Liputan6.com, Jakarta Salah satu tanda atau ciri penyandang autisme adalah kurang kontak mata. Ketika diajak berkomunikasi, mereka lebih memilih memalingkan pandangan ke arah lain dan bukan harus menatap lawan bicara.
Tidak semua penyandang autisme memilih untuk tidak melakukan kontak mata tapi hal itu kerap dikaitkan. Menurut hipotesis menghindari kontak mata merupakan strategi pengaturan karena aktivasi berlebihan sistem ancaman otak autis ketika kontak mata dilakukan.
Baca Juga
Dalam tinjauan terhadap 11 studi, ada delapan studi mengungkapkan hiperaktivasi amigdala, wilayah otak yang menjadi kunci dalam emosi berbasis ancaman seperti rasa takut ketika disajikan dengan gambar mata (Stuart et al., 2023), seperti melansir Psychology Today, Jumat (9/8/2024).
Advertisement
Sebuah penelitian terhadap orang dewasa dan remaja autis menemukan bahwa banyak orang mengalami gangguan sensorik, tekanan, dan gangguan ketika mencoba melakukan kontak mata (Trevisan et al., 2017).
Autisme juga ditandai dengan gaya pemrosesan dengan peningkatan fokus pada detail (Happe et al., 2006). Mata membawa fitur visual dan emosional yang saling terkait dan rumit. Saat melakukan kontak mata, orang neurotipikal mungkin menyaring detail yang tidak dilakukan oleh orang autis.
“Masuk akal jika penyandang autis diberikan banyak sekali informasi untuk diproses saat melakukan kontak mata langsung. Mereka mungkin tersesat dalam semua proses yang diperlukan,” kata ahli kesehatan mental Jennifer Gerlach LCSW.
Masalah Dengan Memaksa Kontak Mata
Mengajarkan kontak mata sering kali merupakan komponen inti dari pelatihan keterampilan sosial bagi individu autisme.
Menurut pengalaman Jennifer yang juga seorang penyandang autisme, melatih kontak mata menjadi salah satu tipe latihan yang sempat ia jalani.
“Saya ingat seorang instruktur keterampilan sosial memberitahu saya bahwa orang-orang memperhatikan apa yang mereka perhatikan. Ini tidak pernah terpikir oleh saya karena tidak selalu benar bagi saya.”
“Meskipun saya telah meluangkan waktu untuk beradaptasi dan membangun kapasitas kontak mata dalam interaksi tertentu, ada kalanya fokus saya tampak paling tajam ketika mata saya dialihkan,” ujar Jennifer.
Advertisement
Kontak Mata Menyulitkan Penyandang Autisme untuk Konsentrasi
Orang-orang pada umumnya akan memilih melakukan kontak mata ketika mengobrol dengan lawan bicara. Selain menghormati lawan bicara, kontak mata juga membantu untuk lebih fokus pada topik pembicaraan.
Namun, hal ini tak berlaku bagi sebagian besar penyandang autisme. Sebagian dari penyandang autisme menganggap kontak mata sebagai hal yang menyusahkan.
Kontak mata umumnya dianggap sebagai peningkatan keterlibatan seseorang dalam pembicaraan. Namun, bagi penyandang autisme, lebih banyak kontak mata dapat memicu berkurangnya kenyamanan dan fokus.
Salah Paham soal Autisme yang Hindari Kontak Mata
Ketimbang menganggap kontak mata sebagai keterampilan yang harus diajarkan pada anak autisme, lebih baik melatih keterampilan lain yang juga secara tidak langsung berpengaruh pada kemampuan kontak mata.
Sayangnya, kurangnya kontak mata masih menjadi sinyal sosial yang disalahpahami. Orang tanpa autisme terkadang memandang penghindaran pada kontak mata sebagai bukti ketidaktertarikan atau sifat acuh lawan bicara.
Misalnya, saat wawancara kerja, kandidat dengan autisme mungkin memilih untuk memaksakan melakukan kontak mata. Padahal, hal ini akan terasa canggung dan berpotensi menurunkan kemampuan mereka di bidang lain seperti komunikasi dengan lancar saat wawancara.
Di sisi lain, mereka juga berusaha tak menghindari kontak mata karena takut dapat memengaruhi hasil penilaian wawancara.
Advertisement