Hari Penuh Darah: Myanmar Dilaporkan Mirip Zona Perang

Kekerasan di Myanmar meningkat karena rakyat terus berdemonstrasi menentang kudeta dan pemerintahan militer.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 05 Mar 2021, 11:56 WIB
Pengunjuk rasa antikudeta mengangkat tangan terkepal selama demonstrasi dekat Stasiun Kereta Api Mandalay di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). Junta militer Myanmar memberi peringatan kepada demonstran bahwa mereka terancam kehilangan nyawa jika terus beraksi. (AP Photo)

Liputan6.com, Yangon - Aktivis menyebut Myanmar sudah mirip seperti "zona perang" akibat aksi represif aparat terhadap peserta demonstrasi. Pada Rabu (3/3) kemarin, jumlah korban meninggal dan ditangkap bertambah. PBB ikut cemas. 

"Militer memperlakukan pengunjuk rasa yang damai di Yangon seperti sebuah zona perang. Militer lagi-lagi menciptakan teror," ujar kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), seperti dilansir CNN, Kamis (4/3/2020).

"Hari ini adalah yang paling berdarah sejak kudeta terjadi," ujar Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener pada Rabu kemarin.

Sekitar 1.200 orang ditahan oleh aparat di Myanmar. Banyak dari anggota keluarga yang tidak tahu di mana lokasi penahanan sanak mereka.

PBB lantas meminta adanya persatuan komunitas internasional untuk mengambil tindakan dan menggunakan segara cara yang tersedia untuk menyetop situasi panas di Myanmar.

"Kita butuh persatuan dari komunitas internasional, jadi ini ada di tangan negara-negara anggota untuk mengambil tindakan-tindakan yang benar," ujar Christine Schraner Burgener .

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Militer Tak Takut Sanksi

Warga Myanmar yang tinggal di Thailand membakar gambar Jenderal Min Aung Hlaing saat protes di depan Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, Kamis (4/2/2021). Jenderal Min Aung Hlaing menjadi tokoh di balik kudeta militer Myanmar pada 1 Februari 2021. (AP Photo/Sakchai Lalit)

PBB telah berulang kali mengecam militer Myanmar agar tidak bertindak represif. Negara-negara Eropa juga memberikan sanksi.

Christine sudah berkomunikasi dengan militer, dan mengingatkan bahwa ada ancaman sanksi. Namun, militer Myanmar tidak gentar karena sudah biasa.

"Jawaban (militer) adalah: 'Kita sudah biasa dengan sanksi-sanksi, dan kita pernah selamat dari sanksi-sanksi tersebut di masa lalu,'" ungkap Schraner.

"Ketika saya juga memperingatkan akan ada isolasi, jawabannya adalah: 'Kita harus belajar untuk berjalan dengan sedikit teman.'"

Hingga kini, Aung San Suu Kyi juga masih ditahan militer tanpa adanya kejelasan kapan dibebaskan.

3 dari 3 halaman

Infografis Kudeta Myanmar:

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya