Sukses

Pria Pertama yang Didiagnosis Autisme Meninggal di Usia 89, Punya Bakat Berhitung dan Ingatan yang Kuat Sejak Kecil

Donald Triplett, orang pertama yang didiagnosis autisme meninggal dunia di usia 89 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Orang pertama yang didiagnosis autisme, Donald Triplett, dilaporkan meninggal dunia pada Kamis, 15 Juni 2023 lalu.

Pria yang akrab disapa Don itu meninggal dunia di rumahnya, di Forest, Mississippi, Amerika Serikat (AS).

Keponakan Don, Oliver Triplett, mengungkap bahwa Don meninggal karena kanker yang dideritanya.

Menurut Oliver, kisah pamannya sebagai penyandang autisme pertama memberi harapan untuk para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

“Mereka melihat Don dan mendapatkan harapan bahwa anak mereka dapat hidup dengan bahagia dan penuh,” ungkap Oliver, seperti mengutip PBS pada Selasa, 20 Juni 2023.

Pertama kali diperiksa oleh psikiater pada 1938, Don dikenal sebagai “Kasus 1” untuk autisme.

Punya Ingatan yang Kuat dan Cerdas Berhitung

Sebagai penyandang autisme, salah satu kelebihan Don adalah memiliki ingatan yang sangat kuat. Saat masih kecil, ia pernah mengingat urutan satu set manik-manik yang diikatkan ayahnya secara acak ke seutas tali, seperti melansir BBC.

Tak hanya itu, pria kelahiran 1933 itu juga dapat dengan mudah memecahkan soal aritmatika yang rumit.

Karena bakat menghitung yang luar biasa, ia bekerja di sektor bank selama kurang lebih 65 tahun.

"Don adalah individu yang luar biasa," ujar kepala eksekutif Bank of Forest, Allen Breland.

"Dia berada di dunianya sendiri, tetapi jika Anda memberinya dua hingga tiga digit, dia bisa mengalikannya lebih cepat daripada ketika Anda menggunakan kalkulator,” ungkap Allen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kasus Pertama Autisme, Awalnya Disebut Autisme Anak

Dalam makalah ilmiah asli yang pertama kali membahas autisme, tercantum nama Donald Triplett sebagai “Kasus 1” di antara 11 anak yang dipelajari oleh psikiater Baltimore Leo Kanner.

Kala itu, Baltimore mengungkap, kondisi Don merupakan "kelainan" yang sebelumnya tidak pernah disebut dalam buku teks kedokteran.

Awalnya, ia menyebut kondisi Don sebagai ‘autisme anak-anak’ sebelum akhirnya disingkat menjadi ‘autisme’ saja.

Kisah Donald Triplett 

Don adalah anak yang sangat pendiam, yang tidak pernah membalas senyuman dan suara keluarganya.

Ia memiliki dunia dengan logikanya sendiri, bahkan memiliki caranya sendiri dalam berbicara dengan bahasa Inggris.

Pada beberapa waktu, misalnya, dia mengucapkan kata-kata "trumpet vine" dan "chrysanthemum" berulang-ulang.

3 dari 4 halaman

Don Sempat Dibawa ke Institusi dan Jauh dari Orangtua karena Autisme

Orangtua Don selalu mencoba mendekatinya, tetapi tidak pernah berhasil. Don juga tidak tertarik pada anak-anak lain yang diajak orangtuanya untuk bermain dengannya.

Bahkan, dia tidak mendongak ketika badut Sinterklas dibawa orangtuanya untuk mengejutkannya. Namun, mereka tahu Don pandai mendengarkan dan cerdas.

Pada waktu Natal saat berusia dua setengah tahun, dia menyanyikan kembali lagu-lagu Natal yang dinyanyikan ibunya sekali saja. Namun, ia meniru sang ibu sambil bernyanyi dengan nada yang sempurna. 

Meski dengan bakat kecerdasannya, perintah dokter mengarahkannya untuk ditempatkan di sebuah institusi sementara.

Sebab, di era itu, anak-anak yang berbeda dari anak "normal" akan dipisahkan sementara dari orangtua.

4 dari 4 halaman

Kisahnya Diangkat ke dalam Buku dan Film

Kisah Donald Triplett diangkat dan diadaptasi ke dalam bentuk buku dan film bertajuk 'In A Different Key'.

“Donald Triplett, kasusnya nomor satu. Dan tanpa dia, kita tidak akan menyebutnya autisme. Dan kami beruntung dengan beberapa detektif untuk melacaknya kembali,” kata Caren Zucker, salah satu pembuat film, kepada PBS.

Memiliki anak yang juga penyandang autisme merupakan motivasi Caren mengangkat kisah Don.

“Satu-satunya orang yang dapat berbicara untuk penyandang autisme adalah anggota keluarga mereka. Tanpa suara mereka, mereka tidak terdengar sama sekali. Dan itu terjadi pada hampir setengah dari populasi spektrum autisme,” ungkapnya.

“Jadi bagian dari tujuan kami dalam film ini adalah benar-benar menunjukkan kepada semua orang, sekali lagi, luasnya spektrum autisme. Juga, ada begitu banyak orang yang berbeda dan mereka datang dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna,” pungkas Caren.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.