Sukses

Bukan Cuma Kondisi Masa Kanak-Kanak, ADHD adalah Disabilitas yang Disandang Seumur Hidup

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) meskipun secara tradisional dikenal sebagai gangguan masa kanak-kanak, tapi sebenarnya ini adalah kondisi seumur hidup.

Liputan6.com, Jakarta Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) meskipun secara tradisional dikenal sebagai gangguan masa kanak-kanak, tapi sebenarnya ini adalah kondisi seumur hidup.

Menurut Dr Lim Boon Leng, seorang psikiater di Gleneagles Medical Centre, sekitar 30 persen anak-anak akan mengalami gejala yang berlanjut hingga dewasa.

Meskipun tidak ada penelitian tentang prevalensi ADHD di beberapa negara, data internasional menunjukkan bahwa sekitar 5 persen anak-anak menyandang ADHD.

Profesional medis menggunakan alat seperti Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) untuk mendiagnosis ADHD. Ada sembilan kriteria untuk hiperaktif dan impulsif, dan sembilan untuk kurang perhatian.

Tanda-tanda hiperaktif dan impulsif termasuk sering gelisah, berbicara berlebihan, sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai dan menyela orang lain.

Tanda-tanda kurangnya perhatian termasuk mudah teralihkan, mengalami kesulitan mengatur tugas dan kegiatan, dan menghindari atau tidak menyukai tugas yang membutuhkan upaya mental yang berkelanjutan, seperti pekerjaan rumah atau menyiapkan laporan.

Anak-anak biasanya harus memenuhi enam atau lebih dari sembilan kriteria, sedangkan mereka yang berusia 17 tahun ke atas harus memenuhi setidaknya lima. Psikiater Lim menambahkan bahwa anak-anak, terutama anak laki-laki, lebih cenderung menunjukkan gejala hiperaktif. Namun seiring bertambahnya usia, mereka cenderung menginternalisasi kegelisahan mereka.

Anak-anak juga cenderung lebih terganggu oleh lingkungannya, sedangkan orang dewasa cenderung lebih terganggu oleh pikirannya sendiri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Semua Orang Memiliki Gejala Sama

Meski beberapa gejala ADHD yang disebutkan terkesan jelas, tapi tidak semua orang dengan ADHD akan memiliki gejala yang sama, kata Dr Bhanu Gupta dari Institute of Mental Health (IMH).

“Apakah ada ADHD ringan dan parah? Ya, kata Gupta,” mengutip Channel News Asia Senin (2/5/2022).

Gejala ringan dapat mengakibatkan hanya gangguan kecil dalam fungsi sosial atau pekerjaan, sedangkan gejala berat dapat menyebabkan gangguan yang nyata.

Gejalanya harus berlebihan dan menyebabkan tekanan dan gangguan yang signifikan, sebelum kondisi tersebut didiagnosis secara resmi, kata Gupta, konsultan senior di departemen mood dan kecemasan IMH.

“Bahkan jika Anda merasa cocok dengan deskripsi gejala ADHD, tidak disarankan untuk mendiagnosis diri sendiri, karena pandangan seseorang bisa sangat bias,” katanya.

“Dokter memiliki banyak pengalaman dan mampu mengevaluasi gejala secara lebih objektif, serta memastikan bahwa kemungkinan kondisi lain yang ada bersama dikesampingkan atau diobati.”

Meskipun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya menyebabkan ADHD, Lim mencatat bahwa itu "sangat diwariskan". Dengan kata lain, faktor keturunan berperan besar.

3 dari 4 halaman

Faktor Genetik

Bukti menunjukkan bahwa ADHD dapat disebabkan faktor genetik, lanjut Gupta. Setidaknya sepertiga dari semua ayah yang menyandang ADHD di masa muda mereka akan memiliki anak dengan kondisi yang sama.

Studi juga menunjukkan bahwa anak kembar lebih mungkin memiliki ADHD daripada populasi umum, kata Gupta.

Ia menambahkan, Attention Deficit Disorder (ADD) adalah istilah lama untuk ADHD. Hingga 1987, ADD adalah istilah diagnostik resmi untuk menggambarkan apa yang sekarang disebut ADHD.

ADD kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan ADHD subtipe lalai. Untuk orang dewasa, mendapatkan diagnosis formal bisa menjadi jalan keluar tersendiri bagi berbagai kesulitan.

“Banyak orang dengan ADHD telah melalui masa yang cukup sulit di masa kanak-kanak – mereka selalu dikritik, mereka selalu ditegur dan dikatakan bahwa mereka malas,” kata Lim.

Tidak jarang pasien menangis setelah mereka menerima diagnosis mereka, katanya. “Karena mereka tahu mereka tidak bisa disalahkan; mereka bukan orang jahat atau malas, dan mereka hanya memiliki kondisi ini.”

4 dari 4 halaman

Terlambat Didiagnosis

Tak jarang ada orang yang terlambat didiagnosis ADHD. Misalnya di usia 30-an dan lebih. Namun, mereka tetap bisa mendapat manfaat besar walau ketika sudah didiagnosis.

Mendiagnosis anak dapat membantu keluarga, sekolah, dan individu memahami kesulitannya dengan lebih baik, kata Dr Vicknesan Jeyan Marimuttu, konsultan kesehatan mental anak dan remaja.

“Seringkali, anak-anak disalahkan karena nakal. Padahal sebenarnya masalah utamanya adalah ADHD,” katanya.

“Selama periode waktu tertentu, kesalahan pelabelan dapat mengakibatkan rasa tidak berdaya pada orangtua dan harga diri yang buruk pada anak-anak.”

Praktik klinis yang biasa dilakukan adalah menunda diagnosis ADHD hingga usia enam atau tujuh tahun dan setelahnya, ketika anak-anak lebih mampu menghambat atau mengendalikan perilaku mereka, kata Marimuttu.

Berdasarkan DSM-5, gejala harus diamati dalam dua atau lebih tempat, seperti di sekolah atau di rumah. Mendapatkan diagnosis juga membuka peluang untuk perawatan.

“Intervensi dapat membantu pada usia atau tahap apa pun, dan mungkin layak untuk dilakukan,” kata Gupta dari IMH.

“Kami sering mendapati orang yang terlambat didiagnosis, berusia 30-an dan lebih, dan mereka masih mendapat manfaat besar dari perawatan ini,” tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.