Liputan6.com, Jakarta- Pekan Olahraga Nasional atau PON 2024 di Aceh dan Sumatera Utara penuh dengan kekacauan. Baik dari prasarana pertandingan hingga faktor penunjang lainnya. Perubahan harus dilakukan pada PON 2028 yang akan berlangsung di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Profesor dari FIK UNJ, Prof Moch Asmawi berharap pemerintah pusat bisa lebih diberi ruang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan PON selanjutnya.
Untuk diketahui, penyelenggaraan PON saat ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan juga daerah tuan rumah. Daerah yang menjadi tuan rumah menjabat sebagai ketum PB PON, yaitu Pengurus Besar Pekan Olahraga Nasional.
Advertisement
Prof Asmawi terlibat dalam penyelenggaraan PON 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Dia menyaksikan bagaimana fasilitas belum siap meski acara PON sudah dibuka.
“Saat dibuka PON, belum siap. Baik lapangan maupun fasilitas. Kebetulan saya ada di lapangan bola voli, balap motor, dan atletik. Sampai H-1 di atletik belum siap, tidak ada lampu penerangan, sampai hari pertama sore menyampaikan pemberian hadiah gelap-gelapan. Ada juga Mas Menteri (Menpora) di sana,” ucap Asmawi, Selasa (1/10/2024).
“PON dirancang jauh-jauh hari, minimal 4 tahun sebelum pelaksanaan. Seharusnya semua sudah siap, dari materi, tenaga, SDM, Gedung, fasilitas harusnya sudah siap. Akan tetapi, kenyataannya masih perbaikan dan sudah bertanding bahkan mau selesai bertanding. Namun, masih persiapannya masih belum matang,” katanya.
Perubahan Pelaksanaan PON
Menurut Asmawi, perlu ada perubahan dalam penyelenggaraan PON. Dia mengatakan bahwa Pemerintah Pusat seharusnya diberi andil lebih dalam penyelenggaraan PON.
“Yang perlu saya garis bawahi, bagaimanapun juga pemerintah pusat memiliki andil yang paling depan karena yang membiayai paling besar untuk PON ini termasuk fasilitas atau sarpras,” kata Asmawi.
“Nanti, provinsi bisa bekerjasama untuk menyesuaikan diri dengan pusat. Akan tetapi, mau bagaimana pun juga, pusat adalah penanggung jawab utama,” ujarnya.
Pemerintah Pusat harus diberi wewenang lebih utama untuk mensukseskan pergelaran PON. Prof Asmawi melihat penyelenggara PON saat ini kurang melibatkan pemerintah pusat.
“Intinya pemerintah pusat sebagai pengendali dan yang utama karena pemerintah pusat adalah yang memberikan wewenang, tetapi selama ini pemerintah pusat kurang diberi kesempatan untuk menentukan segalanya. Tetap dipersiapkan SDM, fasilitas, transportasi, dan lain sebagainya. Harapannya tetap berjalan dengan lancar,” ucapnya.
Advertisement
Sesuai DBON
Prof Asmawi mengatakan seharusnya PON mengikuti Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). PON adalah tahapan awal atlet menuju Olimpiade.
“Ingat, kita memiliki Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang mengacu pada Olympic game. Bahkan, ASEAN Game atau Sea Game adalah sebagai perantara menuju Olympic. Bagaimanapun juga, mengacu pada Olympic,” ujarnya.
Asmawi mengkritik cabang olahraga (Cabor), yang dipertandingkan di PON XXI Aceh-Sumatera Utara, terlalu banyak. Baginya, terlalu banyak olahraga tradisional yang dipertandingkan.
“Maaf nih, olahraga-olahraga yang sifatnya rekreasi dipertandingkan, olahraga tradisional di pertandingan. Tidak fair apabila dikompetisikan. Harusnya disesuaikan dengan Olympic Game, ASEAN, dan juga Sea Game tetap diperhatikan meskipun rujukan utamanya adalah Olympic Game sebagai rujukan DBON,” ujarnya.