Sukses

Binge Eating Adalah Gangguan Perilaku Makan, Simak Gejala dan Penyebabnya

Binge eating adalah gangguan perilaku makan, di mana terdapat episode rutin makan dengan porsi yang banyak.

Liputan6.com, Jakarta Binge eating adalah gangguan perilaku makan yang sering kali diabaikan, bahkan dianggap sebagai perilaku makan berlebihan biasa. Namun, binge eating sebenarnya merupakan sebuah gangguan serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Orang yang mengalami binge eating memiliki kecenderungan, untuk mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan dalam satu waktu, serta merasa tidak dapat berhenti makan meskipun sudah merasa kenyang.

Binge eating adalah jenis gangguan yang memiliki beragam tanda dan gejala, termasuk sikap obsesif terhadap makanan, sering merasa malu dan bersalah setelah makan secara berlebihan, hingga melakukan isolasi sosial akibat kecemasan mengenai tubuh dan pola makan.

Binge eating juga dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, seperti peningkatan berat badan, masalah pencernaan dan risiko penyakit yang terkait dengan kelebihan berat badan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya gangguan ini antara lain stres, gangguan psikologis dan pola makan yang tidak sehat.

Penting untuk diingat bahwa binge eating adalah gangguan serius yang membutuhkan perhatian dan pengobatan yang tepat. Untuk itu, jika Anda atau orang terdekat Anda mengalami tanda-tanda binge eating, sebaiknya mencari bantuan dari profesional. Berikut ini gejala binge eating yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (15/4/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Apa Itu Binge Eating (BED) dan Gejalanya

Binge Eating adalah jenis gangguan perilaku makan yang ditandai dengan konsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan secara berkala. Penderita BED merasa tidak bisa mengendalikan keinginan untuk makan secara berlebihan, bahkan saat mereka sudah merasa kenyang. Gangguan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan emosional yang serius. Meskipun sebagian besar penderita BED memiliki berat badan yang lebih tinggi dari rata-rata, gangguan ini dapat terjadi pada semua jenis tubuh, termasuk mereka yang memiliki berat badan normal atau kurang. Tekanan sosial yang terkait dengan berat badan dan citra tubuh, dapat menjadi faktor risiko bagi pengembangan BED.

Berikut ini beberapa gejala Binge Eating Disorder (BED)

  1. Mengonsumsi jumlah makanan yang besar dalam waktu singkat, misalnya dalam periode 2 jam.
  2. Mengunyah makanan dengan sangat cepat dibandingkan dengan orang normal.
  3. Makan hingga merasa sangat kenyang, yang menyebabkan ketidaknyamanan di perut.
  4. Makan dalam jumlah besar bahkan tanpa merasa lapar.
  5. Melakukan konsumsi makanan secara sembunyi-sembunyi karena malu atau rasa bersalah.
  6. Merasa jijik, depresi, malu, kesal, atau bersalah setelah melakukan episode makan berlebihan.

Selain itu, seseorang yang menderita BED juga dapat menunjukkan gejala lain seperti:

  1. Sering melakukan diet, tetapi mengalami kesulitan untuk mempertahankan diet tersebut dan menurunkan berat badan.
  2. Menimbun makanan, yaitu menyimpan atau menyembunyikan persediaan makanan secara berlebihan.
  3. Merasa sensitif, kesal, atau marah ketika berbicara tentang makanan atau mendengar tentang body shaming.
  4. Mengalami perasaan cemas, putus asa, dan memiliki rasa percaya diri yang rendah.

 

3 dari 4 halaman

Penyebab Binge Eating Disorder

1. Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan salah satu penyebab utama terjadinya binge eating atau gangguan perilaku makan berlebih. Gangguan ini ditandai dengan konsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan dan sulit untuk menghentikannya. Ketika seseorang mengalami tekanan emosional atau stres yang tinggi, makan menjadi salah satu mekanisme untuk mengatasi perasaan tersebut. Seseorang yang mengalami kecemasan yang berkepanjangan atau depresi, seringkali menggunakan makanan sebagai koping untuk mengurangi gejala-gejala emosional yang dirasakan. Selain itu, rendahnya harga diri juga dapat mempengaruhi perilaku makan yang tidak terkendali. Seseorang yang merasa tidak puas atau tidak menerima diri sendiri, seringkali menggunakan makanan sebagai pelarian untuk mengisi kekosongan emosional.

2. Tekanan sosial dan budaya

Tekanan sosial dan budaya dapat berkontribusi signifikan terhadap perkembangan binge eating. Dalam konteks sosial, adanya tekanan untuk mencapai standar kecantikan yang dimiliki oleh masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya. Hal ini dapat memicu timbulnya rasa rendah diri dan kecemasan terkait penampilan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pola makan. Budaya makan yang tidak sehat juga dapat menjadi faktor pemicu. Beberapa budaya memiliki kebiasaan makan berlebihan dalam acara-acara tertentu, seperti pernikahan atau perayaan yang sering kali dilakukan, dengan tujuan memperlihatkan sosial dan ekonomi seseorang. Terlibat dalam kebiasaan makan seperti ini secara berulang-ulang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontrol atas pola makanannya.

3. Faktor genetik

Faktor genetik memiliki peran penting dalam pengembangan dan perkembangan binge eating. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan riwayat keluarga gangguan makan seperti binge eating memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi tersebut. Faktor genetik dapat mempengaruhi sejumlah mekanisme biologis yang terkait dengan binge eating. Salah satu mekanisme ini adalah regulasi emosi. Individu dengan binge eating cenderung memiliki kesulitan dalam mengatur emosi mereka, sehingga makan menjadi cara untuk mengatasi stres dan emosi negatif. Meskipun faktor genetik dapat memberikan dasar yang kuat untuk mengembangkan binge eating, penting untuk diingat bahwa faktor lingkungan juga memainkan peran penting.

4. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan memainkan peran penting, dalam mempengaruhi terjadinya binge eating disorder. Lingkungan yang merangsang dan mempromosikan pola makan yang tidak sehat, dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan gangguan perilaku makan ini. Ketika seseorang berada di sekitar makanan yang menggoda dan tidak sehat, seperti makanan ringan dan makanan cepat saji, mereka cenderung mengonsumsi makanan tersebut dalam jumlah berlebihan. Selain itu, adanya tuntutan sosial juga dapat mempengaruhi perilaku makan seseorang. Misalnya, tekanan untuk mengikuti diet atau tuntutan sosial untuk mengonsumsi makanan dalam acara-acara sosial dapat menyebabkan binge eating.

5. Perubahan hormonal

Selain faktor psikologis dan lingkungan, perubahan hormonal juga dapat berperan dalam terjadinya binge eating. Salah satu hormon yang terlibat dalam regulasi nafsu makan adalah hormon ghrelin. Ghrelin diproduksi oleh lambung dan bertanggung jawab dalam meningkatkan nafsu makan. Pada individu dengan binge eating, produksi ghrelin mungkin menjadi tidak teratur, sehingga menyebabkan keinginan untuk terus makan. Selain itu, perubahan hormon stres juga dapat berkontribusi pada binge eating. Ketika seseorang mengalami stres, hormon kortisol diproduksi lebih banyak. Tingkat kortisol yang tinggi dapat mempengaruhi metabolisme tubuh dan mengganggu regulasi nafsu makan. Akibatnya, individu yang mengalami stres mungkin lebih rentan terhadap binge eating.

 

4 dari 4 halaman

Cara Mengatasi Binge Eating

1. Konsultasikan dengan profesional kesehatan

Binge eating adalah jenis gangguan perilaku makan yang mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia. Banyak individu yang menderita binge eating tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah kesehatan yang serius. Oleh karena itu, sangat penting untuk konsultasikan dengan profesional kesehatan jika Anda merasa sulit untuk mengendalikan pola makan Anda. Konsultasi dengan profesional kesehatan, seperti ahli gizi atau psikolog klinis, dapat memberikan bantuan dan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi gangguan makan ini.

Mereka akan membantu Anda dalam mengidentifikasi faktor pemicu binge eating dan memberikan saran tentang cara mengelolanya. Seorang ahli gizi juga dapat membantu Anda dalam merancang rencana makan yang sehat dan seimbang, yang dapat membantu Anda mengurangi kebiasaan makan berlebihan. Selain itu, psikolog klinis dapat membantu Anda dalam memahami akar penyebab dari binge eating dan melibatkan Anda dalam terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang salah terkait makan, sehingga Anda dapat mengelola stres dan emosi yang mungkin menjadi pemicu binge eating.

2. Terapi psikologis

Terapi psikologis merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan, untuk mengatasi binge eating disorder. Terdapat beberapa bentuk terapi psikologis yang efektif dalam membantu individu yang mengalami gangguan perilaku makan ini. Pertama, terapi kognitif-behavioral (CBT) telah terbukti efektif dalam mengatasi binge eating disorder. Terapi ini fokus pada mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat terkait dengan makan. Dalam CBT, individu akan belajar memahami dan mengidentifikasi pikiran dan perasaan yang memicu binge eating, serta mengembangkan strategi untuk mengatasinya.

Selain itu, terapi interpersonal juga sering digunakan sebagai pendekatan psikologis, untuk mengobati binge eating disorder. Terapi ini berfokus pada meningkatkan hubungan interpersonal yang sehat dan membantu individu mengelola emosi yang terkait dengan makan. Dalam terapi ini, individu diajarkan keterampilan komunikasi yang efektif, menetapkan batasan pribadi yang sehat, dan mengatasi konflik interpersonal. Terakhir, terapi dialihkan (DBT) juga bisa menjadi pilihan dalam mengatasi binge eating disorder. Terapi ini membantu individu memperoleh keterampilan pengaturan emosi dan menerima diri sendiri. DBT mengintegrasikan aspek-aspek CBT dengan teknik-teknik mindfulness.

3. Mengatur pola makan yang seimbang

Salah satu cara untuk mengatasi binge eating adalah dengan mengatur pola makan yang seimbang. Mengatur pola makan yang seimbang berarti menjaga keseimbangan antara jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Hal ini penting untuk menjaga tubuh tetap sehat dan mencegah keinginan untuk binge eating.

Beberapa tips untuk mengatur pola makan yang seimbang adalah sebagai berikut:

  1. Mengonsumsi makanan pada waktu yang sama setiap hari dapat membantu mengontrol nafsu makan dan menghindari binge eating.
  2. Memilih makanan yang kaya nutrisi seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein dapat membuat kita merasa kenyang lebih lama dan mengurangi dorongan untuk binge eating.
  3. Biasanya, binge eating terjadi saat sedang stres atau emosi negatif. Menghindari makan dalam keadaan tersebut dapat membantu mengurangi kecenderungan untuk binge eating.

Dengan mengatur pola makan yang seimbang, kita dapat mengontrol binge eating dan menjaga kesehatan tubuh. Jika mengalami kesulitan dalam mengatur pola makan yang seimbang atau merasa sulit untuk mengontrol binge eating, sebaiknya segera mencari bantuan dari profesional kesehatan agar masalah ini dapat ditangani dengan baik.

4. Mengendalikan emosi negatif

Binge eating seringkali terjadi sebagai respons terhadap emosi negatif seperti stres, kesedihan, atau depresi. Oleh karena itu, pengendalian emosi negatif menjadi kunci dalam mengatasi binge eating. Pertama-tama, penting untuk mengenali dan mengidentifikasi emosi negatif yang muncul sebelum binge eating terjadi. Dengan menyadari dan memahami pengaruh emosi tersebut, seseorang dapat lebih siap untuk menghadapinya. Langkah selanjutnya adalah mencari cara-cara alternatif untuk mengatasi emosi negatif tersebut tanpa melibatkan makanan berlebih. Misalnya, berbicara dengan teman atau anggota keluarga, menulis di jurnal, atau mencoba teknik relaksasi seperti meditasi atau pernapasan dalam.

Selain itu, menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung juga penting dalam mengendalikan emosi negatif. Hindari membeli makanan yang memicu binge eating, seperti makanan ringan atau junk food. Sebaliknya, pilihlah makanan sehat dan nutrisi yang dapat memberikan dukungan untuk kesehatan mental dan fisik. Juga, penting untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga atau teman, atau bahkan berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental jika diperlukan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.