Harga Gas Bumi Dipatok USD 6/Mmbtu, Subsidi Listrik Susut Jadi Rp 51,84 Triliun

Penghematan subsidi listrik akibat penurunan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik, yang awalnya ditetapkan Rp 359,03 triliun, menjadi hanya Rp 317,12 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2021, 12:15 WIB
Minyak dan Gas Bumi

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan pemerintah terkait harga gas bumi untuk kelistrikan sebesar USD 6/mmbtu mengurangi anggaran belanja bagi subsidi listrik di 2020. Diperkirakan, subsidi listrik dapat ditekan hingga Rp 51,84 triliun, di bawah ketetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 54,79 triliun.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, menjelaskan, penghematan subsidi tersebut akibat penurunan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik, yang awalnya ditetapkan Rp 359,03 triliun, menjadi hanya Rp 317,12 triliun.

Menurutnya, sebagian besar penghematan diperoleh dari turunnya biaya bahan bakar akibat penurunan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan ketetapan harga gas bumi untuk kelistrikan.

Harga ICP pada asumsi APBN tahun 2020 adalah sebsar USD63/barel. Belakangan, ICP turun menjadi USD35/barel.

Harga gas bumi, yang sebelumnya ditetapkan secara business to bussiness antara PLN dengan produser gas atau diasumsikan USD8,39/mmbtu, ditetapkan batas atasnya menjadi USD6,30/mmbtu.

"Akibat penurunan ICP (harga minyak Indonesia) dan juga capping (pembatasan) harga gas bumi, secara overall maka BPP-nya juga turun hampir mencapai Rp 42 triliun atau 11,7 persen. Yang menarik untuk dicermati adalah biaya bahan bakar sebesar Rp 146,67 triliun turun Rp37,51 triliun menjadi Rp 109,16 triliun," ujar Rida melalui siaran pers, Jumat (15/1/2021).

Rida mengungkapkan, kontribusi penurunan harga gas bumi untuk kelistrikan, mencapai sekitar Rp14 triliun atau 37 persen dari penghematan biaya bahan bakar BPP tenaga listrik.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah juga berpengaruh besar terhadap penghematan anggaran belanja negara.

"Itu besar sekali, akibatnya subsidi juga bisa kita tekan. Ini salah satu langkah, bagaimana suatu kebijakan mampu untuk menghemat belanja negara. Dalam hal ini menurunkan subsidi listrik dengan cara melakukan efisiensi di BPP tenaga listrik yang dikelola PLN," jelas dia.

 

Saksikan Video Ini

2 dari 2 halaman

Faktor Lain

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa dan Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam melakukan kunjungan kerja ke Demak untuk meninjau pembangunan pipa distribusi gas bumi milik PT Pertagas Niaga.

Selain faktor biaya bahan bakar, penurunan BPP juga disebabkan penghematan di postur belanja untuk pegawai, pemeliharaan, serta administrasi, penyusutan, dan bunga. Anggaran untuk pemeliharaan, semula ditetapkan Rp 20,90 triliun, turun menjadi Rp 18,36 triliun.

Sedangkan, belanja pegawai turun menjadi Rp 18,94 triliun dari awalnya Rp 20,34 triliun. Untuk administrasi, penyusutan, dan bunga juga mengalami penghematan menjadi Rp 60,25 triliun dari sebelumnya ditetapkan Rp 62,73 triliun.

"Faktor lainnya adalah biaya untuk pembelian listrik dari Independent Power Producer (IPP) oleh PLN dan sewa pembangkit. Biaya ini naik dari Rp 108,40 triliun menjadi Rp 110,42 triliun," dia menandaskan.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya