Sukses

Pesan Masyarakat Disabilitas untuk Calon Presiden Berikutnya: Implementasi HAM Perlu Dilakukan Multisektor

Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang tinggal menghitung bulan mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk masyarakat penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang tinggal menghitung bulan mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk masyarakat penyandang disabilitas.

Mereka menitip pesan bagi calon presiden yang akan menjadi pemimpin Indonesia. Penyampaian pesan ini diwakili Koalisi Nasional Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas.

Menurut koalisi tersebut, sudah 25 tahun Indonesia melalui masa reformasi. Salah satu tuntutan pada awal masa reformasi adalah terkait dengan penegakan HAM tanpa terkecuali, termasuk kepada pada penyandang disabilitas.

Dalam upaya perwujudannya, pada 2006, Indonesia menandatangani Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights for Person with Disabilities/CRPD). Kemudian, pada 2011 diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011. Dan diadaptasi kepada birokrasi pemerintahan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Serangkaian dasar hukum tersebut menjadi dasar implementasi hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor. Penempatan disabilitas dalam isu HAM mendorong implementasinya bersifat multisektor, tidak tersekat pada batas tugas dan fungsi kementerian/lembaga tertentu.

Dengan begitu, isu disabilitas bukan lagi hanya disematkan kepada urusan dari Kementerian Sosial, tetapi sudah lintas kementerian bergantung kepada bidang terkait. Bahkan pengaturan dalam UU 8/2016 terkait dengan tugas dan fungsi dari 30 Kementerian di Pemerintahan Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rekomendasi Perbaikan dan Pemenuhan Hak Disabilitas Belum Ditindaklanjuti

Konsekuensi lain dari Indonesia yang telah meratifikasi CRPD adalah adanya pengamatan dan penilaian dari dunia internasional melalui Komite CRPD.

Pada September 2022, Komite CRPD sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk perbaikan dan penguatan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Rekomendasi itu dihasilkan dari serangkaian kegiatan yang terangkum dalam rapat bersama antara Komite CRPD dengan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus – 6 September 2022. Ini diawali dengan adanya pelaporan melalui initial report dari Pemerintah Indonesia dan dilengkapi dengan shadow report dari organisasi penyandang disabilitas di Indonesia.

Ada berbagai catatan dalam rekomendasi tersebut yang penting untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah Indonesia, yang sejauh ini belum ada tindak lanjut sama sekali.

3 dari 4 halaman

Rekomendasi yang Dimaksud

Adapun rekomendasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pendataan

Dalam aspek pendataan, rekomendasi yang disampaikan dan belum ditindaklanjuti adalah:

  • Memperkuat sistem pendataan untuk memperoleh data terpilah atas penyandang disabilitas di tingkat nasional, provinsi, kota, dan kabupaten. Dengan menggunakan metodologi dan interpretasi yang seragam, termasuk Washington Group Short Set of Questions untuk sensus nasional.
  • Memperluas pendataan tentang penyandang disabilitas agar mencakup kategori terpilah, seperti usia, jenis kelamin, ras, etnis, identitas gender, orientasi seksual, dan status adat.           
  • Mengembangkan program penelitian yang komprehensif untuk memfasilitasi penelitian kuantitatif dan kualitatif tentang situasi penyandang disabilitas. Dan menggalakkan penggunaan metodologi penelitian yang inklusif disabilitas.
  • Memastikan semua sistem dan prosedur pendataan menghormati kerahasiaan dan privasi penyandang disabilitas.
4 dari 4 halaman

Deinstitusionalisasi pada Panti

Rekomendasi berikutnya terkait deinstitusionalisasi (kebijakan terkait kesehatan jiwa) pada panti yang mencakup:

  • Negara membentuk kerangka kualitas dan pengamanan yang komprehensif untuk panti sosial yang mencakup mekanisme penyelidikan, pemantauan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Termasuk sanksi hingga deinstitusionalisasi tercapai.
  • Memindahkan penyandang disabilitas dari panti atau institusi ke masyarakat dengan bantuan yang sesuai.
  • Melarang pembelengguan, pengucilan, dan semua bentuk pengekangan di semua lingkungan termasuk keluarga dan panti sosial. Dan mengembangkan serta melakukan sosialisasi bantuan berbasis masyarakat dan tanpa paksaan.
  • Mengadopsi strategi proses deinstitusionalisasi bagi orang dewasa dan anak-anak dengan disabilitas yang tinggal di panti-panti sosial dan pemukiman, rumah sakit, rumah singgah, dan pusat rehabilitasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.