Sukses

Inflasi AS Naik, Ini Penyumbang Terbesar

Dalam basis 12 bulan, indeks harga konsumen atau CPI Amerika Serikat (AS) meningkat 3,4%, sesuai dengan ekspektasi.

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi Amerika Serikat sedikit menurun pada April 2024, setidaknya memberikan sedikit kelegaan bagi konsumen tetapi tetap bertahan di atas tingkat yang mengindikasikan penurunan suku bunga akan segera terjadi.

Melansir CNBC International, Kamis (16/5/2024) indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) AS, yang mencakup biaya barang dan jasa di kasir, meningkat 0,3% dari Maret, menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja negara itu.

Namun, dalam basis 12 bulan, CPI AS meningkat 3,4%, sesuai dengan ekspektasi. Sedangkan inflasi inti AS, yang tidak termasuk pangan dan energi, mencapai 0,3% secara bulanan dan 3,6% secara tahunan. Angka inflasi inti tahunan AS kali ini merupakan yang terendah sejak April 2021, sedangkan kenaikan bulanan merupakan yang terkecil sejak Desember 2023.

Pasar bereaksi positif setelah rilis CPI, dengan kontrak berjangka yang terkait dengan indeks saham utama menguat dan imbal hasil Treasury jatuh.

Pedagang berjangka kini meningkatkan kemungkinan tersirat the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan September mendatang.

"Ini adalah laporan pertama dalam sebulan yang tidak lebih panas dari perkiraan, jadi ada kenaikan," kata Dan North, ekonom senior di Allianz Trade Amerika Utara.

Dalam laporan lainnya pada Rabu, 15 Mei 2024, Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel datar pada April 2024 dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 0,4%. Angka tersebut disesuaikan dengan kondisi musiman tetapi bukan inflasi, sehingga menunjukkan konsumen tidak mengikuti laju kenaikan harga.

Biaya tempat tinggal, yang telah menjadi masalah bagi pejabat The Fed yang memperkirakan inflasi turun tahun ini, meningkat 0,4% pada bulan tersebut dan naik 5,5% secara tahunan. Keduanya merupakan tingkat yang sangat tinggi bagi bank sentral AS yang mencoba menurunkan inflasi secara keseluruhan menjadi 2%.

Adapun indeks energi AS yang naik 1,1% selama sebulan dan naik 2,6% secara tahunan, serta harga kendaraan bekas dan baru menurun masing-masing 1,4% dan 0,4%.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Pakaian Jadi hingga Biaya Medis Catat Kenaikan Signifikan

Sektor-sektor yang menunjukkan kenaikan signifikan pada inflasi AS bulan ini mencakup pakaian jadi (1,2%), jasa transportasi (0,9%) dan jasa perawatan medis (0,4%).

Untuk jasa transportasi, terjadi peningkatan tahunan hingga 11,2%. Jasa-jasa tidak termasuk energi, yang merupakan poin penting bagi para pengambil kebijakan, meningkat 0,4% dalam sebulan dan naik 5,3% dalam setahun.

Kenaikan inflasi AS kali ini menjadi berita buruk bagi para pekerja, yang mengalami penurunan pendapatan sebesar 0,2% pada bulan tersebut ketika disesuaikan dengan inflasi. Dalam basis 12 bulan, pendapatan riil hanya naik 0,5%.

3 dari 4 halaman

Inflasi Terbaru jadi Dilema bagi The Fed

Laporan terbaru inflasi AS muncul ketika The Fed menahan diri karena inflasi terbukti lebih tangguh dari perkiraan.

Para pengambil kebijakan telah mengatakan dalam beberapa pekan terakhir bahwa mereka memerlukan lebih banyak bukti bahwa inflasi berada pada jalur yang berkelanjutan untuk kembali ke target 2% sebelum menyetujui penurunan suku bunga.

Suku bunga acuan pinjaman semalam The Fed ditargetkan pada kisaran antara 5,25%-5,5%, yang merupakan level tertinggi dalam 23 tahun.

Dalam sambutannya pada hari Selasa, Ketua Fed Jerome Powell mengakui bahwa pembacaan pada awal tahun 2024 lebih tinggi dari perkiraan dan mengatakan kemungkinan bank sentral perlu mempertahankan kebijakan moneter pada tingkat suku bunga saat ini lebih lama dari yang diperkirakan.

Bagi pasar keuangan, hal ini berarti The Fed kemungkinan akan menunggu hingga musim panas untuk mendapatkan data inflasi yang lebih baik, dengan penurunan suku bunga awal akan dilakukan pada bulan September.

"Kami pikir paling cepat bulan September mereka akan melakukan pemotongan,” kata North, ekonom Allianz.

"Pikiran mereka sepertinya adalah, 'kami tidak terburu-buru menurunkan suku bunga. Inflasi tidak mendekati 2%, perekonomian baik-baik saja, kami tidak melakukan apa pun selama berbulan-bulan," jelas dia.

4 dari 4 halaman

Inflasi Amerika Serikat Jika Terus Menguat, The Fed Bakal Kerek Suku Bunga

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada periode 4-8 September 2023. Koreksi IHSG terjadi didorong sektor saham properti dan consumer non siklikal.

Dikutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (10/9/2023), IHSG turun 0,7 persen ke posisi 6.925. IHSG merosot didorong sektor saham properti dan consumer non siklikal yang tergelincir masing-masing 2,6 persen dan 2,31 persen terhadap indeks. Selain itu, investor asing juga melepas saham USD 33 juta selama sepekan.

Dalam riset Ashmore menyebutkan, pada pekan ini rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan dengan klaim pengangguran lebih rendah sejak Februari 2023. Selain itu, produktivitas tenaga kerja non pertanian pada kuartal II 2023 tumbuh dari yang diharapkan.

Sementara itu, Indonesia melaporkan data cadangan devisa lebih rendah. Posisi cadangan devisa setara 6,2 bulan impor dan di atas standar global.

Di sisi lain, harga komoditas menjadi sorotan Ashmore. Pekerja LNG di lokasi Chevron di Australia mulai mogok setelah diskusi mengenai kondisi kerja dan pembayaran yang gagal.

Secara khusus, pekerja memulai serangan parsial di fasilitas di Gorgon dan Wheatstone yang terletak di sisi barat Australia. Ini adalah fasilitas penting yang memasok sekitar 7 persen dari total pasokan LNG dunia tahun lalu, seperti Dutch TTF Natural Gas Futures yang naik lebih dari 11 persen selama dua hari ini.

Pemogokan akan meningkat jika belum ada kesepakatan dicapai pada 14 September 2023. Anggota serikat pekerja mengatakan akan berhenti kerja untuk dua minggu yang akan hentikan ekspor LNG.

"Dalam jangka pendek, pasokan global diperkirakan tidak akan terganggu secara signifikan karena permintaan saat ini lebih lemah dari Asia dan Eropa,” demikian mengutip dari riset Ashmore.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini