Indonesia-Singapura Perpanjang Kerja Sama Keuangan Bilateral Rp 143 Triliun

Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) perpanjangan perjanjian keuangan bilateral senilai USD 10 miliar atau sekitar Rp 143 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2021, 17:30 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) perpanjangan perjanjian keuangan bilateral senilai USD 10 miliar atau sekitar Rp 143 triliun (kurs: 14.332 per dolar AS) hingga 4 November 2022.

"Pengaturan ini telah disahkan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, dan akan terus mendukung stabilitas moneter dan keuangan di kedua negara di tengah pemulihan yang sedang berlangsung dari pandemi COVID-19," ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono di Jakarta, Jumat (5/11).

Erwin menyampaikan, sinergi pengaturan pembiayaan bilateral antara Bank Indonesiadan MAS dilakukan sejak November 2018 untuk membangun kepercayaan ekonomi masing-masing, mengikuti Retret Pemimpin Singapura-Indonesia.

"Pengaturan tersebut telah diperpanjang setiap tahun sejak itu," bebernya.

Erwin menambahkan, pengaturan yang diperpanjang ini terdiri dari dua perjanjian. Pertama, perjanjian pertukaran mata uang lokal bilateral yang memungkinkan pertukaran mata uang lokal antara dua bank sentral hingga SGD9,5 miliar atau Rp100 triliun.

"Setara dengan USD7 miliar," ungkapnya.

Kedua, perjanjian repo bilateral sebesar USD 3 miliar yang memungkinkan transaksi pembelian kembali antara kedua bank sentral untuk mendapatkan uang tunai dalam denominasi dolar Amerika Serikat dengan menggunakan obligasi pemerintah G3 sebagai jaminan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Curhat Bank Indonesia Sebelum Punya BI-Fast: Negara Tetangga Sering Ngenyek

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, peluncuran sistem pembayaran cepat BI-Fast payment akan jadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.

Pasalnya, Fili mengungkapkan, Indonesia kerap ditinggal oleh negara lain dalam hal kerjasama sistem pembayaran lintas negara (crossborder payment) lantaran tidak memiliki layanan yang memadai.

"Itu sering ditanyain, kok kita enggak diajakin ya sama tetangga sebelah. Tetangga sebelah ada kerjasama fast payment kok kita enggak diajak," ujar Fili dalam acara bincang media yang digelar Bank Indonesia secara virtual, Rabu (3/11/2021).

"Saya mengatakan, lho kamu mau diajak wong kamu enggak punya fast payment. Kan kamu lebih tersinggung, wong kamu enggak punya alatnya tapi malah diajak. Itu kalau orang Surabaya bilang tuh ngenyek," ungkapnya.

Begitu memiliki BI-Fast, dia menambahkan, Bank Indonesia pada akhirnya langsung ditawarkan untuk melakukan kerjasama di sistem pembayaran.

"Sekali lagi, kita ingin maju, jadi kita antisipasi. Kalau kita tidak menyiapkan diri kita akan ketinggalan," kata Fili.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya