Belum Ada Tersangka di Kasus Penembakan Brigadir Yoshua, Masyarakat Tak Buat Penghakiman di Medsos

Petrus mengapresiasi kontrol kuat masyarakat terhadap kinerja polri di media sosial. Namun, dirinya khawatir jika berlebihan atau kebablasan bisa berujung pada peradilan sesat.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2022, 21:56 WIB
Perkumpulan advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menyayangkan dahsyatnya penghakiman di media sosial terhadap Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat

Liputan6.com, Jakarta - Perkumpulan advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menyayangkan dahsyatnya penghakiman di media sosial terhadap Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat selama dua pekan terakhir. Padahal proses penyelidikan dan penyidikan masih berlangsung.

Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus menilai, narasi yang menjurus kepada berita bohong atau hoax terus diproduksi. Bahkan didaur ulang dari sumber yang tidak dipertanggung jawabkan. 

Akibatnya, kata Petrus, masyarakat dicekoki oleh informasi yang tidak berdasar dan  mengendalikan arah pemberitaan hingga kinerja polisi.

"Karena sudah digiring Irjen Ferdy sebagai pelaku, dan terlibat pembunuhan yang dilakukan secara berencana. Padahal Polri belum menetapkan tersangkanya," kata Petrus dalam konferensi persnya di Jakarta, Jumat (22/7/2022).

"Jangan sampai pemberitaan di medsos ini sudah menghakimi Irjen Ferdy dan institusi Polri," sambungnya.

Dia mengapresiasi kontrol kuat masyarakat terhadap kinerja polri di media sosial. Namun, dirinya khawatir jika berlebihan atau kebablasan bisa berujung pada peradilan sesat. 

"Ini bahaya, seandainya Ferdy Sambo tidak terbukti sebagai pelaku, siapa yang bertanggung jawab ini nanti? Ini bisa masuk fitnah dan mencemarkan nama baik orang," tanya dia. 

Petrus meminta semua pihak agar menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Termasuk oleh pengacara keluarga Brigadir J. Dirinya berharap agar pengacara menyerahkan bukti-bukti ke penyidik bukan dibeberkan ke publik. 

"Kekhawatiran kami terjadi peradilan sesat. Pegangan kita kan peradilan hukum. Biarkan penyidik bekerja," lanjutnya.

Petrus menjelaskan, polisi sudah sangat terbuka dan akomodatif terhadap setiap permintaan pihak keluarga. Termasuk menggali kembali kuburan Brigadir J untuk melakukan autopsi ulang. 

Namun, Petrus mengingatkan agar sikap akomodatif berlebihan justru malah mengesankan pihak kepolisian didikte.

"Biarkan polisi bekerja dibawah norma hukum yang berlaku, jangan dibawah tekanan opini," ujarnya.

Petrus meminta jangan sampai polisi salah langkah dan menurunkan tingkat kepercayaan publik, yang saat ini sedang tinggi. Bahkan melampaui KPK. Selain itu, saat ini sudah ada tim yang dibentuk secara berlapis untuk mengawal kasus ini. Mulai dari tim dari pihak Polri, Kompolnas hingga Komnas HAM.

 

2 dari 2 halaman

Percayakan pada Penyidik Polri

Suasana rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan , Rabu (13/7/2022). Rumah dinas Kadiv Propam Polri ini diduga menjadi lokasi penembakan yang menewaskan Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Advokat lainnya di Perekat Nusantara Erick S Paat meminta publik mempercayakan kasus ini kepada penyidik Polri. 

Apalagi, sudah ada tim yang dibentuk secara berlapis untuk mengawal kasus tersebut. Mulai dari tim dari pihak Polri, Kompolnas hingga Komnas HAM. "Sudah berlapis begitu masak tidak percaya sih," katanya.

Erick menambahkan, rencananya Perekat Nusantara akan menghadap Kapolri untuk memberikan dukungan agar bekerja profesional sesuai KUHAP. 

"Kita atur minggu depan," tambahnya.

Tercatat ada sekitar 12 orang advokat hadir dalam konferensi pers ini. Selain Petrus dan Erick, tampak juga Pieter Singkali, H. Moh. Satu Pali, Daniel T. Masiku, Antonius M. Safendi, Piterson Tanos, Berechmans M. Ambardi, Vincent Rante Alo, Juanita Valeri Tanamal dan Gideon Tarigan. Kemudian Robertus Mujiono, Brodus, Albertus, Carrel Ticualu dan Posma G. Siahaan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya