Sukses

Kandungan Surat Al-Kafirun Ayat 1-6, Lengkap Teks Arab, Latin, dan Arti

Kandungannya menegaskan tentang tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal mencampuradukkan ajaran agama.

Liputan6.com, Jakarta - Surat Al-Kafirun dalam Al-Qur'an, merupakan surat ke-109 dalam juz 30. Kandungan surat Al-Kafirun ayat 1-6 berkaitan erat dengan peristiwa yang terjadi antara Nabi Muhammad SAW dan kaum kafir Quraisy. Surat ini termasuk dalam kategori surat Makiyyah, yang berarti bahwa surat ini diturunkan di Mekkah.

Kandungan pokok isi dari surat Al-Kafirun adalah menekankan bahwa tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal mencampuradukkan ajaran agama. Penurunan surat ini berawal dari upaya terus-menerus kaum kafir Quraisy untuk menghentikan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam.

Ayat 1-6 surat ini menggarisbawahi pentingnya tauhid dalam Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah, serta menolak segala bentuk kompromi dalam masalah keyakinan. Selain itu, surat ini juga mengingatkan tentang pentingnya menghormati pilihan keyakinan individu, sambil tetap mempertahankan kesetiaan terhadap aqidah tauhid, yang merupakan prinsip mendasar dalam Islam.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang kandungan surat Al-Kafirun ayat 1-6, Minggu (1/10/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Arab-latin: qul yā ayyuhal-kāfirụn

Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir!"

Kandungan surat al-Kafirun ayat pertama, Allah memberikan pesan yang sangat tegas kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyeru dengan tekad orang-orang yang memilih tidak menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW. Mereka yang menolak untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh Nabi SAW disebut sebagai orang-orang kafir.

Dalam buku berjudul "Pelangi Fikih Kontemporer: Ragam Perspektif dan Pendekatan" yang ditulis pada tahun 2021, menjelaskan makna dari istilah "kafir" yang digunakan dalam surat al-Kafirun ayat 1 adalah "Kafir Inkar." Kafir Inkar adalah bentuk kekafiran yang mengindikasikan penolakan terhadap eksistensi Tuhan, rasul-rasul-Nya, dan semua ajaran yang telah dibawa oleh mereka.

Selain itu, istilah "kafir syirik" juga dapat digunakan untuk menjelaskan jenis kekafiran ini. Kafir syirik merujuk pada tindakan mempersekutukan Tuhan dengan menyembah atau memuja sesuatu yang selain dari-Nya. Hal ini bisa mencakup penghormatan berlebihan terhadap objek-objek atau entitas selain Tuhan, atau bahkan menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam beribadah atau berdoa.

Dalam pemahaman Islam, konsep-konsep ini menjadi sangat penting, karena tugas Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyampaikan pesan tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah tanpa keterlibatan apapun selain-Nya. Oleh karena itu, dalam surat al-Kafirun, Allah menegaskan pentingnya pemisahan antara keyakinan orang-orang yang beriman dan keyakinan orang-orang kafir.

 

 

3 dari 4 halaman

2. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

Arab-latin: lā a'budu mā ta'budụn

Artinya: "aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah."

3. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab-latin: wa lā antum 'ābidụna mā a'bud

Artinya: "dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah"

4. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

Arab-latin: wa lā ana 'ābidum mā 'abattum

Artinya: "dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah"

Kandungan surat al-Kafirun ayat kedua, ketiga, dan keempat, isinya penolakan yang sangat tegas terhadap ajakan yang datang dari kaum kafir Quraisy untuk sementara waktu saja menerima penyembahan terhadap berhala, tanpa memandang tujuannya.

Ayat-ayat ini dengan kuat menegaskan bahwa Rasulullah Muhammad SAW tidak akan pernah menyembah atau tunduk kepada apapun selain Allah SWT, tidak peduli apa pun alasan atau tujuannya. Ini adalah poin yang sangat penting, yang menggarisbawahi ketegasan Rasulullah dalam mempertahankan tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah.

Dalam hal ini, surat al-Kafirun menggambarkan bahwa tidak ada ruang untuk kompromi dalam masalah aqidah atau keyakinan. Aqidah adalah fondasi iman dalam Islam, dan tidak boleh ada penggabungan atau kerjasama yang mencampuradukkan dua aqidah yang berbeda. Pesan ini menegaskan bahwa tauhid, keyakinan akan keesaan Allah, adalah prinsip yang tak bisa ditawar-tawar.

Mengutip buku berjudul "Metodologi Studi Islam" karya Abuddin Nata tahun 2008, bisa terlihat pentingnya aqidah dalam konteks yang lebih luas. Aqidah Islam berperan sebagai alat untuk menyelamatkan seseorang dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang, seperti bid'ah (inovasi dalam agama), khurafat (kepercayaan atau praktik-praktik keagamaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam), dan lain sebagainya.

Aqidah Islam berfungsi untuk memastikan apakah seseorang adalah muslim atau non-muslim, karena keyakinan yang benar dalam tauhid dan aqidah adalah salah satu syarat fundamental dalam Islam.

 

4 dari 4 halaman

5. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Arab-latin: wa lā antum 'ābidụna mā a'bud

Artinya: "dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah."

6. لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ

Arab-latin: lakum dīnukum wa liya dīn

Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

Kandungan surat al-Kafirun ayat kelima dan keenam, pesan yang disampaikan sangat jelas dan tegas. Rasulullah Muhammad SAW tidak akan pernah menyembah apapun selain Allah SWT, tidak peduli apa yang terjadi atau seberapa besar tekanan yang dihadapinya. Ini adalah suatu bentuk keteguhan iman dan kesetiaan yang luar biasa terhadap tauhid, keyakinan akan keesaan Allah.

Selain menegaskan keteguhan dalam keyakinan, ayat-ayat ini juga mengajarkan prinsip toleransi dalam agama Islam. Mereka mengingatkan umat Islam untuk tidak memaksa orang lain untuk memeluk aqidah mereka atau beribadah sesuai dengan aqidah mereka sendiri. Agama adalah pilihan yang sangat pribadi, dan setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih keyakinan mereka sendiri. Allah SWT yang Maha Adil akan memberikan balasan yang sesuai dengan pilihan yang diambil oleh setiap individu.

Sayyid Qutb, dalam Tafsir Fi Zilalil Quran, memberikan pemahaman lebih dalam tentang budaya pada saat itu. Bangsa Arab pada masa itu, meskipun tidak mengingkari adanya Allah, belum memahami hakikat-Nya dengan benar, sehingga mereka terjerat dalam praktik persekutuan. Mereka menyembah berhala yang mereka ciptakan sebagai representasi orang-orang shalih atau malaikat yang dianggap sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Beberapa di antara mereka menganggap malaikat sebagai anak perempuan Allah.

Ketika Rasulullah Muhammad SAW membawa dakwah tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya, mereka menentangnya dengan berbagai cara. Mereka mencoba menghentikan dakwah tersebut dengan kekerasan, menawarkan harta dan jabatan, dan bahkan mencoba mengajukan kompromi dengan mengusulkan agar mereka bersama-sama menyembah Tuhan mereka selama satu tahun dan kemudian menyembah Allah SWT pada tahun berikutnya.

Namun, Allah SWT menegaskan ketidakmungkinan kompromi dalam masalah aqidah dengan menurunkan surat Al-Kafirun sebagai jawaban. Pesan dalam surat ini menjadi pengingat bahwa tauhid adalah prinsip yang tak bisa ditawar-tawar, dan setiap individu harus memilih keyakinannya dengan kebebasan, sambil menghormati keyakinan orang lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.