Ekonom Minta BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 1 Persen

Salam kondisi saat ini seharusnya BI sudah menentukan bunga acuan di kisaran 1 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Sep 2020, 18:00 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona Covid-19 membuat perekonomian nasional ambruk dan terancam masuk jurang resesi. Oleh karena itu perlu kebijakan yang progresif dari semua pihak baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga pemerintah khususnya Kementerian Keuangan. 

Direktur Manajemen Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan sebagai regulator, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan kebijakan maksimal dalam penanganan dampak pandemi Covid-19. Sebab dua lembaga ini belum memberikan relaksasi bagi para pelaku industri di sektor ekonomi.

"Saya setuju BI dan OJK kebijakannya belum sempurna," kata Anthony dalam diskusi virtual Forum Tebet (Forte) bertajuk Pembentukan Dewan Moneter: Skenario Merancang BI menjadi Kasir Pemerintah & Penalangan Bank Bermasalah, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Menurut Anthony, dalam kondisi saat ini seharusnya BI sudah menentukan bunga acuan di kisaran 1 persen. Namun saat ini kebijakan BI masih mempertahankan bunga acuan di angka 4 persen. Bunga acuan rendah ini memungkinkan bagi sektor rill untuk bergerak ke arah pemulihan ekonomi.

"BI ini dalam masalah covid-19 ini suku bunga acuannya masih 4 persen, harusnya sudah 1 persen," kata Anthony.

Namun, bukannya bank sentral menurunkan suku bunga acuan, BI malah membeli langsung surat berharga negara dari pasar primer. Apalagi BI ini dilakukan dengan mekanisme burden sharing yang artinya beban utang ini akan ditanggung oleh bank sentral.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kaku

Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Begitu juga dengan OJK. Anthony menilai OJK masih belum terlalu luwes dengan tidak menurunkan kebijakan commercial law. Saat ini kata dia kebijakan commercial law masih lebih dari 10 persen.

"Kenapa OJK tidak membuat kebijakan untuk commercial law? Sekarang ini angkanya masih 10 persen lebih," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya