Bolehkah Mengqasar Sholat Ketika Bepergian untuk Tamasya?

Secara bahasa qasar artinya meringkas. Jadi Sholat Qasar ialah meringkas jumlah rakaat shalat wajib yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Nov 2023, 20:30 WIB
Wisatawan di atas perahu selama tamasya menyaksikan lumba-lumba di perairan Pantai Lovina di Singaraja, Bali, Jumat (30/10/2020). Pantai Lovina merupakan salah satu destinasi pariwisata di Bali yang sering dikunjungi untuk menikmati matahari terbit dan lumba-lumba di laut lepas (SONNY TUMBELAKA/AFP)

Liputan6.com, Cilacap - Secara bahasa qasar artinya meringkas. Jadi shalat qasar ialah meringkas jumlah rakaat shalat wajib yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat.  

Sholat qasar merupakan rukhshah atau keringanan yang diberikan oleh Allah bagi orang yang melakukan perjalanan jauh. 

Hal ini sebagaimana firman Allah:

وَاِذَا ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلٰوةِ ۖ اِنْ خِفْتُمْ اَنْ يَّفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۗ اِنَّ الْكٰفِرِيْنَ كَانُوْا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِيْنًا

"Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qasar salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. An-Nisa : 101).

Salat qasar boleh dilakukan asalkan perjalanannya bukan untuk berniat maksiat. Namun jika bepergian dengan maksud tamasya, apakah boleh mengqasar shalat?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Pendapat Mazhab Syafi'i

Umat Muslim melaksanakan sholat Tahajud selama Malam Lailatul Qadar di Masjid Naif, Dubai (5/5/2021). 10 hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud dan berzikir. (AFP/Karim Sahib)

Mengutip pecihitam.org, dalam beberapa refrensi Fiqh, memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kebolehan hukum qashar shalat saat melakukan perjalanan wisata.

Ada yang membolehkan, dan ini pendapat mayoritas serta mu’tamad, namun ada juga yang berpendapat tidak boleh.

Pendapat yang membolehkan dengan alasan karena yang dimaksud dengan ‘adamul ma’shiyah yang penting tidak berupa maksiat. Perjalanan dalam rangka ketaatan seperti menuntut ilmu membolehkan qashar. Atau perjalanan yang sifatnya mubah, ya seperti perjalanan wisata. Bahkan perjalanan untuk sesuatu yang makruh juga dibolehkan melakukakan qashar.

Berikut saya kutipkan pendapat dari Madzhab Syafi’i yang juga diikuti mayoritas ulama, tertuang dalam Nihayah al-Muhtaj-nya Imam ar-Ramli.

وعدم المعصية سواء أكان السفر طاعة أم مكروها أم مباحا ولو سفر نزهة

“Dan bepergiannya tidak untuk maksiat, baik bepergian untuk hal ketaatan, hal makruh atau hal mubah meskipun bepergian untuk tujuan tamasya”. (Nihayah al-Muhtaj Juz VI halaman156)

Sementara pendapat yang mengatakan tidak boleh qashar disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau beralasan bahwa hakikat rukhshah qashar shalat hanya diberlakukan guna menolong mendapatkan kemaslahatan, dan dalam pandangan beliau, dalam perjalanan wisata tidak ada mashlahatnya.

3 dari 3 halaman

Pendapat Sebagian Ulama Hanabilah

Umat Muslim melaksanakan sholat Tahajud selama Malam Lailatul Qadar pada bulan suci Ramadhan di Masjid Naif di Dubai (5/5/2021). Malam Lailatul Qadar di mana Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad. (AFP/Karim Sahib)

Namun demikian, sebagian ulama Hanabilah juga ada yang berpendapat membolehkan. Mereka berargumen, dengan mengutip pernyataan Imam al-Khiraqy, bahwa perjalanan wisata termasuk perjalanan yang dibolehkan, maka bisa diqiyaskan dengan perjalanan tijarah (berdagang).

Berikut penjelasannya dalam kitab Al-Mughni

فصل : وفي سفر التنزه والتفرج روايتان إحداهما تبيح الترخص وهذا ظاهر كلام الخرقي لأنه سفر مباح فدخل في عموم النصوص المذكورة وقياسا على سفر التجارة والثانية لا يترخص فيه قال أحمد : إذا خرج الرجل إلى بعض البلدان تنزها وتلذذا وليس في طلب حديث ولا حج ولا عمرة ولا تجارة فإنه لا يقصر الصلاة لأنه إنما شرع إعانة على تحصيل المصلحة ولا مصلحة في هذا والأول أولى

"Pasal. Tentang pembahasan perjalanan dengan tujuan tamasya dan plesir terdapat dua pendapat. Pertama, mendapatkan keringanan. Pendapat ini diambil dari pernyataan lahiriyah Imam al-Khiraqy, karena tujuan tamasya dan plesir termasuk perjalanan yang diperbolehkan, maka tercakup dalam dalil keumuman nash dan dianalogkan dengan perjalanan niaga. Kedua, tidak mendapatkan keringanan. Imam Ahmad berkata, “Bila seseorang bepergian ke beberapa daerah dengan tujuan tamasya dan mencari kenikmatan (refreshing), bukan untuk belajar hadits, haji, umrah, tidak pula untuk perjalanan niaga, maka tidak diperkenankan qashar shalat, karena qashar diberlakukan guna menolong mendapatkan kemaslahatan, sedang dalam perjalanan semacam ini tidak ada mashlahatnya”. Pendapat pertama lebih bagus. (Al–Mughni Juz II halaman 100)

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Nurul Huda 1 Cingebul

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya