Sukses

Cerita di Balik Lahirnya Blind Judo Indonesia, Cabor untuk Penyandang Disabilitas Netra

Sebagian penyandang disabilitas memiliki ketertarikan dalam dunia olahraga. Salah satunya cabang olahraga (cabor) blind judo untuk penyandang disabilitas netra.

Liputan6.com, Jakarta Sebagian penyandang disabilitas memiliki ketertarikan dalam dunia olahraga. Salah satunya pada cabang olahraga (cabor) blind judo.

Blind judo di Indonesia dicetuskan oleh atlet judo nasional Ira Purnamasari. Ira mulai mengenal blind judo pada 2016.

Momen tersebut terjadi bersamaan dengan awal kariernya sebagai pelatih untuk persiapan Pesta Olahraga Nasional (PON) dan Pekan Paralimpiade Nasional (PEPARNAS).

Seorang teman sesama pelatih dari cabor renang yang lebih dulu bergabung ke National Paralympic Committee of Indonesia (NPCI) Jawa Barat, menyarankan Ira untuk mengadakan cabor blind judo di PEPARNAS XV 2016. Pasalnya, blind judo telah diselenggarakan di kejuaraan internasional.

“Jadi memang Jawa Barat yang paling dulu. Karena kebetulan waktu itu Jawa Barat juga menjadi tuan rumah untuk PEPARNAS XV/2016. Jadi saya aksesnya bisa lebih banyak, lebih tahu, belajar lebih dulu dari yang lain,” kata putri dari pelatih judo ternama Jawa Barat, Atang M. Noer mengutip mengutip laman resmi Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Rabu (22/3/2023).

Bersama dua orang rekannya, Ira kemudian membentuk tim pelatih dan mengumpulkan para penyandang disabilitas netra yang menjadi cikal bakal atlet blind judo di Jawa Barat dan Indonesia.

Informasi menyebar dari mulut ke mulut, lalu perlahan para atlet tunanetra mulai mengajak teman-teman lainnya untuk bergabung di olahraga asal Jepang ini.

“Karena sesuatu yang baru mungkin ya, menarik juga, jadi temen-temen yang blind (tunanetra) lebih tertarik,” jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tantangan Melatih Blind Judo

Mengajarkan judo kepada penyandang disabilitas netra memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah kurangnya referensi yang dimiliki Ira dan tim pelatihnya.

Selain itu, mengajarkan teknik judo kepada teman low vision dan totally blind juga terdapat sedikit perbedaan. Ia menjelaskan, untuk atlet low vision masih dapat melihat gerakan kaki atau tangan dengan sisa penglihatan dan dibantu untuk teknik-teknik tertentu.

Sedangkan untuk mereka yang totally blind diperlukan waktu yang lebih banyak untuk menjelaskan detail dan menuntun gerakan kaki atau tangannya.

Meski menghadapi tantangan, ia sangat terkesan dengan usaha atlet-atletnya untuk mau berolahraga dan mencapai prestasi.

“Karena saya yakin, usaha adik-adik pasti lebih besar dibanding yang lain, dengan keterbatasan, tetap bisa berprestasi.”

3 dari 4 halaman

Hasil Melatih

Sampai saat ini Ira masih berhubungan baik dengan atlet-atlet yang pernah dilatihnya. 

“Saya seneng banget pernah bergabung di Blind Judo,” tutup Ira.

Peraih medali emas SEA Games 2003, 2005, dan 2007 ini juga menceritakan dengan bangga bahwa Lima atlet asal Jawa Barat yang pernah ia latih pada 2016, berhasil terpilih mengikuti Asean  Para Games XI di Solo 2022 awal Agustus lalu.

“Saya senang hasil usaha adik-adik itu bisa membawa mereka ke ajang internasional, bisa membawa bukan hanya nama Jawa Barat, tapi juga nama Indonesia ke level yang lebih tinggi, bukan hanya nasional.  Saya pengennya atlet-atlet yang dulu pernah dilatih sama saya bisa mencapai prestasi internasional,” harap Ira.

4 dari 4 halaman

Tentang Ira

Ira Purnamasari berasal dari keluarga yang mencintai olahraga, khususnya judo. Sejak umur 2 tahun, Ira bersama ibunya sering mendatangi dojo, tempat berlatih judo.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini juga acap kali melihat kakak-kakaknya belajar judo, dan mengamati sang ayah melatih para atlet.

Menginjak usia 10, perempuan kelahiran 7 Juli 1981 ini bergabung dengan klub judo dan berlatih di Judo Institut Bandung yang merupakan tempat sang ayah menjadi pelatih.

Prestasi pertama Ira di dunia judo diraih pada 1990 saat merebut juara dalam kejuaraan Suhutcup tingkat SD dan juara ketiga pada Kejurnas Junior di Bali pada 1991.

Menginjak masa SMA, ia semakin rajin berlatih judo di klub Padepokan judo Indonesia di Ciloto, Cianjur, sambil tetap bersekolah.

Ira menekankan bahwa prestasinya di olahraga judo tak membuatnya lupa akan pentingnya pendidikan.

Setelah SMA

Setelah SMA, ibu dua anak ini melanjutkan pendidikannya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Tepatnya di fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), sambil tetap melanjutkan pelatihan judonya di Pemusatan Latihan Daerah (PELATDA).

Selanjutnya, pada 2004, Ira melanjutkan studinya ke jenjang master di Sekolah Pascasarjana UPI dan tetap bergabung di Pemusatan Latihan Nasional (PELATNAS).

Berkat prestasi di bidang pendidikan dan olahraga, Ira kemudian diangkat menjadi dosen program studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga UPI pada 2008.

“Semuanya dapat berjalan beriringan tergantung bagaimana cara kita dalam membagi waktu,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.