Sukses

Nasihat Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani tentang Rezeki

Bagaimana pandangan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani tentang Rezeki?

Liputan6.com, Cilacap - Rezeki merupakan karunia dari Allah SWT kepada manusia. Definisi rezeki tak hanya berkutat pada persoalah materi semata.

Pemberian Allah berupa karunia sehat yang sifatnya nonmateri juga merupakan rezeki. Bahkan rezeki yang berupa kesehatan merupakan rezeki tingkat tinggi yang nilainya jauh lebih berharga dibandingkan harta.

Masalah rezeki menjadi salah satu hal yang di bahas oleh para ulama, tak terkecuali Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

Pandangannya perihal rezeki sangat menarik untuk disimak. Salah satunya ialah pandangan bahwa rezeki sudah dijamin oleh Allah SWT. Oleh sebab itu tak perlu merisaukannya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Allah Menanggung Rezeki Seluruh Makhluknya

Melansir NU Online, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, wali terkenal, coba mengingatkan kembali orang yang meragu perihal rezeki yang sudah dijamin oleh Allah SWT.

Abdul Qadir mengatakan bahwa keraguan dan kegamangan perihal rezeki merupakan sesuatu yang tidak perlu karena Allah telah mengatur rezeki masing-masing orang.

Dalam nasihatnya pada Kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmani, Syaikh Abdul Qadir mengatakan keraguan dan ambisi perihal harta kerap menjerumuskan orang ke dalam keburukan.

Banyak orang, kata Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, menjadi tamak dan jauh dari kebaikan karena memiliki ambisi dan hasrat gila perihal rezeki. Hal ini merupakan efek samping dari keraguan pada pembagian Allah yang membuat jiwa gelisah.

الرِّزْقُ مَقْسُومٌ لايزيد لا ينقص ولا يتقدم ولا يتأخر أنت شاك في ضمان الحق عز وجل، حريص على طلب ما لم يقسم لك، حرصك قد منعك عن الحضور عند العلماء ومشاهد الخير أن تنقص أرباحك وأن يقل زبونك

Artinya, "Rezeki sudah dibagi (diatur pembagiannya), tidak lebih, tidak kurang, tidak maju, dan tidak mundur. Sementara kamu ragu dengan jaminan Allah dan berambisi untuk menuntut rezeki yang bukan bagianmu? Padahal ambisi atau hasrat itu yang mencegahmu untuk berdekatan dengan ulama dan forum-forum kebaikan karena khawatir keuntungan dan dan pelangganmu berkurang?" (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmani, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], halaman 98).

3 dari 3 halaman

Allah Telah Mengatur Rezeki Masing-masing

Berkaitan dengan penjelasan Syekh Abdul Qadir, sebuah hadits menerangkan bahwa Allah telah mengatur rezeki dan ajal masing-masing orang. Keduanya akan mendatangi masing-masing orang sesuai ketentuan Allah untuknya.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرِّزْقُ مَقْسُومٌ وكذا الرزق يطلب العبد كما يطلبه أجله

Artinya, "Rasulullah SAW bersabda, ‘Rezeki sudah dibagi (diatur pembagiannya). Sebagaimana rezeki, ajal pun mengejar manusia,'" (HR Al-Ajaluni fi Kasyfil Khafa).

Kepada orang yang cemas, ragu, gamang, gelisah, dan khawatir perihal rezeki, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selanjutnya mengingatkan mereka pada kuasa Allah. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengajak mereka untuk mengingat kembali pemberian rezeki selama ini.

"Pada saat kamu di dalam kandungan ibumu, siapa yang memberikanmu asupan makanan? Apakah kamu bergantung pada dayamu, dinar-dirhammu, laba penjualanmu, atau penguasa di negerimu?" kata Syekh Abdul Qadir (Al-Jailani, 2005 M/1425-1426 H: 99).

Semua pihak yang kamu jadikan sandaran, kata Syekh Abdul Qadir, adalah tuhanmu. Semua pihak yang kamu takuti dan harapkan adalah tuhanmu. Semua pihak yang kamu anggap dapat memberikan manfaat dan mudharat juga adalah tuhanmu. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menganjurkan mere

ka untuk bertobat dari kemusyrikan seperti ini sebelum Allah menutup pintu semua makhluk-Nya untuk mereka. "Kemusyrikan seperti ini yang kusaksikan hinggap pada banyak orang, paling umum menghinggapi mereka yang bermaksiat."

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mendoakan mereka yang bertobat dari kemusyrikan sejenis agar Allah menerima tobat mereka, memandang mereka dengan rahmat, dan memperlakukan mereka dengan lemah lembut. Adapun yang perlu diingat bahwa nasihat ini bukan berarti menafikan upaya dan ikhtiar manusiawi untuk membuka pintu rezeki Allah. Nasihat ini mendorong kita untuk tetap bersikap tenang dan tenterang di tengah upaya dan ikhtiar dalam menerima rezeki Allah.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul