Sukses

Jelang Serangan Israel ke Rafah, Netanyahu Janjikan Lintasan Aman bagi Warga Gaza

Rafah saat ini merupakan pusat populasi besar terakhir di Jalur Gaza yang belum dimasuki pasukan Israel, meski tidak luput dari serangan udara.

Liputan6.com, Tel Aviv - Benjamin Netanyahu menjanjikan "lintasan aman" bagi warga sipil di Rafah di tengah ancaman serangan Israel ke kota paling selatan di Jalur Gaza itu. Dalam wawancara yang disiarkan pada Minggu (11/2/2024), Netanyahu menegaskan kembali tekadnya memperluas operasi militer hingga ke Rafah.

Sekali pun terdapat kekhawatiran internasional mengenai potensi pembantaian di kota yang dihuni oleh lebih dari separuh warga Jalur Gaza yang berjumlah sekitar 2,4 juta jiwa tersebut, Netanyahu mengatakan kepada ABC News, "Kami akan melakukannya."

"Kami akan melakukannya sambil memberikan lintasan aman bagi penduduk sipil, sehingga mereka dapat pergi," ujar perdana menteri Israel itu, seperti dilansir CNA, Senin (12/2).

Belum jelas ke mana para pengungsi Jalur Gaza bisa pergi, mengingat Rafah sendiri adalah tujuan pengungsian. Ketika ditanya, Netanyahu hanya mengatakan pihaknya sedang menggarap rencana lebih rinci.

Saat pasukan Israel memperluas operasi militernya ke selatan Jalur Gaza, Rafah menjadi pusat populasi besar terakhir di wilayah kantong itu yang belum dimasuki pasukan Israel, meski tidak luput dari serangan udara.

"Mereka bilang Rafah aman, tapi kenyataannya tidak. Semua tempat menjadi sasaran," ujar Mohammed Saydam setelah serangan Israel di kota itu pada Sabtu (10/2).

Netanyahu berpendapat bahwa kemenangan atas Hamas tidak dapat dicapai tanpa membersihkan kelompok itu di Rafah. Pada Jumat (9/2), dia telah mengarahkan militernya agar bersiap untuk beroperasi di Rafah.

Langkah Netanyahu memicu kekhawatiran banyak pihak.

"Orang-orang di Gaza tidak bisa menghilang begitu saja," tulis Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock di platform media sosial X alias Twitter, seraya menambahkan bahwa serangan Israel terhadap Rafah akan menjadi bencana kemanusiaan.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada Sabtu memperingatkan dampak yang sangat serius dari penyerbuan dan penargetan Rafah. Riyadh menyerukan pertemuan mendesak Dewan Keamanan PBB, sementara Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron hanya mengatakan sangat prihatin mengenai kemungkinan serangan tersebut.

"Prioritasnya adalah penghentian segera pertempuran untuk mendapatkan bantuan dan mengeluarkan sandera," ujar Cameron.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peringatan atas Konsekuensi Serangan ke Rafah

Perang di Jalur Gaza diawali serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang diklaim menewaskan sekitar 1.160 orang. Hamas juga menyandera 250 orang dalam serangan tersebut, di mana lebih dari 100 orang di antaranya diyakini masih ditawan di Jalur Gaza dan puluhan lainnya tewas.

Bersumpah melenyapkan Hamas, Israel melancarkan kemudian operasi militer besar-besaran sejak itu, yang menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 28.000 orang - sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Ada pun Netanyahu mengumumkan rencana operasi darat di Rafah hanya beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengunjungi Israel dalam rangka mengupayakan gencatan senjata dan pertukaran sandera-tahanan. Netanyahu menolak usulan gencatan senjata, dia mencap tuntutan Hamas aneh.

Terkait rencana serangan Israel ke Rafah, AS memperingatkan bahwa jika tidak direncanakan dengan baik maka operasi semacam itu berisiko menimbulkan bencana.

Sementara itu, Hamas pada Sabtu menyatakan bahwa invasi besar-besaran Israel ke Rafah dapat menyebabkan puluhan ribu korban jiwa. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak ketinggalan bersuara dengan mengatakan tindakan Israel akan mengancam keamanan dan perdamaian di kawasan dan dunia serta merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap semua garis merah.

3 dari 3 halaman

Kemarahan Publik Israel

Perang Hamas Vs Israel, yang kini memasuki bulan kelima, telah menimbulkan kemarahan publik yang semakin besar di Israel. Para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan Tel Aviv pada Sabtu malam untuk menuntut pembebasan para sandera, Netanyahu mundur, dan diadakannya pemilu.

"Jelas Netanyahu menunda perang, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan jika itu berakhir," kata salah seorang pengunjuk rasa, Gil Gordon.

Perang Hamas Vs Israel mempunyai dampak luas, memicu eskalasi yang melibatkan sekutu Hamas yang didukung Iran di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini