Sukses

9 Desember 1987: Munculnya Gerakan Intifada Palestina Lawan Israel di Jalur Gaza

Hari ini merupakan peringatan munculnya intifada di Gaza. Peristiwa tersebut terjadi tepatnya pada 9 Desember 1987. Warga Palestina melakukan gelombang protes dan kerusuhan.

Liputan6.com, Gaza - Hari ini merupakan peringatan munculnya intifada di Gaza. Peristiwa tersebut terjadi tepatnya pada 9 Desember 1987. Arti intifada sendiri dalam bahasa Arab adalah guncangan.

Dilansir dari situs History.com, pemicunya berawal dari sebuah truk Israel yang menabrak sebuah mobil Station Wagon berisi sejumlah pekerja Palestina di distrik pengungsi Jabalya, Gaza. Insiden ini membuat empat nyawa hilang sementara sepuluh lainnya terluka. 

Masyarakat Palestina melihat insiden tersebut sebagai tindakan pembalasan atas pembunuhan seorang Yahudi di Gaza beberapa hari sebelumnya.

Mereka pun melakukan gelombang protes dan kerusuhan yang menciptakan awal dari apa yang dikenal sebagai Intifada Palestina. 

Pada tanggal 9 Desember tersebut, demonstrasi marah pun merebak, dengan warga Palestina turun ke jalan. Mereka membakar ban, melemparkan batu, dan merespons polisi dan pasukan Israel dengan bom molotov sebagai bentuk protes.

Di Jabalya, sebuah mobil patroli tentara Israel menembaki penyerang Palestina, menyebabkan kematian seorang anak berusia 17 tahun dan melukai 16 orang lainnya.

Keesokan harinya, Israel mengirim pasukan terjun payung ke Gaza untuk meredam kekerasan. Namun kerusuhan malah menyebar ke wilayah Tepi Barat yang juga diduduki Israel saat itu.

Tanggal 9 Desember kemudian menjadi penanda resmi dimulainya intifada, tetapi demonstrasi, kerusuhan skala kecil, dan kekerasan warga Palestina terhadap Israel terus meningkat selama berbulan-bulan.

Saat itu, tahun 1987 merupakan tahun peringatan atas 20 tahun penaklukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, wilayah yang dulunya dikuasai Mesir dan Yordania. Sebelumnya, Israel melakukan Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan membentuk pemerintahan militer di wilayah pendudukan serta secara permanen mencaplok wilayah Yerusalem Timur di Tepi Barat.

Saat tahun 1967 itu pula, sejumlah warga Israel pindah ke wilayah pendudukan tersebut dan merebut tanah Arab berkat dukungan dari pemerintah Israel.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Intifada Palestina dan Peristiwa Penting Lainnya

Selanjutnya pada Desember 1987, warga Yahudi bersenjata berhasil menduduki sebanyak 40 persen wilayah jalur Gaza dengan total sebanyak 2.200 orang. Sementara itu, sebanyak 650.000 warga Palestina yang miskin harus rela tinggal di 60 persen wilayah lainnya. Hal tersebut membuat Jalur Gaza menjadi salah satu wilayah paling padat penduduknya di dunia. 

Keputusasaan rakyat Palestina kemudian meledak dalam intifada pada Desember 1987. Pemberontakan ini dibawah kendali para pemimpin Palestina yang membentuk Komando Pemberontakan Nasional Terpadu dengan terafiliasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Intifada Palestina tidak hanya menjadi fenomena di kalangan pemuda di kamp pengungsi, tetapi juga melibatkan masyarakat kaya dan kelompok perempuan yang melakukan pemogokan, boikot, dan taktik canggih lainnya. Mereka berjuang dalam upaya meraih pemerintahan mandiri Palestina.

Peristiwa penting lain yang terjadi termasuk pembebasan tanggung jawab administratif Raja Hussein dari Yordania atas Tepi Barat pada Juli 1988. Hal ini membuat pengaruh Palestina menjadi lebih kuat di wilayah tersebut. Tak hanya itu, PLO memutuskan memproklamirkan berdirinya negara Palestina merdeka pada November 1988.

3 dari 4 halaman

Intifada dan Perdamaian Israel-Palestina

Di tengah peristiwa tersebut, warga Palestina terus melakukan intifada dan pada ulang tahun pertama gerakan ini pada 1988, sejumlah lebih dari 300 warga Palestina terbunuh dengan 11.000 orang terluka dan lainnya ditangkap.

Tahun 1988 ditutup dengan keputusan mengejutkan Yasser Arafat selaku pemimpin PLO yang mengakui hak keberadaan Negara Israel, mengecam terorisme, dan membuka pintu untuk negosiasi "tanah untuk perdamaian" dengan Israel.

Perjalanan menuju perdamaian kemudian terus berlanjut dengan janji yang diucapkan oleh pemimpin Partai Buruh Yitzhak Rabin ketika ditunjuk sebagai Perdana Menteri Israel pada 1992. Ia lantas melakukan pembekuan permukiman baru Israel di wilayah pendudukan dan intifada dihentikan setelah lima tahun.

Setelah itu pada 1993, perundingan rahasia Israel-Palestina di Oslo mencapai titik penting dengan penandatanganan Deklarasi Prinsip-prinsip Pengaturan Pemerintahan Sendiri Sementara pada 13 September di Washington, D.C. Perjanjian ini membawa penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan Jericho di Tepi Barat, membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan Palestina dengan wewenang atas sebagian besar wilayah di Tepi Barat.

4 dari 4 halaman

Perdamaian Israel-Palestina dan Pemberhentiannya

Meskipun terdapat upaya ekstremis untuk menghentikan proses perdamaian antara kedua belah pihak, Israel menyelesaikan penarikan pasukan mereka pada Mei 1994 di Jalur Gaza dan Jericho.

Warga Palestina pun bergembira dan mendirikan pemerintahan Otoritas Palestina di wilayah Jericho. 

Arafat, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres kemudian dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1994 atas upaya rekonsiliasi yang telah mereka lakukan.

Namun, peristiwa tragis terjadi pada 1995, ketika Rabin dibunuh oleh ekstremis Yahudi pada rapat umum perdamaian di Tel Aviv. Proses perdamaian Israel-Palestina pun terhenti di bawah penerus Shimon Peres, Benjamin Netanyahu dan Ehud Barak. 

Pada bulan September 2000, setelah pemimpin sayap kanan Partai Likud Ariel Sharon mengunjungi Temple Mount di Yerusalem—situs keagamaan yang sangat penting bagi orang Yahudi dan Muslim—kekerasan terburuk sejak berakhirnya intifada meletus antara Israel dan Palestina. 

Israel kemudian mencari pemimpin yang kuat untuk menghentikan konflik pada bulan Februari 2001. Mereka menunjuk Sharon sebagai perdana menteri. Namun pada April 2006, wakilnya, Ehud Olmert, menggantikan Sharon setelah ia menderita stroke.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini