Liputan6.com, Jakarta Pelayanan kesehatan yang aman adalah hak dasar semua pasien termasuk yang penyandang disabilitas.
Pelayanan kesehatan yang aman merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk rumah sakit, tenaga kesehatan profesional, perusahaan farmasi, pasien, keluarga pasien, dan caregiver.
Baca Juga
Bagi pasien disabilitas, keselamatan pasien atau patient safety berkaitan erat dengan aksesibilitas.
Advertisement
Menurut Ketua Komite Etik dan Disiplin Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Nico A. Lumenta, aksesibilitas rumah sakit adalah salah satu poin penilaian dalam akreditasi rumah sakit.
“Disabilitas ada (dalam penilaian akreditasi RS), dikatakan sebagai handicap atau kebutuhan dari pasien-pasien,” ujar Nico kepada Disabilitas Liputan6.com dalam temu media di Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).
Terkait aksesibilitas bagi pasien disabilitas, maka KARS akan melakukan survei tiga hingga empat hari tergantung besarnya rumah sakit. Hasil survei akan muncul lima hari kemudian dan pihak KARS melayangkan kontrak pada rumah sakit.
“Ada kontrak, sesudah kami (KARS) pergi, maka aksesibilitas sudah menjadi tanggung jawab Anda (pihak RS).”
Misalnya, pihak RS sudah diberikan rekomendasi untuk melakukan perbaikan fasilitas untuk pasien disabilitas. Namun, ketika rekomendasi itu tidak dijalankan sehingga mengurangi aksesibilitas rumah sakit, maka hal itu sudah di luar tanggung jawab KARS.
Arti Aksesibilitas Rumah Sakit
Nico menjelaskan, aksesibilitas ini berarti setiap pasien yang datang maka akan dicek apa saja kebutuhannya.
Misalnya, ada pasien pecah pembuluh darah otak tapi rumah sakit tidak memiliki fasilitas bedah saraf. Maka, bentuk pemberian akses yang dilakukan rumah sakit tersebut adalah memimpin rujukan bagi pasien hingga bisa mendapat layanan di rumah sakit rujukan.
Maka dari itu, aksesibilitas yang dimaksud Nico tidak terbatas pada pasien yang menyandang disabilitas, tapi pada semua pasien dengan berbagai kebutuhannya.
Misalnya, soal makanan yang bisa dan tak bisa dimakan pasien. Contoh, pasien vegetarian tidak dapat memakan daging, sehingga rumah sakit berperan untuk menyediakan makanan yang sesuai kebutuhan setiap pasien.
Advertisement
Soal Patient Safety
Sebelumnya, Nico mengatakan bahwa keselamatan pasien atau patient safety adalah hal penting yang perlu dijaga oleh pihak penyedia layanan kesehatan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), patient safety adalah serangkaian kegiatan terorganisasi secara konsisten dan berkelanjutan yang membuat penanganan pasien berjalan aman.
Keselamatan pasien mencakup keamanan secara budaya, proses, prosedur, perilaku, teknologi, dan lingkungan suatu fasilitas kesehatan. Tujuannya, menurunkan risiko, memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan, serta jika terjadi, dapat mengurangi dampaknya.
Memastikan Keselamatan Pasien
Guna memastikan bahwa lingkungan dan pelayanan kesehatan aman bagi pasien, maka perlu dilakukan hal-hal berikut:
- Asesmen atau pengkajian risiko.
- Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien.
- Pelaporan dan analisis insiden.
- Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.
- Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
9 Situasi yang Ganggu Keselamatan Pasien
Menurut WHO, umumnya terdapat sembilan situasi yang mengancam keselamatan pasien yaitu:
- Kesalahan pengobatan.
- Infeksi terkait perawatan kesehatan.
- Prosedur perawatan bedah yang tidak aman.
- Praktik penyuntikan yang tidak aman.
- Kesalahan diagnostik.
- Praktik transfusi yang tidak aman.
- Kesalahan radiasi.
- Sepsis (peradangan ekstrem).
- Tromboemboli vena (pembekuan darah).
Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), insiden keselamatan pasien yang terjadi di Indonesia mencapai 7.465 kasus pada 2019. Dengan rincian sebagai berikut:
- Sebanyak 171 kematian.
- Sebanyak 80 pasien cedera berat.
- Sebanyak 372 cedera sedang.
- Sebanyak 1.183 cedera ringan.
- Sebanyak 5.659 tidak ada cedera.
Advertisement