Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah merusak harga diri Presiden Joko Widodo alias Jokowi. MK mengabulkan gugatan usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diduga memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
"MK yang kita harap jadi gate keeper penjaga demokrasi, justru MK yang mendukung tumbuh suburnya menurunnya demokrasi di Indonesia, dan MK yang ikut merusak harga diri martabat kehormatan Presiden. Karena Presiden pasti harkat harga diri kehormatannya pasti rusak," ujar Pangi dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).
Advertisement
Pangi menyebut, pada awalnya MK menjalankan tugasnya dengan menolak gugatan tentang usia capres-cawapres yang diajukan PSI hingga Garuda. Namun belakangan MK malah mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Almas Tsaqibbiru, anak dari Koordiantor Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
"Di awalnya putusan hukum lalu berubah menjadi putusan politik, open legacy yang kemarin kita bilang ada di DPR dan Presiden tiba-tiba MK punya kewenangan menambah klausul, pernah menjabat, itu kan DNA politik banget, 40 tahun itu kan bukan ujug-ujug, itu angka yang dikalkulasi, diterjemahkan, itu dengan kajian panjang, tiba-tiba berubah," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi dinilai tidak disiplin jika membiarkan sang anak Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) karena sudah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan batas usia calon presiden-calon wakil presiden.
Pangi menilai hubungan PDIP akan merenggang dengan Jokowi dan Gibran pasca-putusan MK ini. Dia menduga dalam waktu dekat PDIP akan memecat Gibran.
"Dugaan saya Gibran akan dipecat, dan Gibran akan masuk ke Golkar, jadi cawapres Golkar yang akan berpasangan dengan Prabowo," ujar Pangi.
Pangi menduga dalam waktu dekat Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus bakal calon presiden Prabowo Subianto akan mengumumkan Gibran sebagai bakal calon pendampingnya.
Jika hal tersebut terjadi, Pangi mempertanyakan sikap apa yang akan diambil PDIP terhadap Jokowi dan Gibran. Pasalnya, Pangi menilai jika hal itu terjadi, maka Jokowi dianggap sudah tidak disiplin terhadap partai yang telah membesarkan namanya.
"Tapi berani enggak Pak Jokowi dipecat karena tidak disiplin. Seperti kader-kader yang lain, berani enggak? punya nyali enggak PDIP mecat Presiden, saya pikir enggak. Kemarin berapa gubernur diberhentikan kan? Nah apakah betul Presiden Jokowi sudah berkhianat, berani enggak PDIP mengatakan itu? Kan sudah terang benderang itu," kata Pangi.
Tergantung Sikap Jokowi
Pangi menyebut Presiden Jokowi bisa saja nantinya meminta Gibran agar tak menerima pinangan menjadi cawapres. Jika hal itu terjadi, maka Jokowi telah memperlihatkan sikap kenegarawannya.
"Yang bisa menghentikan langkah Gibran ya hanya Presiden Jokowi. Kan Presiden tinggal bilang, oke putusan MK begitu, tapi saya punya komitmen lain, demi menjaga harkat martabat harga diri saya, karena saya masih menjabat sebagai Presiden, ada potensi abuse of power, ada potensi kita tidak netral, daripada pemilu kita kotor, menjijikan, tidak beekualitas, daripada Gibran nanti menang karena saya, jadi lebih baik Gibran tak saya izinkan menjadi cawpares," kata Pangi.
Jika Jokowi mengatakan demikian, maka tingkat kepercayaan dan kualitas dirinya sebagai pemimpin negara akan kembali naik. Namun Pangi berpandangan hal itu berat dilakukan Jokowi.
"Tapi saya pikir Presiden enggak akan melakukan itu, karena inilah waktu yang tepat, aji mumpung, ini kesempatan emas, MK sudah ngasih karpet merah, Prabowo sudah minta jadi cawapres, ini ibarat tol mulus tidak ada kendala. Nah tinggal yang bisa menghentikannya siapa? Gibran menolak atau Presiden tidak setuju," kata Pangi.
Menurut Pangi, jika Gibran tetap memutuskan menerima pinangan Prabowo Subianto, maka sikap Gibran terhadap PDIP terbilang kasar. Menurut Pangi, Gibran akan dinilai sebagai pengkhianat partai.
"Ini kasar banget, karena di PDIP tuh kaderisasi, tidak boleh instan, tidak boleh jalan tol, berjenjang, kan begitu PDIP harus tertib organisasi. Masa sudah diputuskan Ganjar presiden, ada lagi calon dari koalisi lain, berarti kan Gibran membangkang, bekhianat," kata Gibran.
Namun demikian, Pangi menyebut narasi pembangkang bisa saja hilang asal Gibran tegas menolak menjadi cawapres.
"Demi mejaga Ibu Megawati, demi menjaga demokeasi oleh karena itu saya memutuskan saya mundur, saya tidak mau, karena saya belum layak umur, belum pengalaman," kata Pangi.
Advertisement
Diprank MK
Sikap MK yang menolak gugatan beberapa pemohon yang kemudian mengabulkan sebagian permohonan salah satu pemohon ini disebut pengamat sebagai sikap yang aneh dan jahil.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyebut sebagian masyarakat Indonesia sudah kena prank MK.
"Sebagian orang sudah kena prank, berita suda naik, sudah menyatakan 80 persen hakim MK berintegritas, jangan suuzon dulu ternyata MK bukan Mahkamah Keluarga, jangan sampai dikatakan ada pamannya Gibran, mentang-mentang presidennya Pak Jokowi akan diputuskan, akan ada dinasti ternyata faktanya tidak," kata Pangi kepada Liputan6.com dikutip Selasa (17/10/2023).
Pangi menyebut, sebelum Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan Almas, pemberitaan yang beredar menyebut MK merupakan lembaga yang berintegritas karena dinilai tak membiarkan Gibran yang belum berusia 40 tahun maju sebagai cawapres. Namun saat permohanan Almas diterima, masyarakat seolah kena prank MK.
"Hampir dua jam beritanya begitu, tiba-tiba jam 5 nya, koma, karena terdapat frasa (pernah menjadi) kepala daerah atau berpengalaman, selesai. Terimakasih MK yang sudah siapkan karpet merah untuk Gibran," kata dia.
Putusan MK yang Bikin Geger
Tok! Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru, mengenai batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun atau pernah jadi kepala daerah, Senin (16/10/2023). Dia memohon agar aturan batas usia minimal 40 tahun tidak mengikat jika memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.
Menurut MK, batas usia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai, "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih, melalui pemilihan umum termasuk pemilihan umum daerah"," kata hakim MK.
Hakim Konstitusi Saldi Isra pun memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan tersebut. Dia mengaku tidak habis pikir dengan situasi tersebut.
“Saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini. Sebab, sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di Gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” tutur Saldi di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengungkapkan proses rapat putusan untuk seluruh gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas usia capres dan cawapres. Pada pernyataannya dalam pendapat berbeda atau dissenting opinion, dia menyebut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman hanya datang dalam pembahasan gugatan yang akhirnya dikabulkan sebagian.
Arief merinci, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa, 19 September 2023 terkait pengambilan putusan terhadap Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU- XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, Anwar Usman tidak hadir. Sebab itu, forum dipimpin oleh Wakil Ketua.
Advertisement