Sukses

Remaja Disabilitas Lebih Mungkin Melakukan Digital Self-Harm, Apa Itu?

Digital self-harm adalah tindakan ketika seseorang mengunggah komentar yang menyakitkan atau ancaman non-bunuh diri tentang dirinya sendiri secara daring.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi pada tahun 2017 mengatakan bahwa remaja dengan disabilitas lebih mungkin melakukan digital self-harm ketimbang remaja lainnya.

Digital self-harm adalah tindakan ketika seseorang mengunggah komentar yang menyakitkan atau ancaman non-bunuh diri tentang dirinya sendiri secara daring. Dengan kata lain, ini adalah tindakan menyakiti diri sendiri di dunia maya.

Menurut psikiater di Emory University, Georgia, Smitha Bhandari, MD., pada dasarnya digital self-harm adalah bentuk perundungan maya (cyberbullying). Bedanya, alih-alih menargetkan orang lain secara daring, seseorang cenderung menargetkan dirinya sendiri. Ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik.

“Remaja yang sebelumnya pernah mengalami gejala depresi, melukai diri sendiri secara fisik, atau mereka yang memiliki masalah kesehatan mental lebih cenderung mengunggah konten anonim yang menyakiti diri sendiri,” kata Smitha mengutip Webmd, Jumat (23/2/2024).

Seperti dikatakan Smitha, menyakiti diri secara digital dapat memengaruhi kesehatan fisik dan emosional. Seperti menurunnya harga diri dan rasa percaya diri. Tindakan ini juga bisa menjadi tanda memburuknya kesehatan mental.

Para ahli menemukan bahwa tindakan menyakiti diri sendiri secara digital sering kali menjadi faktor risiko masalah-masalah mental seperti:

  • Gangguan kecemasan
  • Menurunnya prestasi di sekolah
  • Menurunnya produktivitas
  • Masalah penyalahgunaan zat
  • Gangguan makan
  • Depresi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Termasuk Tindakan Digital Self-Harm

Smitha menjelaskan, tindakan menyakiti diri sendiri dapat terjadi di platform media sosial atau forum internet mana pun. Selama memungkinkan pengguna mengunggah atau berbagi kata, gambar, foto, dan video.

Seseorang biasanya mengunggah konten tersebut secara anonim atau dengan nama palsu di ruang publik, sehingga orang lain dapat melihatnya.

“Misalnya, Anda mungkin membuka akun media sosial seperti profil Instagram atau Snapchat palsu (second account). Kemudian, Anda akan membuat komentar atau unggahan di feed Anda yang bersifat jahat dan menyakitkan bagi diri Anda sendiri,” papar Smitha.

Penindasan terhadap diri sendiri mungkin melibatkan ucapan yang merendahkan seperti “Aku jelek” atau “Aku tidak berguna” dan kata-kata yang mempermalukan diri sendiri.

3 dari 5 halaman

Bisa Jadi Lebih Buruk dan Berbahaya

Menyakiti diri sendiri secara daring tak dapat dianggap sepele. Pasalnya, pengguna lain dapat memberikan reaksi atau berinteraksi di unggahan itu melalui komentar, balasan, tanggapan, pertanyaan, atau opsi lain yang tersedia di platform.

Mereka mungkin juga menyukai perilaku tersebut. Hal ini dapat membuat tindakan menyakiti diri sendiri menjadi lebih buruk dan bisa menjadi berbahaya.

Dalam beberapa kasus, hal ini dapat memicu kondisi lain seperti depresi dan kecemasan. Dalam kasus lain, depresi atau kecemasan yang dialami seseorang sebenarnya dapat menyebabkan mereka mengirimkan komentar yang penuh kebencian.

4 dari 5 halaman

Alasan Seseorang Lakukan Digital Self-Harm

Dorongan atau motivasi untuk menyakiti diri sendiri secara digital dapat berbeda-beda. Menurut penelitian, beberapa alasan remaja mengunggah konten semacam ini adalah:

  • Sebagai lelucon atau agar terlihat keren
  • Bosan
  • Untuk menunjukkan bahwa mereka tangguh secara mental atau fisik dan mampu bangkit kembali dari kondisi sulit
  • Untuk mencari teman daring
  • Untuk mencari simpati
  • Untuk mendapat pengakuan dari teman atau orang asing secara daring
  • Untuk mendapatkan perhatian dari teman sebaya atau orang asing
  • Untuk meminta bantuan atau konseling
  • Untuk berbicara dengan seseorang tentang perasaan mereka
  • Untuk melihat apakah ada yang mau membantu mereka
  • Untuk melihat apakah ada orang yang mau melakukan sesuatu.

Sebuah penelitian juga menemukan bahwa anak laki-laki lebih cenderung mengunggah konten yang menyakiti diri sendiri sebagai lelucon. Sedangkan anak perempuan kebanyakan melakukannya untuk mendapatkan simpati, perhatian, atau untuk mencari teman.

5 dari 5 halaman

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.