Sumpah Pemuda, Kisah `Indonesia Raya` Diperdengarkan Tanpa Lirik

WR Soepratman maju dengan menenteng biola. Lalu, `Indonesia Raya` mulai berkumandang. Para hadirin terpukau.

oleh Liputan6 diperbarui 28 Okt 2013, 08:08 WIB
Kongres Pemuda II telah memasuki hari terakhir. WR Supratman mendekati Ketua Kongres Soegondo Djojopoespito. Ia minta izin memperdengarkan karyanya, Indonesia Raya.

Soepratman menyodorkan kertas berisi lirik lagu tersebut. Soegondo membaca cepat tapi seksama. Ia setuju dengan satu syarat: diperdengarkan secara instrumental, liriknya terlampau provokatif untuk masa itu.

Dengan para polisi Belanda berkeliaran di arena kongres, Soegondo khawatir akibat buruknya. Pembubaran acara, penangkapan peserta, atau kemungkinan pahit lain.

Beberapa jam kemudian, Minggu 28 Oktober malam, saat kongres ditutup, Soepratman maju dengan menenteng biola. Kemudian, Indonesia Raya mulai berkumandang. Para hadirin terpukau.

Itulah kali pertama Indonesia Raya diperdengarkan di depan umum. Kongres pun menghasilkan rumusan yang disebut Sumpah Pemuda.

Lagu tersebut tercipta 4 tahun sebelumnya. Suatu kali, Soepratman membaca sebuah karangan di majalah Timboel, terbitan Solo. Penulis karangan itu menantang para ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Pria kelahiran Jatinegara, Jakarta Timur, ini tertantang. Lalu mulai menggubah lagu. Ketika itu, ia baru 21 tahun dan berprofesi sebagai wartawan. Ia telah tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokohnya.

Sesudah acara Kongres Pemuda II, para aktivis pergerakan kerap menyanyikan lagu itu saat menggelar pertemuan. Mereka menyanyikan lagu itu dengan mengucapkan “Mulia, Mulia!”, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada bagian refrein--tentu dengan maksud menghindari polisi Belanda.

Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan. Soepratman tidak sempat menikmati suasana itu. Ia meninggal dunia pada 17 Agustus 1938. (Yus/dari berbagai sumber)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya