447.743 kasus perceraian terjadi pada tahun 2021. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 291.677 perkara. Data BPS tersebut hanya mencakup perceraian untuk orang Islam saja.

4 dari 4 halaman

Penyebab Perceraian di Indonesia

Sedangkan, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama terdapat sejumlah penyebab dari perceraian, yaitu aktor perselisihan dan pertengkaran, ekonomi, meninggalkan salah satu, KDRT, mabuk, murtad, dihukum penjara, judi, poligami, zina, kawin paksa, cacat badan, madat, dan lainnya.

Perceraian merupakan hal yang tidak diinginkan atau diantisipasi pasangan suami istri setelah menikah, apalagi jika mengingat bahwa perkawinan itu sebenarnya adalah hal sakral. Pernikahan atau perkawinan adalah hal yang didambakan semua insan demi mencapai kebahagiaan dengan membentuk sebuah rumah tangga.

Namun, seringkali perceraian menjadi jawaban terakhir ketika tak ada lagi kecocokan ataupun keharmonisan dalam sebuah rumah tangga. Mungkinkah lembaga perkawinan tidak lagi dipandang sakral?

Alasan gugatan perceraian di masyarakat pun beragam. Psikolog dewasa, Nirmala Ika menilai berdasarkan data yang ada, penyebab perceraian tertinggi disebabkan oleh perselisihan atau ketidakcocokan, diikuti oleh Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), lalu masalah finansial.

Menurut dia, ketidakcocokan berdasarkan kacamata psikologi merupakan hal yang lumrah terjadi pada pasangan suami istri. Itu karena keduanya tumbuh dari keluarga, budaya yang berbeda dan beraneka ragam.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.