Sukses

Kisah Dokter Gigi Disabilitas Mochamad Nur Ramadhani yang Raih Gelar Master di Jerman

Memulai kehidupan baru sebagai penyandang disabilitas adalah hal yang tak mudah bagi Dhani. Ditambah, saat itu ia masih berada di masa remaja.

Liputan6.com, Jakarta - Mengenyam pendidikan tinggi bukan hal yang tak mungkin bagi setiap orang termasuk penyandang disabilitas.

Hal ini dibuktikan oleh Mochamad Nur Ramadhani, penyandang disabilitas fisik yang kini berhasil menjadi dokter gigi.

Pria yang karib disapa Dhani berkisah, dirinya divonis mengidap kanker tulang saat duduk di kelas satu SMP. Sel ganas ini muncul di atas lutut kanannya dan menyebar cepat ke kakinya.

Pria kelahiran Bandung ini tak mengetahui pasti penyebab kanker bisa berada di tubuhnya. Ia hanya bisa menduga kanker ini timbul akibat seringnya terjadi benturan saat aktivitas fisik, mutasi gen, dan iklim yang berbeda. Seperti diketahui, ayah satu anak ini menghabiskan masa kecil di Jerman dan baru divonis kanker setelah setahun tinggal di Indonesia.

Dokter mengabarkan, satu-satunya cara agar kanker tak terus menjalar ke bagian tubuh lain adalah amputasi. Mendengar kabar buruk tersebut, butuh waktu sekitar enam bulan untuk Dhani mencerna semua kondisi yang terjadi termasuk memutuskan amputasi.

Seperti Dhani, pihak keluarganya juga amat berat untuk mengambil keputusan. Di sisi lain, tak ada pilihan untuk mengakhiri ganasnya kanker tulang yang telah menggerogoti kaki kanannya selain amputasi.

“Karena kalau diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas. Tapi saya yakin menyelamatkan satu nyawa ya, ini (kaki) nanti akan bisa digantikan dibandingkan kita harus mempertahankan satu kaki dan belum tentu terselamatkan juga sehingga memutuskan untuk diamputasi,” kata Dhani mengutip laman resmi LPDP, Sabtu (21/10/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menyandang Disabilitas Fisik Sejak 2008

Setelah berpikir panjang, akhirnya pada 2008, Dhani harus merelakan kaki kanannya. Mulai dari paha bagian atas hingga ujung kaki harus dikorbankan untuk menghentikan penyebaran kanker.

Tak sampai di situ, pengguna kaki prostesis (palsu) ini harus melakukan kemoterapi setelah amputasi untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang dari tubuhnya.

Pasca amputasi, kondisi tubuh Dhani masih sangat lemah karena efek serangan kanker sebelumnya. Fisiknya ringkih, untuk berdiri saja tidak bisa dan kemana-mana harus menggunakan kursi roda.

Namun, orangtuanya setia menemani masa-masa pertama Dhani yang sulit itu. Saat tubuhnya mulai bugar dan berisi kembali, Dhani mulai belajar berjalan menggunakan tongkat kaki.

3 dari 4 halaman

Mulai Kehidupan Baru sebagai Penyandang Disabilitas

Memulai kehidupan baru sebagai penyandang disabilitas adalah hal yang tak mudah bagi Dhani. Ditambah, saat itu ia masih berada di masa remaja.

"Umur (baru) 14 tahun, minder pasti ada. Secara pribadi awalnya masih belum siap, tapi hidup harus terus berjalan dan ini adalah ujian yang akan membuat saya lebih kuat,” kata anak pertama dari empat bersaudara.

Saat proses amputasi dan penyembuhan di tahun 2008, Dhani harus melewatkan Ujian Nasional tingkat SMP. Ia kemudian memutuskan untuk mengulang kelas 9 SMP agar bisa mengikuti ujian dengan baik.

Seiring berjalannya waktu, hari-hari dengan hidup barunya terus berjalan dengan baik. Prestasi akademiknya muncul saat nilainya di SMA menjadi yang tertinggi dan berhak mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan.

Sayangnya saat mengambil jurusan kedokteran umum di jalur undangan tersebut, ia belum berhasil.

4 dari 4 halaman

Perjalanan Mengenyam Pendidikan hingga Raih Gelar Master di Jerman

Dhani menuturkan, saat itu banyak kampus yang tidak menerima mahasiswa dengan disabilitas fisik.

Sampai akhirnya ia berjodoh dengan Universitas Padjajaran (Unpad) yang tak mempermasalahkan kondisi fisik Dhani untuk mengenyam pendidikan dokter gigi.

Namun sebelum perkuliahan dimulai, Dhani sempat dipanggil oleh dekan. Ia diberi tahu bahwa menyelesaikan studi kedokteran dengan status disabilitas daksa bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, sempat ada kakak tingkatnya yang juga menyandang disabilitas daksa dan menggunakan kursi roda menyerah karena tak bisa menyelesaikan studi.

Hal itu justru menambah semangat pada diri Dhani agar kampus tak perlu mengkhawatirkan kemampuannya untuk merampungkan pendidikan dokter gigi.

Dhani yang sehari-hari berjalan dengan tongkat ini berhasil menyelesaikan studi dan mendapat gelar spesialis dokter gigi pada 2018.

Ia kemudian bekerja di klinik dokter gigi dan di Puskesmas di Gorontalo, Sulawesi Utara. Di saat itulah Dhani juga mulai menggunakan kaki palsu atau prostesis untuk lebih mempermudah aktivitasnya.

Dhani pun berhasil meraih beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang memberinya kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Humboldt Universitaet Zu Berlin, Jerman pada 2020. Kini, ia telah merampungkan studinya dan berhasil meraih gelar master.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.