Sukses

Polisi Tunisia Tangkap 600 Pengunjuk Rasa Terkait Demo Kebijakan Ekonomi

Tunisia menghadapi masalah ekonomi yang parah dan sepertiga dari kaum mudanya menganggur.

Liputan6.com, Tunis - Polisi di Tunisia menangkap lebih dari 600 orang pengunjuk rasa yang didominasi oleh kaum muda. Aksi itu merupakan bentuk tuntutan mereka pada pemerintah terkait kebijakan ekonomi.

Pada Senin (18/1), kerumunan demonstran yang sebagian didominasi anak muda berkumpul di pusat ibu kota Tunisia, Tunis, melemparkan batu dan bom bensin ke polisi.

Pasukan keamanan menanggapi dengan gas air mata dan meriam air, demikian dikutip dari laman BBC, Selasa (19/1/2021).

Tunisia menghadapi masalah ekonomi yang parah dan sepertiga dari kaum mudanya menganggur.

Krisis ekonomi semakin parah akibat pandemi COVID-19.

Di luar Tunis, bentrokan dilaporkan terjadi di kota Kasserine, Gafsa, Sousse dan Monastir.

Seorang juru bicara kementerian dalam negeri mengatakan mayoritas dari mereka yang ditangkap sejak gelombang protes dimulaiadalah anak di bawah umur yang telah ditahan karena tindakan vandalisme dan penjarahan.

Khaled Hayouni mengatakan dua polisi terluka.

"Ini tidak ada hubungannya dengan gerakan protes yang dijamin oleh hukum dan konstitusi," kata Hayouni. "Protes berlangsung di siang bolong... tanpa ada tindakan kriminal yang terlibat."

Bentrokan itu terjadi terutama di daerah berpenduduk padat dan miskin di mana hubungan antara anak muda Tunisia dan polisi secara historis tegang.

Ketegangan sosial telah memburuk di bawah tindakan penguncian sporadis dan jam malam diberlakukan sejak Oktober untuk memerangi penyebaran virus corona.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Desakan Amnesty Internasional

Sebelumnya, para demonstran berkumpul di luar kantor pemerintah di Bourguiba Avenue Tunis, menyerukan mereka yang ditangkap dalam beberapa hari terakhir untuk dibebaskan.

Mereka meneriakkan "jangan takut, jangan takut, jalan adalah milik rakyat".

Seorang pengunjuk rasa, Sonia, seorang pengangguran yang tidak menyebutkan nama keluarganya, berkata: "Mereka menyebut setiap orang yang memprotes sistem tersebut sebagai pencuri. Kami datang dengan pada siang hari dan bukan pada malam hari untuk mengatakan kami menginginkan pekerjaan... kami menginginkan martabat. "

Amnesty International mendesak pihak berwenang untuk menahan diri dan menegakkan hak-hak mereka.

Satu dekade setelah revolusi yang menggulingkan kediktatoran Zine al-Abedine Ben Ali, banyak warga Tunisia yang semakin marah pada angka pengangguran yang tinggi dan layanan publik yang buruk.

Perekonomian menyusut 9 persen pada tahun 2020 dan harga konsumen telah meningkat tajam.

Industri pariwisata utama Tunisia sangat terpukul oleh pandemi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.