Sukses

80 Persen Kasus Disleksia Berasal dari Faktor Keturunan

Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia dr. Kristiantini Dewi, Sp.A menjelaskan bahwa disleksia 80 persen diturunkan dari orangtua.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia dr. Kristiantini Dewi, Sp.A menjelaskan bahwa disleksia 80 persen diturunkan dari orangtua.

“Karena 80 persen itu banyak, kalau saya lihat anak disleksia biasanya langsung berusaha memverifikasi orangtuanya siapa yang disleksia atau mungkin saudara kandungnya juga disleksia,” kata Tian dalam kongkow Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) ditulis Rabu (24/11/2021).

Sedang, 20 persen sisanya bukan dari faktor keturunan. Hal ini masih diteliti dan belum ada hasilnya, lanjut Tian.

“Tapi betul, disleksia berbasis genetika sebagian besar bisa diturunkan. Kalau saya disleksia maka kemungkinan besar anak pertama saya tuh 40 sampai 70 persen kemungkinan menyandang disleksia. Saudara kandungnya kemungkinan 50 persen menyandang disleksia.”

2 dari 4 halaman

Menegakkan Diagnosis

Ia menambahkan, disleksia adalah kondisi yang dapat ditandai dengan kesulitan membaca dan menulis. Ketika membaca dan menulis, anak disleksia dapat melihat tulisan yang terbolak-balik sehingga sulit dipahami.

“Kondisi ini tidak dapat disembuhkan dan tidak dapat dipesan.”

Dalam menegakkan diagnosis disleksia diperlukan tindakan klinis. Pertama, harus terbukti bahwa penyandangnya memiliki potensi kecerdasan yang baik.

“Kalau mau terlihat secara objektif biasanya kita tes IQ, akan terlihat bahwa skor IQ-nya paling tidak normal. Apa bisa orangnya pintar atau pintar banget? Ya bisa lah.”

Hal ini dibuktikan dengan tokoh-tokoh dunia yang memiliki disleksia dan berhasil sukses di bidang masing-masing. Contohnya Walt Disney dan mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew.

3 dari 4 halaman

Orang Disleksia Kreatif

Kebanyakan orang dengan disleksia memiliki kreativitas dan ide-ide yang out of the box, lanjut Tian. Hal ini memiliki alasan tersendiri berdasarkan penelitian.

“Penelitian makin ke sini makin memperlihatkan bahwa ada bagian atau sel-sel otak tertentu yang pada orang non disleksia misalnya yang aktif itu A dan yang tidak aktif B. Nah, pada orang disleksia terbalik, padahal yang B ini ternyata kalau aktif dapat melibatkan lintasan di otak yang lebih kompleks.”

Dampaknya, orang dengan disleksia bisa menjadi super kreatif. Namun, kreativitas ini bisa tampak sangat unik karena membutuhkan processing speed yang lebih lama, apa-apa harus divisualisasikan, tidak bisa numpuk.

“Mereka bisa memiliki rencana yang baik hingga di masa depan tapi kesulitan untuk mengeksekusi rencana tersebut satu per satu secara segmented,” pungkasnya.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas