Lima Kementerian Masih `Ribut` Masalah Pencegahan Rokok

Indonesia hingga kini belum menandatangani aturan tentang pengendalian masalah tembakau karena lima kementerian belum satu suara.

oleh Aditia Saputra diperbarui 21 Okt 2013, 17:00 WIB
Dunia internasional memiliki aturan tentang pengendalian masalah tembakau yang dituangkan dalam The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Ini merupakan hasil negosiasi 192 negara anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO). Namun sayang, di Indonesia sendiri perjanjian ini belum juga mencapai kata sepakat.

Padahal, bila FCTC ini telah ditandatangani dan sudah sah secara hukum, maka pemerintah di Indonesia dapat membantu mengurangi angka masyarakat yang aktif merokok dan menghindarinya dari penyakit berbahaya yang disebabkan karena rokok.

Bambang Sulistomo, Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan, pada saat FCTC ini dibicarakan oleh lima bidang kementerian di Indonesia, tidak juga menghasilkan suatu keputusan yang valid.

"Semua punya argumentasi masing-masing. Banyak kementerian yang mengatakan, ini sangat membahayakan sektor lainnya," ujar Bambang Sulistimo, dalam acara 'FCTC Untuk Ketahanan Bangsa', Hotel Royal Kuningan, Jakarta, 21 Oktober 2013.

Ada pun lima kementerian yang dimaksud oleh Bambang adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Industri, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Keuangan. "Dalam kesempatan itu juga kita mengundang pihak industri rokok, LSM, dan masyarakat terkait. Semuanya berdialog. Tapi tetap tidak menghasilkan apa-apa," tambah dia.

Tapi untungnya, tambah Bambang, kini Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian telah sepakat untuk menandatangani FCTC ini. Sebagai inisiator, sudah tentu Kementerian Kesehatan dan BPOM sangat senang, dan mendukungnya secara penuh.

"Tinggal Kementerian Perdangan, Kementerian Industri, dan Kementerian Tenaga Kerja yang belum sepakat terhadap FCTC ini," terang Bambang

Lebih lanjut Bambang mengatakan, jika Indonesia tidak mensahkan FCTC sesegera mungkin, maka Indonesia dapat menjadi tujuan pemasaran produsen rokok dengan risiko merusak kesehatan generasi bangsa.

Selain itu, bila FCTC ini tidak segera diberlakukan, Indonesia tidak bisa memerjuangkan kepentingan untuk melindungi masyarakat secara efektif, dengan penerapan panduan dan protokol FCTC.

"Yang menakutkan bila FCTC ini tidak diaksesi, terjadinya peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular (PTM). Merokok merupakan faktor risiko utama PTM," terang Bambang.

Menurut data WHO pada tahun 2008, Indonesia merupakan negara ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia, setelah Cina dan Indonesia. Agar jumlah perokok itu tidak terus bertambah, memang FCTC ini harus segera disahkan.

(Adt/Mel/*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya