Liputan6.com, Gaza - Pada hari Senin (14/10/2024), serangan udara Israel di halaman rumah sakit di Jalur Gaza menewaskan sedikitnya empat orang dan memicu kebakaran yang melanda kamp pengungsi, menyebabkan lebih dari dua lusin orang mengalami luka bakar parah.
Militer Israel mengatakan serangan di Jalur Gaza menargetkan militan yang bersembunyi di antara warga sipil. Klaim mereka tanpa memberikan bukti.
Baca Juga
Dalam beberapa bulan terakhir, Israel telah berulang kali menyerang tempat penampungan pengungsi yang padat, menuduh Hamas menggunakannya sebagai tempat persiapan untuk serangan.
Advertisement
Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di pusat Kota Deir al-Balah sudah berjuang untuk merawat sejumlah besar korban luka akibat serangan sebelumnya di sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan yang menewaskan sedikitnya 20 orang ketika serangan udara pagi hari itu menghantam dan api melahap banyak tenda.
Beberapa ledakan sekunder terdengar setelah serangan awal, namun tidak segera jelas apakah itu disebabkan oleh senjata atau tangki bahan bakar.
Rekaman kantor berita AP menunjukkan korban luka termasuk anak-anak. Seorang pria menangis tersedu-sedu sambil menggendong balita dengan kepala yang diperban di tangannya. Seorang anak kecil lainnya dengan kaki yang diperban diberi transfusi darah di lantai rumah sakit yang penuh sesak.
Catatan rumah sakit menunjukkan bahwa selain empat orang tewas, 40 lainnya terluka. Menurut Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, 25 orang dipindahkan ke Rumah Sakit Nasser di Gaza selatan setelah menderita luka bakar parah.
Amerika Serikat (AS) menyebut serangan terhadap Rumah Sakit Martir Al-Aqsa "sangat mengganggu" dan mengatakan telah menyampaikan kekhawatiran tentang hal itu kepada pemerintah Israel.
"Israel memiliki tanggung jawab untuk berbuat lebih banyak guna menghindari korban sipil — dan apa yang terjadi di sini mengerikan, bahkan jika Hamas beroperasi di dekat rumah sakit dalam upaya menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia," kata Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih dalam pernyataannya seperti dilansir AP, Selasa (15/10).
Peringatan dari Kelompok HAM Israel
Pembantaian di Jalur Gaza dimulai ketika Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 sandera. Sekitar 100 orang masih ditahan di Gaza, sepertiganya diyakini telah meninggal.
Serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 42.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza. Sekitar 90 persen dari populasi Jalur Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang telah mengungsi akibat serangan Israel, seringkali beberapa kali, dan sebagian besar wilayah pesisir telah hancur total.
Israel telah memerintahkan seluruh populasi yang tersisa di sepertiga utara Gaza, yang diperkirakan sekitar 400.000 orang, untuk mengungsi ke selatan dan tidak mengizinkan makanan apa pun masuk ke utara sejak awal bulan. Ratusan ribu orang dari utara mematuhi perintah evakuasi Israel pada awal perang dan tidak diizinkan untuk kembali.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga Palestina bahwa Israel bermaksud melaksanakan rencana yang akan memerintahkan semua warga sipil keluar dari Gaza Utara dan melabeli siapa pun yang tersisa di sana sebagai militan — strategi menyerah atau kelaparan yang menurut kelompok hak asasi manusia akan melanggar hukum internasional.
Kelompok hak asasi manusia Israel pada hari Senin menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mencegah Israel melaksanakan rencana tersebut, dengan mengatakan ada "tanda-tanda yang mengkhawatirkan" bahwa Israel mulai melaksanakannya.
Pernyataan yang ditandatangani oleh kelompok B'Tselem, Gisha, Yesh Din, dan Physicians for Human Rights-Israel memperingatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk mencegah kejahatan kelaparan dan pemindahan paksa.
Pada hari Senin, militer Israel mengaku telah mengizinkan 30 truk yang membawa tepung dan makanan masuk ke Gaza Utara. COGAT, badan militer Israel yang mengawasi distribusi bantuan di Jalur Gaza, mengatakan truk-truk itu memasuki Gaza Utara melalui penyeberangan Erez.
Advertisement