Sukses

Persaksian Kebaikan Jelang Pemakaman Mayit, Benarkah Ringankan Siksa Kubur?

Bukan sekadar tradisi, ini makna persaksian jenazah dalam Islam.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam tradisi Islam, saat menjelang pemakaman, seringkali kita mendengar ungkapan mengenai persaksian terhadap jenazah dan bagaimana amal perbuatannya selama hidup. Persaksian ini bisa berasal dari anggota keluarga, teman, tetangga, atau komunitas yang mengenal jenazah.

Persaksian semacam ini di Indonesia tentunya disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan dari masing-masing wilayah. Di Jawa Tengah, seorang tokoh biasanya menanyakan tentang kebaikan jenazah, bahkan sampai tiga kali pertanyaan tersebut diulang.

Oleh karena itu, dalam prosesi pemakaman, ketika orang-orang memberikan persaksian terhadap jenazah, hal ini bukan hanya sekedar tradisi, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam.

Jika banyak orang memberikan kesaksian baik, hal itu diharapkan menjadi pertanda baik bagi jenazah di alam kubur hingga akhirat.

Sebaliknya, jika kesaksian yang diberikan cenderung negatif, ini bisa menjadi peringatan bagi orang yang masih hidup untuk selalu memperbaiki diri dan berbuat baik kepada sesama.

Islam menekankan pentingnya hidup dengan baik, berbuat amal saleh, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain, karena kesaksian orang-orang di sekitar kita pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap penilaian amal kita di hadapan Allah SWT.

Konsep ini memiliki dasar dalam ajaran Islam, di mana kesaksian orang-orang sekitar terhadap kebaikan atau keburukan seseorang bisa menjadi indikator bagaimana dia hidup dan memperlakukan orang lain.

Lantas, benarkah persaksian kebaikan mayit semasa hidupnya bisa meringankan siksa kubur?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjelasan Hadis Alam Kubur

Mengutip Bincangsyariah.com, Imam As-Suyuthi dalam kitab Lubbabul Hadis dalam Bab Keutamaan Mengingat Alam Kubur, menyebutkan sebuah hadis berikut ini

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا وُضِعَ فِى الْقَبْرِ وَأُقْعِدَ وَقَالَ أهْلُهُ وَأَقْرِبَاؤُهُ وَأَحِبَّاؤُهُ وَأَبْنَاؤُهُ وَاسَيِّدَاهُ وَاشَرِيْفَاهُ وَاأمِيْرَاهُ قَالَ لَهُ الْمُلْكُ اسْمَعْ مَا يَقُوْلُوْنَ أَنْتَ كُنْتَ سَيِّدًا وَأَنْتَ شَرِيْفًا وَأَنْتَ أمِيْرًا قَالَ الْمَيِّتُ: يَا لَيْتَهُمْ لَمْ يَكُوْنُوْا فَيَضْغَطُهُ ضَغْطَةً تَخْتَلِفُ بِهَا أَضْلَاعُهُ}

Nabi SAW bersabda, “Sungguh seorang hamba yang mukmin jika diletakkan di dalam kuburan dan didudukkan, keluarganya, kerabat-kerabatnya, orang-orang yang dikasihinya, anak-anaknya, tuan-tuannya, orang-orang dimuliakannya, dan pemimpin-pemimpinnya membicarakan tentangnya. Malaikat berkata kepadanya, “Dengarkan apa yang mereka katakan, kamu dulu adalah seorang junjungan, kamu seorang yang mulia, dan kamu adalah seorang pemimpin.” Mayyit itu pun berkata, ‘Seandainya mereka tidak mendapatkan (seperti yang mereka bicarakan), maka ia (mayit itu) akan dihimpit dengan himpitan yang dapat memecah tulang-tulang rusuknya.” (HR. Suyuthi) Namun berdasarkan penelusuran Annisa Nurul Hasanah, seorang Peneliti el-Bukhari Institute menyatakan bahwa hadis ini belum ditemukan sanad dan perawinya.

Begitupun dalam penjelasan Imam An-Nawawi Al-Bantani ketika mensyarah (memberi penjelasan dan penafsiran) hadis ini tidak menyebutkan riwayat dan perawinya.Rata-rata hadis yang tercatat dalam kitab Lubab al-Hadits ini memang tidak dicantumkan sanadnya.

Tapi menurut pernyataan Imam As-Suyuthi, hadis-hadis dalam kitabnya ini memiliki derajat yang shahih. Meski akhirnya pendapat itu disanggah oleh Imam Nawawi yang menyatakan bahwa ternyata tidak semuanya shahih ada pula yang dhaif.

 

3 dari 3 halaman

Hadis Ini Jelaskan Pujian dapat Ringankan Siksa Kubur

Namun terdapat hadis lain yang semakna dengan hadis tersebut di atas. Yaitu hadis yang disampaikan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya kiranya cukup menjadi dasar untuk hal ini. Sebuah hadits yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik RA menuturkan:

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَجَبَتْ» ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا، فَقَالَ: «وَجَبَتْ» فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: «هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ

Artinya: “Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari)

Hadis shahih ini membenarkan bahwa persaksian baik dapat memperingan siksa kubur seseorang. Jika dalam riwayat Imam Suyuthi sang mayit akan dihimpit dengan tanah jika bukan karena persaksian baik para orang hidup.

Maka Hadis riwayat Imam Bukhari ini secara umum juga menyatakan hal yang sama bahwa karena pujian baik dan kesaksian orang hidup maka sang penghuni kubur berhak surga sebaiknya jika celaan yang didapatkannya maka baginya neraka.

Menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, ketika orang-orang untuk memuji kebaikan orang yang meninggal menunjukkan bahwa orang tersebut termasuk ahli surga, baik pada kenyataannya perilakunya sesuai dengan pujian tersebut maupun tidak.

Ilham yang diberikan Allah kepada orang-orang untuk memberikan kesaksian baik pada si mayit bisa dijadikan tanda terealisasinya kehendak tersebut.

Di samping itu, hadis ini juga menunjukkan bahwa setiap orang hendaknya menjalin hubungan yang baik dengan sesama saat masih hidup dan jangan sampai menyakiti dan mendzalimi orang lain sebab kesalahan terhadap manusia tidak akan dimaafkan oleh Allah sebelum yang bersangkutan mendapatkan maaf dari orang yang didzaliminya. Wallahu’alam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.