Sukses

Gagasan Capres Soal Disabilitas Perlu Dibarengi Pengetahuan Situasi di Lapangan

Isu inklusif dan isu disabilitas selalu menjadi topik yang hangat menjelang pemilihan umum (Pemilu).

Liputan6.com, Jakarta Isu disabilitas sempat disinggung dalam debat calon presiden (Capres) pertama pada Selasa malam, 12 Desember 2023. Terkait hal ini, CEO & Founder Koneksi Indonesia Inklusif (KONEKIN) Marthella Rivera Sirait memberi tanggapan.

Menurut pendapat pribadinya, isu inklusif dan isu disabilitas selalu menjadi topik yang hangat menjelang pemilihan umum (Pemilu).

“Karena memang kan tidak bisa dimungkiri ada sekitar 10 persen penyandang disabilitas di Indonesia dan itu bisa menjadi kantong suara juga. Tapi, yang paling penting sebenarnya dalam konstelasi politik pada saat debat atau diskusi terkait dengan gagasan yang paling penting adalah mengetahui kondisi real di lapangan,” kata perempuan yang akrab disapa Thella kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023).

Dia menambahkan, setiap Capres boleh mengeluarkan apa saja yang sudah menjadi proses dan progres masing-masing. Namun, faktanya di lapangan memang masih banyak sekali permasalahan aksesibilitas dalam pelayanan publik.

“Contohnya, kenapa akhir-akhir ini tuh perbankan dan OJK lagi gencar banget untuk bisa menjaring nasabah dengan disabilitas. Karena pada dasarnya pelayanan publik terhadap penyandang disabilitas di sektor perbankan tuh masih susah. Teman-teman disabilitas susah buka rekening hanya karena kedisabilitasan mereka,” papar Thella.

Semakin canggih teknologi, lanjutnya, kadang-kadang sisi aksesibilitas teknologi yang perlu dibenahi malah terlupakan oleh pelayan publik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Isu Disabilitas dari Sisi Regulasi

Selanjutnya, Thella membahas isu disabilitas dari sisi regulasi yang juga perlu mendapat perhatian.

“Sebenarnya dari sisi regulasi semuanya sudah tertuang sih, baik itu dari peraturan menteri, peraturan daerah, implementasi atau penegakan hukumnya yang masih perlu dikawal.”

Dia memberi contoh, di Jakarta, saat hendak menetapkan semua bangunan harus mudah diakses, hal ini dihadang oleh kenyataan adanya hambatan investasi.

“Mau ditetapkan semua bangunan aksesibel itu akan menghambat investasi karena semua orang ngajar IMB (izin mendirikan bangunan) yang harus cepat supaya investasinya cepat. Kadang-kadang dilema antara ekonomi dengan nilai inklusi itu sering jadi perdebatan.”

Hal inilah yang perlu dijembatani dan dicari solusinya oleh para pemimpin negeri ini di waktu mendatang.

“Jangan sampai karena kita mau kejar sektor ekonomi, justru ada salah satu sektor yang dikorbankan.”

3 dari 4 halaman

Ekonomi dan Nilai Inklusi Bisa Berjalan Bersamaan

Lebih lanjut Thella mengatakan bahwa sektor ekonomi dan nilai inklusi sebetulnya bisa berjalan bersamaan.

“Di negara-negara maju kan sudah terbukti ya bahwa sebenarnya ekonomi, lingkungan, nilai inklusi itu bisa berjalan berbarengan tanpa harus kontradiksi satu sama lain.”

Dia menggarisbawahi, dalam sebuah pembangunan maka para penyandang disabilitas harus ikut dilibatkan.

“Karena kan dalam membuat regulasi kadang-kadang kehadiran disabilitas tuh hanya untuk memenuhi kuota atau forum saja. Baik dari tingkat desa sampai ke tingkat pusat. Tetapi justru masukan-masukan mereka yang harusnya diakomodasi dan menjadi sebuah aturan atau kebijakan,” ucap Thella.

4 dari 4 halaman

Pentingnya Mendengar Masukan dari Penyandang Disabilitas

Mendengar masukan dari penyandang disabilitas soal pembangunan layanan publik menjadi penting lantaran mereka lah yang akan menjadi penggunanya.

“Mereka (penyandang disabilitas) adalah user-nya, penggunanya, jadi masukan dari mereka sebenarnya akan mempermudah kinerja pelayanan publik juga kalau diakomodasi sejak awal.”

“Jadi pesanku, siapa pun yang nanti akan kepilih (jadi presiden) jangan hanya pada saat regulasinya atau draft-nya sudah dibuat baru nanti ada uji publik dan itu baru dilibatkan disabilitasnya.”

Dengan kata lain, pelibatan penyandang disabilitas perlu dilakukan benar-benar sejak awal rencana pembuatan kebijakan.

“Agar kita tahu masalah di lapangan tuh apa sih real-nya, apa sih solusinya, dan kemudian itu akan diramu menjadi kebijakan publiknya,” pungkas Thella.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.