Sukses

Mengenal KRIS dalam BPJS Kesehatan, Apa Bedanya dengan Sistem Kelas 1, 2, dan 3?

KRIS atau Kelas Rawat Inap Standar, adalah kelas baru yang akan diberlakukan dalam layanan BPJS Kesehatan di rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta Sejak pengumuman Presiden Jokowi pada bulan Mei 2024, masyarakat mulai ramai membicarakan tentang KRIS sebagai kelas baru yang akan diberlakukan dalam layanan BPJS Kesehatan. KRIS merupakan singkatan dari Kelas Rawat Inap Standar, yang akan menggantikan kelas 1, 2, dan 3 dalam sistem BPJS Kesehatan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Jokowi, dijelaskan bahwa rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan diharapkan untuk menerapkan layanan KRIS mulai 30 Juni 2025. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan.

Namun, banyak yang bertanya-tanya apakah pengenalan KRIS ini akan berdampak pada kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Lalu apa kelebihan dari sistem KRIS ini? Simak penjelasan selengkapnya  berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (17/5/2024).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Apa Itu KRIS?

KRIS atau Kelas Rawat Inap Standar, adalah kelas baru yang akan diberlakukan dalam layanan BPJS Kesehatan di rumah sakit. KRIS adalah sistem baru yang bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam akses layanan kesehatan di Indonesia.

Dalam kelas KRIS, pasien BPJS Kesehatan akan mendapatkan pelayanan medis yang lebih baik dan lebih intensif di rumah sakit. Tujuan dari KRIS adalah untuk memberikan perawatan yang sama bagi semua pasien BPJS Kesehatan, tanpa memandang status sosial dan ekonomi mereka.

KRIS BPJS Kesehatan ini memberikan manfaat bagi pasien yang membutuhkan perawatan intensif seperti di unit perawatan intensif (ICU). Dengan adanya KRIS, diharapkan pasien BPJS Kesehatan tidak lagi mendapatkan pelayanan yang kurang memadai dibandingkan dengan pasien lainnya.

Selain itu, KRIS juga memberikan perlindungan finansial kepada pasien BPJS Kesehatan. Pasien tidak perlu lagi khawatir dengan biaya perawatan intensif di rumah sakit karena semuanya sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Perpres 59 Tahun 2024 mengamanatkan sistem KRIS diberlakukan secara bertahap. Pemerintah memberikan tenggat sistem ini harus bisa dilakukan di semua rumah sakit di Indonesia yang bekerja sama dengan BPJS paling lambat 30 Juni 2025.

Dalam implementasinya, KRIS melibatkan berbagai pihak termasuk rumah sakit, BPJS Kesehatan, dan para dokter. Diharapkan dengan adanya kelas KRIS, akses pelayanan medis yang berkualitas akan semakin merata bagi semua pasien BPJS Kesehatan di Indonesia.

 

3 dari 5 halaman

Kriteria Ruang Rawat

Kriteria Ruang Rawat dalam penerapan sistem KRIS BPJS Kesehatan adalah serangkaian standar yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam merawat pasien dengan menggunakan sistem KRIS. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Tahun 2022, terdapat 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.

Pertama, komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan pasien di dalam ruangan rawat. Selanjutnya, ventilasi udara juga menjadi salah satu kriteria penting, agar udara dalam ruangan tetap segar dan bersih.

Kemudian, pencahayaan ruangan juga harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pasien. Kelengkapan tempat tidur, termasuk nakas tempat tidur, juga harus tersedia di ruangan rawat.

Untuk menjaga kenyamanan pasien, temperatur ruangan dalam kisaran 20-26 derajat Celsius juga harus dipertahankan. Selain itu, ruang rawat juga harus dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Selain itu, kepadatan ruang rawat juga harus diperhatikan. Jumlah maksimal tempat tidur per ruang rawat inap adalah 4 tempat tidur. Adanya tirai atau partisi antar tempat tidur juga diperlukan untuk menjaga privasi pasien.

Terdapat pula kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang harus tersedia, serta kamar mandi harus memenuhi standar aksesibilitas. Terakhir, outlet oksigen juga harus tersedia di ruang rawat.

Dengan memenuhi kriteria-kriteria ini, diharapkan pasien BPJS Kesehatan yang dirawat menggunakan sistem KRIS dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman.

 

4 dari 5 halaman

Apakah Iuran BPJS Akan Naik?

Penerapan sistem KRIS pada layanan rawat inap BPJS Kesehatan diyakini akan memengaruhi besaran iuran para peserta. Hal ini sesuai dengan informasi yang terdapat dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang mengisyaratkan adanya pengaruh tersebut. Bahkan, penerapan iuran baru ini direncanakan akan mulai berlaku paling lambat pada 1 Juli 2025.

Besaran iuran peserta BPJS Kesehatan akan bergantung pada hasil evaluasi yang dilakukan selama tahap awal penerapan KRIS. Evaluasi ini akan dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan koordinasi bersama BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan menteri yang bertanggung jawab di bidang keuangan.

Dalam Perpres 59 Tahun 2024, terdapat Pasal 103B yang menyebutkan bahwa evaluasi tersebut akan mencakup fasilitas ruang perawatan di setiap rumah sakit. Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap nantinya akan menjadi dasar untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran BPJS Kesehatan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan sistem KRIS, iuran BPJS Kesehatan kemungkinan akan mengalami perubahan. Namun, besaran perubahan tersebut masih bergantung pada hasil evaluasi dan koordinasi yang akan dilakukan oleh pihak terkait.

 

5 dari 5 halaman

Layanan yang Tak Ditanggung

Dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan akan menerapkan kelas baru yang dikenal sebagai KRIS. Namun, meskipun adanya peningkatan ini, ada beberapa pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan menurut Perpres 59 Tahun 2024.

Daftar Layanan Tak Ditanggung ini mencakup beberapa kategori, termasuk kecelakaan lalu lintas. Dalam perubahan Pasal 52, program jaminan kecelakaan lalu lintas tidak lagi dijamin oleh BPJS Kesehatan. Jadi, jika seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas, pelayanan kesehatannya tidak akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Selain itu, ada juga beberapa pelayanan kesehatan yang tidak termasuk dalam cakupan BPJS Kesehatan. Contohnya adalah alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik. Hal ini berarti bahwa jika seseorang membutuhkan alat atau obat kontrasepsi, mereka harus membayarnya sendiri.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga tidak akan menanggung pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang. Ini adalah perubahan penting yang perlu diperhatikan oleh peserta BPJS Kesehatan.

Dengan pemahaman tentang Daftar Layanan Tak Ditanggung menurut Perpres 59 Tahun 2024 dan perubahan dalam Pasal 52, peserta BPJS Kesehatan dapat merencanakan pengeluaran kesehatan mereka dengan lebih baik. Penting untuk selalu mengetahui batasan dan ketentuan yang berlaku untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan kita.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.