Sukses

4 Tanda Trauma yang Belum 'Terselesaikan' dan Cara Mengatasinya

Berikut ini 4 tanda umum trauma yang belum “terselesaikan”, dan bagaimana cara untuk mengelolanya

Liputan6.com, Jakarta Trauma dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari trauma fisik akibat kecelakaan hingga trauma emosional akibat kehilangan atau pelecehan.

Ketika seseorang mengalami trauma, perasaan dan ingatan tentang kejadian tersebut dapat terus mengganggu pikiran mereka, bahkan setelah waktu yang lama telah berlalu.

Hal ini dapat mengakibatkan gejala seperti mimpi buruk, flashbacks, atau reaksi emosional yang tiba-tiba dan intens ketika teringat akan kejadian tersebut.

Tetapi ada juga orang yang belum “menyelesaikan” trauma mereka, dan hal ini membuat mereka tidak menyadari bagaimana trauma dapat mempengaruhi kualitas hidup dan hubungan mereka.

Mereka mungkin meremehkan pentingnya trauma mereka atau mungkin hidup dalam keadaan "teralihkan" di mana mereka menjadi terputus dari perasaan dan emosi mereka.

Trauma ini dapat berisiko merusak hubungan seseorang dan dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk memilih orang yang sehat secara emosional dalam hidup mereka.

Meskipun semua situasi traumatis dapat memengaruhi seseorang secara sadar maupun tak sadar, ketika seseorang tidak menyelesaikan trauma mereka, trauma tersebut dapat terus berdampak negatif pada kehidupan mereka, harga diri mereka, dan pilihan mereka dalam menjalin hubungan sesama manusia.

Dengan demikian, penting bagi individu yang mengalami trauma untuk mendapatkan dukungan dan perawatan yang sesuai. Terapi trauma, seperti terapi kognitif-behavioral, dapat membantu individu mengatasi efek trauma dan memulihkan kesehatan mental mereka.

Dengan dukungan yang tepat, banyak orang yang mengalami trauma dapat pulih dan mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Dan berikut ini 4 tanda umum trauma yang belum “terselesaikan”, dan bagaimana cara untuk mengelolanya, melansir dari Psychology Today, Jum’at (12/04/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Overthinking

Jika Anda pernah mengalami trauma yang signifikan atau kronis, salah satu pola yang paling umum yang mungkin memengaruhi hidup Anda adalah terlalu banyak berpikir (overthinking).

Overthinking adalah istilah umum untuk perenungan, atau pikiran obsesif tentang seseorang atau situasi yang mungkin memperburuk trauma yang ada dan dapat mengganggu kualitas hidup Anda.

Dua pola umum dari ruminasi (yaitu kondisi seseorang merenungkan dan memikirkan suatu masalah atau peristiwa secara berulang-ulang) adalah terobsesi dengan masa lalu dan terobsesi dengan masa depan.

Merenungkan masa lalu secara kronis dapat menyebabkan gejala depresi atau memperburuk depresi yang sudah ada, sedangkan merenungkan masa depan dapat menyebabkan Anda merasa cemas atau memperburuk diagnosis kecemasan yang Anda rasakan.

Jika Anda menyadari bahwa Anda cenderung merenungkan situasi yang menyebabkan trauma, Anda harus belajar untuk mengidentifikasi ciri-ciri dan pola situasi atau seseorang tersebut yang membuat Anda trauma, serta mengidentifikasi emosi yang sedang Anda alami.

Penting juga untuk mempelajari cara mengatasi masalah secara adaptif yang dapat membantu Anda untuk tetap sadar dan fokus pada masa sekarang.

Selain itu, Anda juga harus mempertimbangkan untuk mempelajari teknik-teknik untuk menantang pikiran negatif yang muncul secara otomatis sembari mempraktikkan belas kasih diri.

3 dari 6 halaman

2. Terlalu sering untuk meminta maaf

Banyak orang dengan riwayat trauma telah belajar untuk meminta maaf secara berlebihan sebagai bagian dari kelangsungan hidup dan perlindungan diri.

Mereka yang memiliki riwayat trauma masa kecil mungkin telah belajar untuk meminta maaf atas hal-hal yang bukan kesalahan mereka sebagai cara untuk menjaga perdamaian dan mencegah konflik untuk muncul lebih banyak.

Beberapa orang yang meminta maaf secara berlebihan juga dapat merasakan harga diri yang rendah atau rasa tidak aman yang tinggi, dan meminta maaf secara berlebihan juga dapat berjalan seiring waktu dengan kecenderungan untuk menyenangkan orang lain.

Ketika belajar untuk menghentikan pola meminta maaf secara berlebihan, Anda harus menyadari orang-orang atau situasi yang membuat Anda merasa rentan terhadap pola ini.

Anda juga harus belajar untuk membela diri sendiri, untuk menyadari bahwa Anda diizinkan untuk mengekspresikan kebutuhan Anda dan bahwa Anda tidak perlu merasa berkewajiban untuk meminta maaf karena memiliki keyakinan atau perasaan tertentu.

4 dari 6 halaman

3. Oversharing

Oversharing adalah pola umum yang terlihat pada orang-orang yang pernah mengalami trauma, dimana mereka akan membagikan informasi pribadi secara berlebihan.

Bagi sebagian orang, oversharing mungkin merupakan cara untuk "mempercepat" hubungan baru dan membangun rasa keintiman palsu antara dua orang. Namun, ketika sebuah hubungan dibangun di atas trauma yang berlebihan, hubungan tersebut akan disalahartikan sebagai hubungan yang otentik, yang dapat meningkatkan risiko Anda untuk tetap "terjebak" dalam hubungan yang terikat trauma.

Orang lain mungkin melakukan oversharing untuk perlindungan diri, untuk menjaga jarak dengan orang lain, atau untuk menjauhkan hubungan yang dirasa terlalu mengancam.

Jika Anda menyadari bahwa Anda cenderung membagikan informasi secara berlebihan, Anda harus lebih memperhatikan orang-orang yang Anda akan ajak untuk mengobrol, jenis hubungan yang Anda miliki dengan orang-orang tersebut, berapa lama Anda telah mengenal mereka, dan apakah Anda perlu mengalihkan pembicaraan ke hal yang tidak terlalu privasi atau tidak.

5 dari 6 halaman

4. Anda merasa kewalahan

Jika Anda merasakan emosi yang intens, stres, atau ketidakmampuan untuk menenangkan diri, Anda mungkin merasa kewalahan karena trauma yang belum teratasi.

Ketika Anda terus-menerus merasa kewalahan, hal ini akan membatasi kemampuan Anda untuk menanggulangi peristiwa sehari-hari. Selain itu, hal ini juga dapat membuat Anda merasa lelah atau berkurangnya kemampuan untuk melakukan banyak tugas.

Bagi sebagian orang, perasaan kewalahan ini dapat memicu disregulasi emosi, ledakan emosi yang tiba-tiba, atau menutup diri secara emosional.

Jika Anda memiliki riwayat trauma, penting untuk menghubungi psikolog yang berspesialisasi dalam penyembuhan trauma, dan yang dapat membantu Anda mempelajari keterampilan yang diperlukan dalam memprioritaskan perawatan diri Anda.

6 dari 6 halaman

Mengatasi Respons Trauma

Ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian.

Penyembuhan diri dari trauma (termasuk jenis-jenis respon trauma yang umum) sering kali membutuhkan kerja sama dengan seorang profesional yang dapat membantu Anda memproses emosi dan pengalaman masa lalu Anda sehingga tidak terus memengaruhi Anda di masa sekarang.

Penting juga untuk mempraktikkan belas kasihan diri sendiri.

Meskipun tidak ada cara yang "benar" untuk menyembuhkan trauma, ingatlah untuk bersikap baik kepada diri sendiri sepanjang perjalanan pribadi Anda. Hal ini sering kali mencakup membuat catatan harian, tidur yang berkualitas, mengatur ulang jadwal Anda bila diperlukan, dan mengelilingi diri Anda dengan orang-orang yang mencintai Anda dan mendukung Anda dalam proses penyembuhan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.